10

19.2K 495 48
                                    

"Aku mau tambah lagi," kata Firman seperti orang yang seminggu tidak makan.

Rania senang melihat suaminya begitu lahap makan malam. Dengan cekatan dia menyendok nasi dan menghidangkannya di depan sang suami.

"Mantap masakanmu malam ini, Nia, aku senang kamu mulai belajar lebih baik," puji Firman setelah menghabiskan dua piring nasi. Tak lupa pria itu memberikan kecupan mesra pada istri mudanya.

"Aku istirahat dulu, ya? Tadi banyak pekerjaan di kantor."

Rania mengangguk senang, suaminya begitu lembut dan romantis. Sikap Firman malam itu memacu semangat Rania untuk berubah lebih baik lagi.

Malam semakin larut, tetapi Rania belum bisa tidur. Wanita itu berpikir bagaimana caranya membuat Firman terkesan tanpa bantuan Nabilla. Dia bangkit dari ranjangnya, membuka lemari, memilah baju yang bisa dipakai Firman besok.

Setelah menemukan baju yang dianggap membuat sang suami semakin tampan, Rania segera menyetrika baju tersebut. Setelah selesai, bajunya langsung disiapkan di atas sofa di kamar. Rania tersenyum membayangkan ekspresi suaminya esok pagi.

Malam itu Rania tak dapat tidur dengan lelap. Tak sabar menunggu pagi tiba. Saat terdengar suara azan Subuh, dia langsung turun ke dapur, memasak dengan semangat menggebu. Kemarin Nabilla sudah membantunya menyiapkan bumbu untuk menu hari ini.

"Rajin sekali putri mama?" Bu Dewi tersenyum sumringah melihat semangat putrinya.

"Coba Mama cicipi!"

Bu Dewi mengambil sedikit kuah dan menuangkannya pada telapak tangan, lalu menjilat kuah itu. "Mantap, kok!"

Rania terlihat senang sekali, hari ini semua pekerjaannya berjalan lancar. Dia merebus air dan membuat teh hangat untuk suaminya. Setelah semua selesai wanita itu kembali ke kamarnya untuk mandi dan membersihkan badan.

Jam tujuh tepat Firman turun ke meja makan. Wajahnya terlihat cerah dan tampan. Tak terlihat lagi wajah kesal dan emosi seperti hari-hari sebelumnya. Rania menyendok nasi untuk suaminya berikut sayur dan lauk pauknya. Firman makan hingga habis, meskipun tak selahap tadi malam.

"Masakanmu sudah ada kemajuan, tapi kurangi garamnya sedikit lagi. Aku tidak suka asin," kata Firman membelai rambut istrinya.

Rania memang tidak mengenakan hijab saat berada di rumah. Dia berpikir jika tak ada orang lain di rumah itu selain keluarga sendiri. Pun juga sudah sejak dulu dia memang begitu.

Firman meraih teh dan meminumnya. Akan tetapi, hanya seteguk lalu berhenti. "Ayo ikut aku!" ajak Firman.

Rania mengekor dengan perasaan was-was. Firman menyalakan kompor dan merebus air. Lalu, mengambil gelas dari rak piring. Tak lupa sendok kecil serta toples gula.

"Semua gelas di rumah ini ukurannya sama. Setiap satu gelas minuman aku hanya suka dengan satu sendok teh gula. Apa pun minumannya, teh, kopi, atau jus sekalipun. Ayo tuang air panasnya!" Firman menjelaskan dengan lembut.

"Air panasnya setengah saja! Aduk setelah itu tambahkan air dingin." Firman mendikte istrinya.

Rania melakukan semua petunjuk sang suami. Setelah teh hangatnya sudah siap, Firman meneguknya hingga habis. Lalu mengacungkan jempol pada wanita di depannya. Karena senang tanpa sadar Rania memeluk suaminya. Firman sedikit terkejut, tetapi sadar hubungannya telah halal.

Pria itu mengusap rambut Rania sembari mencium keningnya. "Aku berangkat kerja dulu, ya?" Pamit Firman.

Rania mencium tangan suaminya. "Good luck sayang, hati-hati di jalan!"

Dua Cinta Satu Atap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang