1

10 1 0
                                    

Tubuhnya disana, mnerasa kesepian diantara banyak manusia didalam ruangan itu. Menunduk sembari mengutak-atik benda berbentuk persegi panjang dengan rasa campur aduk.

Dunia terlalu ramai untuknya yang punya teman sendiri, dunia terlalu bersahabat untuknya yang mengasingkan diri. dan dunia terlalu baik untuknya yang lahir penuh kesalahan.

Selepas kelas berakhir, kakinya mengikuti yang lain untuk pergi.

"Ayo kumpul dulu, aku bawa beberapa buah dari desa"

"Kamu tau kan, tugasku masih banyak. Besok aku prsentasi. Juga aku lelah, aku balik ya" Senyuman palsu itu terkembang indah di wajahnya. Membiarkan banyak manusia mengaggap dirinya baik-baik saja meski bukan itu adanya.

Kakinya makin menapak menuju bangunan yang diprsentasikan rumah. Sedangkan gadis muda itu tak yakin itu benar. Pulang dengan rasa lelah tubuh yang terlihat.

"Kamu itu, yang capek itu bukan kamu aja. kami yang dirumah juga merasakan hal yang sama"

Bergegas pergi mengguyur tubuhnya malam itu, meski jam menunjuk angka 10. Dia melamun didepan bak mandi, fikirnya kosong, matanya berkaca-kaca, sebanding dengan bibirnya yang tertutup rapat.

Tak ada yang turun, selain air guyuran. Terlalu banyak air mata, ia mulai kelelahan.

Keluar dengan diam, lalu kekamar dimana ia dan sang adik biasa istirahat. Tungkainya berjalan kearah ruang makan, berniat mengisi perut kosongnya. Ia tak akan semudah itu mogok makan, selain tubuhnya yang sehat. Apalagi yang bisa ia tonjolkan bahwa ia baik baik saja?

"Bagaimana pekerjaanmu?"

"Seperti biasanya, namanya juga bekerja"

"Bisa ayah memintamu belajar 10-15 saja sebelum tidur untuk mengulang matkulmu?"

"Tentu"

Perbincangan itu terus berlanjut, hingga topik yang paling berat ia rasa.

"Aku ingin ke psikolog, aku rasa aku butuh bantuan dek"

Yang lain memutar mata, ia sedikit berdecak tanda ketidaksukaan nya pada rencana si gadis.

"Tidakkah kamu berfikir bahwa kami juga lelah? kau tau kan bahwa Ibu dan Ayah juga sudah tua? Sudah jangan aneh-aneh"

Seperti ada yang menghantamnya tepat dijantung, lalu merubah pemikirannya untuk sembuh.

"Sholat sana, mungkin kamu lagi jauh sama Tuhan"

Salahkah dia berfikir bahwa sekarang Tuhan membencinya? Bahkan dia tidak percaya pada Tuhan?

CatatankuWhere stories live. Discover now