4

8.7K 337 6
                                    


"Aku mau menikah dengan Mas Firman, tapi ada syaratnya," kata Rania memulai obrolan.

Setelah semalaman berpikir, Rania meminta Firman dan Nabilla bertemu di sebuah rumah makan. Keduanya datang sesuai dengan jam yang telah dijanjikan.

"Apa syaratnya?" tanya Nabilla.

Firman menyandarkan tubuhnya ke kursi mencium gelagat kurang baik. Tangannya menyilang di dada menanti jawaban dari mulut Rania.

"Pertama aku mau menikah seperti wanita pada umumnya, dengan pesta meriah dan mengundang saudara serta tetanggaku."

Nabilla berpikir sebentar lalu menarik alis dan mengangguk.

"Kedua aku mau kalian jelaskan kedudukanku pada karyawan lain di kantor, membersihkan namaku dari label pelakor. Ketiga aku mau minta tiga puluh lima persen saham perusahaan."

Firman terkejut mendengar syarat terakhir dari Rania. Pria itu membuka mulutnya ingin menolak tetapi Nabilla menahannya.

"Baik, tapi aku juga minta satu syarat sebagai istri pertama. Jika kamu tidak setuju anggap saja kesepakatan ini batal."

"Apa syaratnya?"

"Anak pertama yang kamu lahirkan akan jadi milikku, anak itu hanya boleh tahu aku ibu kandungnya dan kamu ibu tirinya. Bagaimana?"

Firman tidak percaya dengan obrolan kedua wanita di depannya. Dia yang tadi duduk santai mulai tegang dan emosi. Napasnya sedikit memburu karena menahan amarah.

Rania nampak berpikir keras, 'Nabilla ini sangat licik' pikir Rania. Akan tetapi, Rania tidak punya pilihan lain.

"Baiklah aku setuju!"

"Apa-apaan kalian ini? Kalian anggap aku ini apa?" Firman sangat marah, menggebrak meja kemudian pergi meninggalkan rumah makan itu.

Nabilla berlari mengejar Firman. Dia ketakutan melihat kemarahan Firman. Sementara Rania tersenyum puas melihat semua itu. Tak ada yang peduli meski para pelanggan restoran yang datang memerhatikan mereka.

***

"Apa aku salah, Ma?" tangis Nabilla menjadi. Duduk dan menangis di pangkuan ibu mertuanya.

"Niatmu tidak salah tapi caramu salah, kamu mengabaikan suamimu dan mengambil keputusanmu sendiri. Kamu istri, dan yang berhak ambil keputusan itu suamimu, pantas saja dia marah. Harga dirinya diinjak-injak."

"Tapi aku tidak bermaksud begitu, Ma."

"Mama tahu, tapi alangkah baiknya jika suamimu yang ambil keputusan. Bukan kamu!"

"Aku harus bagaimana, Ma?"

"Minta maaf, Nak. Seseorang tidak terlihat rendah dengan meminta maaf."

Brakk...

Firman membuka pintu kamar ibunya dengan kasar. Ibu dan istrinya sampai terjingkat. Raut wajah Firman lebih terlihat khawatir daripada marah.

"Bicaralah baik-baik dengan kepala dingin. Jangan emosi! Mama tinggal, ya?" Bu Retno beringsut pergi.

Firman berjalan mendekati Nabilla. Sementara wanita cantik itu masih duduk di lantai, tertunduk penuh rasa takut. Firman duduk di atas ranjang memandang istrinya. Selama ini Firman tak pernah melihat istrinya seperti itu.

"Kamu Nabilla kan?" tanya Firman memecah keheningan.

Nabilla mengangguk perlahan.

"Jangan bohong!"

Nabilla memberanikan diri mengangkat wajahnya, memandang suaminya penuh tanya.

"Nabilla istriku tidak seperti ini, ambil keputusan sendiri, membuatku khawatir dengan pergi tanpa kabar, dan ketakutan melihatku." Firman berkata lembut.

Dua Cinta Satu Atap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang