BAB 19

45 3 0
                                    

Rai mengeratkan genggaman pada gagang pisau. Matanya memicing. Suasana hening di sekitarnya seakan menambah hawa mengerikan. Ia melemparkan pisau tepat ke gabus samping pintu. Bersamaan itu pula, pintu terbuka. Menampakkan salah satu sahabatnya.

Alka Dwi Aksara.

Lelaki jangkung itu melirik sekilas sebelum masuk lebih dalam. Dia menutup pintu secara perlahan untuk kemudian bersandar di dahan. Diam. Keduanya sama sekali tak bertegur sapa. Alka diam memandang Rai. Sedang yang di pandang tengah mengarahkan penglihatannya pada objek lain.

Alka membuang napas perlahan. Matanya terpejam singkat. Diambilnya pisau yang tepat tertancap di sampingnya. Kakinya melangkah. Mendekat pada Rai yang masih berdiri kaku. Memandang dinding. Alka menepuk bahu Rai pelan.

"Gue di sini," ucapnya.

"Aku tahu. Ada apa?" Rai tak menoleh.

Alka tak lekas menjawab. Dia memilih menggesekkan permukaan pisau pada tangan kirinya. Dingin. Tapi dia menikmatinya. Ada sensasi tersendiri. Rai menoleh. Merebut pisau itu secara paksa. Netra hijaunya berkilat waspada.

"Jangan coba-coba."

Alka terkekeh. Mendudukkan dirinya pada kursi. Menyandarkan punggungnya. Tawanya masih mengalun.

Rai membuang pisau itu ke tempat sampah. Sahabatnya yang satu ini harus dijauhkan dari apapun senjata tajam maupun mematikan. Rai tak mau mengambil resiko.

Rai berjalan mendekat. Duduk diam di atas meja kacanya. Mereka saling memandang. Alka memutus kontak. Menghentikan tawanya. Sengatan tajam dari mata sahabatnya selalu bisa menghentikan apapun yang dilakukan.

"Tadi lo udah keterlaluan."

Alka memilih berbicara lebih dulu.

Rai melipat tangannya. Mendengkus dan tersenyum miring. Ia menolehkan pandangan pada tempat sampah. Pisau itu telah tergeletak aman.

"Guru itu memang pantas mendapatkannya."

"Ya ... sangat pantas. Hanya saja waktunya yang kurang pas. Kamu menghukumnya bukan karena kesalahannya. Lebih dari itu ... ini ada hubungannya dengan Yumna, bukan?"

Alka menembak tepat. Rai turun. Berjalan pada dinding tembus pandang. Memandang kerumunan siswa-siswi. Menonton sesuatu hal yang menarik. Rai menajamkan penglihatan. Ah, rupanya ada adegan seret menyeret. Itu dua pengawalnya dan guru tak kompeten itu. Rai tersenyum miring.

"Ya, seharusnya dia tak menyentuh gadisku ... Yumna terlalu berharga untuk direndahkan. Pemecatannya sudah terjadwal. Tapi dia ingin lebih cepat. Aku hanya menurutinya."

Terdengar dengkusan. Alka berjalan mendekat. Berdiri tepat disebelah Rai.

"Om Milan pasti akan marah."

"Aku bisa mengatasinya."

Alka menoleh. Raut heran dan penasaran tertoreh. Rai hanya memberikan senyum misteri. Tak ada jawaban pasti. Dan satu kalimat selanjutnya bahkan semakin membuatnya kebingungan.

"Anak perempuan. Dad selalu kalah dengan itu."

Cklek!

Semuanya menoleh pada asal suara. Seorang pemuda berwajah baby face membuka pintu. Seragamnya berantakan. Dua kancing atas terlepas. Jas ... entahlah. Sama sekali tak terlihat.

"Kalian di sini? Tak membangunkanku dan berdiskusi sendiri?" Dia bersedekap. Sedetik kemudian berdecak. "Sial! Selalu seperti itu! Belikan aku makanan!"

Sungutnya. Membalik badan dan berjalan cepat. Rai dan Alka tersenyum jahil.

"Sepertinya bayi besar butuh makanan, Ayah," ujar Alka geli.

"Ya ... dia menginginkan makanan terlezat sepertinya," balas Rai tersenyum miring. Keduanya berpandangan sebelum mengikuti pemuda tadi.

***

Hai hai separuh dulu nggak papa ya ...

Chapter depan insyaallah 1k lagi 😊

Salam sayang,

Zafa Diah.

Sebagai gantinya ... nih, aku kasih foto sahabatnya Rai yang baby face ... Dan pastinya Rai nya sendiri dong 😂

Untuk cast Alka, aku masih bingung. Ada saran nggak?

 Ada saran nggak?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yumna's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang