Bhumi Oriana

33 2 0
                                    

Yogyakarta, 2019.
Suara cumbuan pulpen dan kertas bak melodi indah bagi gadis berambut ikal itu. Ia sedang asyik menodai buku bersampul kulit hewan dengan untaian kalimat sederhana. Jemari mungil miliknya akan terhenti ketika ia berpikir diksi apa yang cocok digunakannya agar tercipta kombinasi yang pas untuk menyentuh hati.
Membutuhkan waktu yang lama agar buku itu terisi penuh, apalagi semuanya ditulis tangan. Gadis itu berharap, semoga sebelum kelulusan, halaman terakhir sudah terisi dan pastinya akan langsung diberikan kepada dia di waktu yang tepat. Lelaki berkulit sawo matang yang memenuhi pikirannya setiap saat dan membuat jantungnya berdegup kencang.
Jemari itu berhenti ketika selesai menulis titimangsa untuk karyanya. Ia mendesah lega, sudah mengisi halaman yang kosong. Pemilik wajah bulat itu melirik jam yang tertera di ponselnya, menunjukkan hari sudah petang. Ia bergegas untuk keluar rumah, hendak menikmati sesuatu yang mulai disukainya lewat sosok lelaki sawo matang itu.
Decak kagum lolos begitu saja dari bibir merah mudanya dan netra hitam yang berbinar-binar, seakan tidak merasa bosan tiap swastamita  tiba membawa suguhan yang luar biasa. Terbukti dari perpaduan birunya langit dan semburat jingga yang menghiasi angkasa sungguh menakjubkan bagi penikmat semesta seperti dirinya.
Sore ini, langit laksana kanvas dipadu padankan dengan spektrum warna yang pas, menjadi sebuah karya artistik menurut sebagian orang yang sadar betapa indahnya alam semesta.
Terima kasih, Tuhan. Telah memberikan anugerah luar biasa untuk bisa menikmati ciptaan-Mu. Jika ada rintangan pun, aku yakin bisa melaluinya. Walau dengan merangkak sekali pun.
•••
Komunitas pencinta alam di daerah Yogyakarta memiliki rutinitas sebulan sekali mengunjungi tempat wisata, menjelajah dari satu titik ke titik lainnya untuk menelusuri keindahan alam Indonesia terutama di Kota Pelajar, tempat tinggal mereka.
Belasan orang berkumpul untuk bertukar pikiran agar rencana perjalanan mereka berjalan lancar. Ketika yang lain sibuk memperhatikan dan mencatat segala keperluan yang telah dijelaskan oleh ketua Semesta Dikara, nama komunitas pencinta alam mereka, ada satu sosok gadis dengan lancangnya bebas memonitor makhluk tampan di hadapannya. Netranya terpaku, melihat bibir tebal sedikit gelap milik lelaki sebayanya yang masih bergerak menjelaskan rencana perjalanan mereka menikmati sunrise dan sunset saat akhir pekan di Pantai Kesirat, daerah Girikarto, Gunung Kidul. Bukan hanya itu, cara ia menjelaskan membuat para gadis terdistraksi oleh aura yang menguar dari tubuh jangkungnya.
“Oriana, untuk makannya sudah dipesan?” Bhumi, ketua Semesta Dikara, memberikan pertanyaan terakhir terkait persiapan perjalanan mereka untuk bulan ini.
“Oriana!” ulang Bhumi menaikkan intonasinya, pertanyaan sebelumnya tidak ditanggapi karena gadis itu asyik melamun.
Merasa terpanggil, Oriana tersentak dari lamunannya. Ia memberikan tatapan bertanya kepada Bhumi dan ditanggapi geleng kepala oleh lelaki yang sedang menatapnya kesal karena terabaikan. Bhumi tidak suka jika ada rekannya yang tidak berkonsentrasi, karena itu mengganggu jalannya rapat yang sedang berlangsung.
“Baik semuanya, rapat selesai. Sampai jumpa minggu depan. Terkecuali Oriana, saya ingin bicara.”
Anggota Semesta Dikara bergegas meninggalkan base camp. Sekarang, hanya ada Bhumi dan Oriana di dalam ruangan yang dipenuhi potret keindahan semesta yang mereka abadikan selama tiga tahun komunitas mereka terbentuk.
“Kamu kenapa, Oriana? Enggak fokus selama rapat, hm?” tanya Bhumi serius.
Oriana menarik kedua sudut bibirnya, memperlihatkan gigi rapinya dan membuat sepasang netranya ikut tersenyum. Tampak menggemaskan, walau dalam sekali lihat. “Maaf, Oriana memikirkan tugas fisika dari Pak Su,” jelas Oriana dengan malu-malu.
Bhumi kesal, dikiranya ada apa. Ternyata hanya tugas fisika yang belum selesai. “Astaga, hanya itu?”
“Iya, tugasnya banyak. Takut enggak selesai dalam semalam.” Celaka, Oriana berdosa karena sudah berbohong, karena nyatanya ia sudah beres mengerjakan tugas.
“Makanya jangan mengerjakan tugas sistem kebut semalam, kalau tugasnya banyak, yang susah kan diri sendiri. Kalau enggak salah, itu tugas tiga hari yang lalu, Oriana.” Bhumi juga memiliki tugas yang sama, karena mereka sekelas.
“Keasyikan nonton drama Korea, jadi tugasnya terbengkalai,” jawab Oriana sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oriana dengan dunianya sulit dipisahkan, ya?” tanya Bhumi.
“Iya, sulit.”
“Ya sudah, saya harap kamu tidak mengulanginya lagi. Sekarang, kamu boleh pulang.”
Oriana hanya mengangguk dan melangkahkan kaki meninggalkan Bhumi yang masih sibuk dengan urusannya.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Oriana merutuki dirinya yang tidak fokus. Semua karena Bhumi, lelaki itu terlahir rupawan tanpa cela, membuat Oriana betah memandanginya.
Definisi lelaki idaman bagi Oriana adalah Bhumi. Alasan ia bergabung dengan komunitas agar bisa lebih dekat dengan Bhumi. Ia merasa kurang jika hanya bertemu di sekolah dan juga ingin mengenal jauh tentang hal apa saja yang menjadi kesukaan Bhumi. Dilihat dari potret yang diunggah di media sosial miliknya, Bhumi sangat mencintai semesta. Dari Bhumi juga, Oriana lebih memperhatikan sekitar.
Sayang, rasa yang dimiliki Oriana harus terpendam. Ia tidak ingin waktu kebersamaannya dengan Bhumi terhenti, hanya karena sebuah rasa sepihak.

Antologi Cinta Pertama Vol. II [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang