BAB 1 - Apakah Dia Untukku?

81 40 7
                                    

"Demikian perkuliahan hari ini saya akhiri, tolong tugasnya dikerjakan dan kumpulkan tepat waktu." Perempuan paruh baya itu mengakhiri perkuliahan hari ini.

Huh... semester terakhir ini benar-benar padat, skripsiku masih setelah jalan lagi, belum ditambah revisi-revisian dari dosen pembimbing yang kian menumpuk.

Setiap hari aku selalu tiba dirumah pukul 10. Selesai kelas, aku mampir ke perpustakaan untuk mencari bahan skripsiku. Kadang aku sampai tertidur di perpustakaan karena kelelahan. Mama tak pernah bosan mengingatkan untuk tetap menjaga kesehatanku.

"Jaga kesehatan, makan yang teratur, istirahat yang cukup. Tubuhmu juga perlu perhatianmu." Nasehat Mama setelah menyodorkan pisang goreng favoritku.

"Iya Mah, doa'in aku yaa biar cepat sidang, cepat dapat pekerjaan." Kataku sambil gelendotan manja di bahu perempuan yang melahirkanku itu. Mama hanya membalas dengan pelukan hangat.

Setiap sebulan sekali kampusku mengadakan pengajian rutin di masjid kampus. Di tengah kesiibukan aku selalu menyempatkan untuk ikut kajian bulanan ini. Biasanya aku selalu ditemani sahabatku, Fatimah, kami bersahabat sejak pertama kali kuliah disini.

"Masalah jodoh, rejeki dan maut itu sudah diatur Allah SWT, tugas kita hanya bersabar dan berusaha." Tutur seorang Ustadzah.

Jujur, hatiku sempat terketuk mendengarnya. Mengingat usiaku yang sudah hampir menginjak kepala 3. Di saat yang sama, terngiang di telingaku bahwa Mama sempat beberapa kali menanyakan kapan beliau bisa menimang seorang cucu, mengingat beliau sudah menginjak kepala 6. Teman-teman seusianya banyak yang sudah menimang cucu lebih dari 1.

"Ayo buruan... Seumuran kamu itu udah punya anak 2." Fatimah menyenggol bahuku. Dia sudah menikah 4 tahun dan memiliki 2 anak.

"Doanya aja yaa..." Aku menanggapi omongan Fatimah.

Ya, omongan sahabatku itu ada benarnya juga, sudah seharusnya aku membina bahterai rumah tangga dengan orang yang ku cintai dan mencintaiku, dan tentunya melahirkan anak-anak yang sholeh dan sholehah.

Cinta? Ah, 5 huruf itu terasa asing di telingaku. Selama hidup aku tak pernah tertarik dengan lawan jenis, kalaupun iya, aku lebih suka menganggapnya sebagai kakak laki-laki atau sahabat.

Ah sudahlah. Toh menikah itu sunah kan? Daripada menikah dengan orang yang salah lalu berujung perpisahan? Saat ini pikiranku hanya untuk skripsi. Aku yakin jika aku ditakdirkan untuk menikah, Allah pasti akan mengirimkan lekaki yang siap membimbingku hingga ke jannahNya.

Kesampingkan dulu masalah jodoh, dan kembali ke skripsiku.

Skripsiku sudah bisa dibilang hampir 80% selesai. Dosen pembimbing memintaku untuk mengikuti seminar di luar kota untuk melengkapi skripsi. Selangkah lagi gelar sarjana hukum akan membelakangi nama lengkapku.

Seminar dilangsungkan di salah satu universitas di kota Bandung. Seminar berlangsung selama 3 hari. Tapi aku memilih seminggu menginap di Bandung, selain untuk seminar aku juga ingin menyendiri sejenak agar aku bisa lebih fokus dengan tugas akhirku ini.

"Hati-hati disana, jangan tinggalkan sholat. Jangan terlalu fokus dengan skripsi, pikirkan juga perihal siapa yang menjadi pendamping hidupmu kelak. Ingat nak, Mama tahun ini sudah menginjak kepala 6. Sebelum dipanggil oleh-Nya, Mama ingin memastikan kebahagiaanmu, sayang. Bisa saja kan jodohmu ternyata ada di Bandung." Kata Mama seraya membantu memasukkan baju-baju ke dalam koper.

"Insya Allah, Mah.. doakan saja yang terbaik untuk putri tunggal Mama ini."Aku mencium punggung tangan perempuan di hadapanku itu.

Aku memutuskan naik kereta ke Bandung. Kereta yang ku tumpagi ini akan berangkat dari stasiun Gambir. Perjalanan ini akan di tempuh kurang lebih 3 jam. Dalam perjalanan aku hanya menikmati permandangan dari jendela kereta, sambil sesekali melihat poster seminar yang diberikan dosen pembimbing beberapa hari lalu.

TAKDIR CINTA [DALAM PROSES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang