Prolog

44 5 1
                                    

September 2018

Langit mendung, menjadi latar suasana pada siang itu. Rintik hujan mulai membasahi gundukan tanah yang baru saja ditimbun kembali. Para pengantar jenazah berlarian menepi, guna menghindari basah karena hujan.

Hanya satu orang yang masih setia berdiri memandangi makam dan sebuah pigura yang berada di depan batu nisan.

Gambar wajahnya saat tersenyum terlihat jelas di sana; di atas kuburan, seolah-olah kematian gadis itu memang yang terbaik untuknya yang tengah berdiri di depan makam gadis itu.

"Secepat inikah,"

"Lo ninggalin gue?"

"Lo nggak tega ninggalin gue sendirian di dunia ini?" Gumam orang itu, air matanya tak terlihat karena disamarkan oleh rintik hujan.

Seolah merasakan sakit di hati, orang itu memejamkan matanya agar bisa menahan emosinya. Ia baru menyangka, emosinya tak bisa terkendali hanya karena gadis yang berada di dalam gundukan tanah ini.

×××

September 2019

"Lo harus tetap sama gue!"

"Gue yakin lo masih suka sama gue!"

"Gue bakal bahagiakan lo, sampai gue mati!"

"Please, Va. Gue gamau kehilangan Lo!"

Sekelebat bayangan masalalu menghampiri mimpi Andreas. Andreas terbangun hingga bulir keringat memenuhi wajahnya.

Sekilas sinar rembulan menerpa wajah Andreas. Raut wajahnya sangat mengkhawatirkan seseorang, yang dulu selalu mengisi hari-harinya. Mengingatkan seorang gadis, dan kenangannya.

Andreas kembali membaringkan tubuhnya. Detak jantung masih dirasa, berdegup kencang tak beraturan. Matanya berkaca-kaca setelah mengingat mimpi itu. Mimpi yang mirip dengan kenyataan. Ataukah memang berasal dari kenyataan?

×××

Mentari cerah menyapa pagi Andreas yang tengah berkemas di apartemennya. Setelah mengalami mimpi buruk, Andreas memutuskan kembali ke Jakarta untuk menemui seseorang. Seseorang yang berada dalam mimpinya malam tadi.

Setelah berkemas diri dan barang, ia membooking tiket pesawat online dan mendapat jadwal penerbangan pukul 13.00 siang.

"Masih jam 7, mau ngapain dulu njir," gumam Andreas. Setelah 10 menit berfikir untuk bertindak apa, akhirnya ia memutuskan untuk mencari sarapan.

Andreas keluar dengan membawa koper ukuran medium dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Dengan sedikit berlari ia memasuki mobil dan akhirnya ia pun pergi meninggalkan apartemen yang bisa dibilang sedikit mewah itu.

Pagi di kota New York tidak sama dengan pagi di Jakarta. Pinggir jalan New York dipenuhi pejalan kaki yang lalu-lalang kesana-kemari, taxi berwarna kuning (bukan angkot) berada di sepanjang pinggir jalan, beberapa pesepeda yang lewat di atas trotoar dan kedai Pizza Italia yang masih belum buka.

Andreas memutuskan untuk singgah ke kedai kopi yang buka selama 24 jam. Sarapan dengan segelas coffee creamy latte hangat dan sepotong sandwich dan juga chocolate croissant.

Kembali mengingat mimpi malam tadi, Andreas menatap kosong ke jendela luar kedai. Teringat akan hal masa lalu, bukanlah hal yang buruk. Sambil sarapan, Andreas kembali mengingat masa bersama 'dia'...

EurasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang