Dari balik jendela mata Ana melihat sosok bertubuh tinggi berjalan menuju rumahnya. Masih belum jelas siapa orang itu. Lampu jalanan yang remang-remang ditambah hujan deras membuat wajah orang itu tak terlihat. Ana mengira itu suaminya, namun ia takut untuk menyambutnya keluar.
Rumah-rumah di desa tak serapat di perkotaan. Pohon-pohon masih tumbuh dengan rimbun. Tak ada orang lewat, mungkin mereka lebih nyaman di dalam rumah masing-masing. Sambil makan kacang rebus atau jagung rebus bersama keluarganya.
Orang itu berdiri lama di depan pintu. Rasa penasaran bercampur dengan was-was. Entah apa yang dilakukan orang itu, mengapa tidak mengetuk pintu atau mengucapkan salam seperti tamu-tamu pada umumnya. Ana terus mengawasinya dari sudut jendela rumah. Wajah orang itu masih tertutup jas hujan. Berulang kali ia coba menelfon suaminya, namun tidak terhubung juga.
Begitu melihat sepatu yang dikenakan orang yang diawasinya, Ana bergegas berlari membuka pintu. Dilihatnya wajah pucat orang yang sedari tadi dinantikan kehadirannya. Badan yang biasa kokoh berdiri seketika lunglai. Jari-jarinya gemetaran. Segera didudukkan suaminya di sofa ruang tamu.
Dalam kepalanya Ana terus bertanya-tanya apa yang terjadi pada suaminya sembari ia membuatkan minuman hangat. Selimut tebal mampu meringankan gemetaran pada jari-jari yang berkerut itu. Belum kering air hujan membasahi rambut suaminya, Ana menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan atas kecemasannya.
"Ada apa? Apa yang terjadi Mas?" dengan raut cemas Ana mengambil teh dari tangan suaminya.
Dibiarkan uapnya terlepas di udara untuk mengurangi rasa panas.
"Tolong katakan padaku, mengapa Mas diam saja? Jangan membuatku takut seperti ini, kumohon" air mata Ana hampir jatuh. Suaranya bergetar, ia remas tangan suaminya.Mata yang teduh itu memandang Ana diiringingi seutas senyuman khas yang hangat. Senyuman itu tak lama mengukir di bibirnya. Raut dingin seperti yang Ana lihat pagi tadi kembali tersirat. Dipalingkan pandangannya dari Ana. Pandangannya menerawang menembus luar jendela. Meski dibalik jendela hanya terlihat gelap, pandangannya tak kunjung beranjak dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Apa?
Historia CortaDebar dalam penantian itu menyesakkan. Sudahkah kau lapangkan dengan harapan (doa)?