4. Tamu

33 6 4
                                    

"Menemui bukan berarti menjemput."
.

Terhitung sudah tiga hari Resti di rumah oma. Kerjanya hanya bersantai-santai saja. Kemarin, Resti sempat mampir ke rumah Kesya saat ia pulang jalan-jalan pagi. Namun Kesya tidak ada dirumah. Tante Bella, bundanya Kesya bilang kalo Kesya sedang menginap dirumah temannya. Sepertinya ia akan pulang hari ini.

***

"Huh, membosankan!"

Setengah dari buku-buku yang tertata di rak samping tv sudah Resti baca. Sebenarnya semua buku itu sudah pernah ia baca saat berkunjung ke rumah oma. Bahkan beberapa ada yang sudah ia hafal isinya. Resti memang begitu, meskipun nilai akademiknya tidak begitu tinggi tapi klo dalam tugas hafalan ia juara satunya.

"Resti! Resti...." Oma memanggil dari halaman rumah. "Lihat itu, siapa yang datang," lanjut Oma.

Resti menoleh kearah pintu depan. Seorang gadis seusia Resti masuk dengan membawa sekantong buah kelengkeng.
"Kelengkengnya teh?" ujarnya. "Manis-manis nih, kayak orangnya. Hehe."

Tawa Resti pun pecah mendengar candaan Kesya.
"Wah, wah! Juragan kelengkeng rupanya."

"Nih." Kesya menyodorkan sekantong kelengkeng itu pada Resti. " Ini tu baru baru dipanen, masih seger-seger."

"Cuma sekantong. Pelit ih!"

"Klo mau yang banyak, sana! Petik sendiri di kebon."

Orang tua Kesya memang memiliki kebun kelengkeng yang cukup luas. Hasil panennya pun sampai dijual ke luar kota. Kualitas buahnya juga sangat bagus.

Keduanya pun berbincang di halaman rumah, untuk melepas rasa rindu. Obrolan mereka semakin seru, walau hanya dengan ditemani buah kelengkeng dan teh tawar. "Masa tamu cuma dikasih teh tawar," protes Kesya.

"Kelengkengnya aja udah manis. Klo kita minum teh manis, bisa diabetes lho."

"Halah, alasan!" gerutu Kesya. "Bilang aja males."

***
Sebuah mobil PMV putih memasuki pekarangan rumah yang bercat lavender itu. Hal itu sontak membuat Resti bangkit dari duduknya. "Papa," gumamnya.

Seorang pria dan wanita keluar dari mobil tersebut. Keduanya tersenyum kepada Resti, seakan senyuman itu menggambarkan kebahagian mereka. Sedangkan Resti hanya bisa menatap kelu. Ia merasa kecewa, papanya sungguh tidak peka dengan apa yang terjadi. Jelas sekali Resti kabur karena tidak ingin bertemu dengan Bu Rahmi, tapi Papanya justru mengajak wanita itu ke sini.

"Res...!" Kesya mengikuti Resti yang berlalu masuk ke dalam rumah. Di kursi rotan di ruang tamu itu Resti sedang duduk, untuk meredakan kekesalannya. Kesya hanya mampu memandang bingung, ia tidak paham dengan apa yang terjadi saat ini.

"Assalamualaikum." Pasangan baru itu memasuki ruangan yang penuh dengan foto-foto yang terpajang rapi.

"Wa'alaikumussalam." Oma datang dengan membawa sebuah baki berisi minuman. "Ini oma udah langsung buatkan minuman untuk kalian." Tak lupa Oma juga mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Maksud Papa apaan sih! "
"Klo Papa mau jemput Resti, gak usah ngajakin Bu Rahmi juga donk."

"Resti... Papa sayang sama kamu, nak." Papanya berucap. " Papa tu kesini mau-..."

"GAK!"
"Resti gak mau pulang klo ada dia." Tunjuk Resti ke arah Rahmi.

Melihat keadaan seperti saat ini, Rahmi merasa menjadi wanita yang egois. Sebenarnya ia tidak mau ikut tadi, namun papa Resti tetap kekeuh memintanya untuk ikut serta.

Andai saja Resti sebentar saja mau mendengarkan penjelasannya, pasti keadaan tidak akan serumit ini. Aku juga ingin bahagia

Hening, semua mata sesaat tertuju pada Rahmi. Hingga Resti kembali membuka suara. "Dulu saya sangat kagum kepada Ibu. Sebelum saya tau klo ternyata dibalik senyuman manis ibu, ada hati yang busuk".

"RESTI CUKUP!"

Ardi menatap nanar kepada putri tunggalnya itu. Resti benar-benar sudah kelewatan batas. Sedetik kemudian Ardi melihat mata putrinya mulai berkaca-kaca.

"Papa memang gak sayang lagi Resti!" Semua tersentak, Resti berlari menuju kamar dan menutup pintu dengan keras.

"Sebaiknya kalian pulang dulu. Nanti klo keadaannya sudah tenang kalian bisa kesini lagi". Oma menyarankan.

Ardi dan istrinya pun berpamitan pulang. Resti klo sudah mengurung diri seperti itu akan sulit untuk dibujuk.

***

Udara pagi di desa Tandu masih sangat segar dengan suasana yang asri. Jarak desa ini tidak terlalu jauh dari kota Bandung, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke sana. Namun rumah Oma jauh dari jalan raya jadi tidak terlalu banyak kendaraan yang lalu lalang.

Sebenarnya Resti masih ingin mengurung diri di kamar tapi ajakan Kesya semalam tak bisa ditolaknya. Sesuai janji Kesya, hari ini keduanya akan pergi ke air terjun Dawuan. Resti ingat, terakhir ia pergi ke sana saat ia masih kelas VII.

"Sejak kapan kamu bisa bawa motor Sya?"

"Sejak kelas XI. Aku teh malas naik bis, berangkatnya kepagian."

"Em. Nanti ajarin aku bawa motor ya."

"Sip deh."

Kesya memarkirkan motor maticnya itu di tanah lapang dekat pendopo sebuah warung yang tidak jauh dari tempat air terjun. Mereka memutuskan untuk duduk di atas batu besar . Tak lupa pula Snack dan minuman yang telah dibelinya di warung tadi.

"Oh ya Res, kamu teh nanti klo berangkat sekolah sama aku aja ya."
Kesya berujar.

"Sekolah aku kan di Jakarta, masa berangkat sekolahnya bareng kamu." Ucapan Kesya membuat ia ingin tertawa. Polos banget

"Lho, kata Oma kamu mau pindah sekolah disini. Di SMA aku juga."

Resti tersendat mendengarnya.
"Kapan Oma ngomong gitu?"

"Tadi pagi, pas kamu lagi mandi."

Resti bahkan tidak tau apa-apa. Kenapa Oma bisa membuat keputusan tanpa bertanya dulu padanya.

"Res. Kamu baik-baik aja kan?" teguran Kesya menyadarkannya.

"Eh, Iya-iya." Resti hanya tersenyum untuk menutupi semuanya.

Semua ini pasti rencana Papa. Gue sekarang benar-benar dibuang. Papa udah kemakan hasutan buk Rahmi.

...

Holla! Bab 5 akhirnya siap juga. Setelah begitu lama gk di update. Maaf ya para readers.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Wah, Resti harus bisa bersabar ya.🙍🏼‍♀️ Papanya gak mungkin bakalan ngebuang dia kan 😞.
Papanya pasti sayang banget sama Resti.

Baca terus lanjutannya ya!
Maafin ya, banyak typo.

Luv buat semuanya 😘😘.

Imagination In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang