Hari ini aku dipanggil Pak Anto untuk pergi mengurus beberapa dokumen yang masih belum selesai. Kebetulan sore nanti aku juga harus mengikuti tes TOEFL, ini adalah fasilitas dalam negeri sekaligus bekal terakhir mereka untuk beasiswaku. Setelah ini aku tinggal mengurus dokumen keberangkatan dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke Inggris.
Sebenarnya masih setengah tahun lagi, ini sudah bulan September dan aku akan berangkat akhir Febuari. Jujur, aku masih menimang-nimang banyak hal dan mengundurkan diri dari beasiswa ini juga masuk ke dalam daftar pilihanku.
Meski pihak rumah sakit sudah mengatakan kalau kondisi Mami sudah membaik, membayangkan aku berangkat ke luar negeri sementara Mami hanya berbaring tanpa teman di rumah sakit membuat dadaku sesak. Padahal dulu sesukar apapun masalahku Mami mana bisa senang-senang tanpa menemaniku terlebih dahulu.
Karena hari ini aku akan mengikuti ujian maka aku putuskan untuk pergi mengunjungi Mami terlebih dahulu. Saat aku masuk dan membelikan cemilan crackers keju kesukaannya aku bisa melihat betapa senangnya Mami. Ia menyambutku senang dan memamerkan kemampuan barunya一menjahit pakaian dengan benang wol.
"Mih, kita tinggal di negara tropis..." Kataku sembari mengupas jeruk.
"Ya kan nanti kamu bakal ke Inggris, harus banget dong ada persiapan."
"Aduh, nanti dapet uang bulanan juga kok Mih, daripada Mami cape-cape begini juga."
"Hush udah!" Mami melempar gulungan bola wol ke wajahku, "biar ada kenangan! Kalo kamu emang gak mau bisa buat Kakak, kok."
"Diih!" Aku meringis kesal, "gak gak gak, harus aku di atas segalanya!"
Mami hanya terkekeh dan melanjutkan kegiatannya. Ia terlihat sangat menikmati dunia merajut, sampai-sampai aku mulai mengenang hal-hal sekecil ia memasakan nasi goreng untuk aku dan Kakak malam-malam karena kami menggonggong paksa一secara harafiah, oke?一Mami dari dulu sangat suka masak dan makan, namun di rumah sakit pergerakan beliau banyak dibatasi.
"Eh, Mami denger-denger si Kansa mau tunangan, ya?"
Ya, ya, ya lagi-lagi Kansa lagi-lagi Kansa. Kayak di dunia ini gak ada hal lain aja sih selain makhluk yang satu itu? Karena namanya, kenangan yang barusan indah menjadi suram.
Sembari memutar bola mata aku menghela napas, "Iya tuh, kayaknya gatau bener."
"Ih, kan kamu yang dateng ke sono!" Mami mulai memasang ekspresi muka berandai-andai, "Kok bisa ada yang mau ya sama dia?"
Nah! Itu dia poin utamanya. Dia cantik aja enggak, pinter apalagi. Mana gayanya kayak orang kampung, bagus aja Riska selalu main sama dia dan gayanya keren-keren jadi tidak terlalu norak melihat Kansa.
"Ih Mami, gak boleh gitu ah!"
"Ya emang iya kan? Katanya cowoknya pegawai kantoran mapan, ganteng pula, iya tah?"
Oh, si Raden? Ganteng dan kelihatan mapan sih, tapi karena aku tidak bisa mengenal dia lebih dalam kurang tahu juga. Bisa jadi dia mapan cuman keliatan aja dan ternyata ketua divisi yang dia maksud itu ketua divisi kebersihan alias OB.
"Keliatannya ganteng sama mapan sih, keliatannya lho ya!"
"Ah, tapi gak mapan juga lumayan lah kalo ganteng. Biar anaknya ga kebanting-kebanting amat,"
I can't agree more, benar-benar betul. Apalagi si Kansa norak banget, baru menang sekali aja sudah ngelunjak.
"Kalo kamu kapan?"
Pertanyaan Mami barusan mengejutkanku, nyaris saja piring kecil tempat kulit jeruk aku jatuhkan. Mungkin efek piring nyaris jatuh hal yang pertama muncul di kepalaku adalah Pak Arden. Ngomong-ngomng perbuatannya malam itu masih tidak masuk diakal buatku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ninetynine of Hundred
Teen FictionKalau Adine adalah orang yang hidup didunianya sendiri, maka Arden adalah orang yang terobsesi dengan dunia itu. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ Tuntutan pernikahan dari keluarga besar dengan pemikiran primitif, membuat Adine Issabella Lim semakin pusing p...