Hai, apa kabar? Terima kasih sebelumnya, karena kamu mau menyempatkan waktu untuk membaca catatanku ini, aku senang sekali.Baiklah, untuk pembukaan aku akan membeberkan sedikit latar belakang kenapa aku membuat catatan ini.
Pertama, tulisan ini kutulis saat aku tengah berada dalam fase terpuruk. Dimana aku merasakan puncak dari rasa capek. Ya, capek jiwa dan raga. Tapi aku bersyukur, Allah yang Maha Baik mengirimkanku orang-orang luar biasa untuk menguatkan langkahku. Merekalah sumber inspirasiku untuk menulis catatan ini. Sekali lagi terima kasih untuk motivasinya. :)
Kedua, aku ingin tulisan ini menjadi titik balik bagi siapapun yang akan membacanya, entah dimanapun dan kapanpun itu. Terlebih khusus untuk aku pribadi. Aku berharap ketika kita bersua dengan fase itu kembali, kita punya alarm pembangkit asa. Iya, itulah tujuan utama catatan ini kutulis. Agar langkah kita tetap pada koridor yang seharusnya, agar kita tahu bagaimana cara menyiram hati yang kering.Singkat saja, aku akan memulai catatan ini dengan sebuah pertanyaan. "Mengapa hidupku seperti ini, Ya Allah?"
Sedih. Teramat. Dalam. Rasa yang lazim dirasakan oleh manusia di seluruh dunia. Sudah fitrahnya manusia merasakan itu. Tanpa rasa itu, kehidupan takkan berarti. Tidak ada jalan yang selalu mulus, rata, tanpa tanjakan atau turunan. Begitulah hidup. Acap kali kita merasa bahwa kitalah manusia paling menderita sedunia. Hei, sudah lupakah kita? Tentang roda kehidupan yang terus berputar. Setiap manusia memiliki rodanya masing-masing. Maka berlaku pula porsi bahagia dan porsi kesedihan bagi tiap individu. Semua sudah ada takarannya.
Lalu jika sedih adalah sifat manusiawi, bolehkah kita berlarut-larut di dalamnya? BIG NO. Layaknya hujan, ia boleh datang tapi tidak boleh terlalu lama. Jika diteruskan, dampak negatif akan bermunculan. Harus ada matahari yang menghentikannya. Lalu dengan sinarnya, mengubah tetesan air itu menjadi formasi cahaya yang mengagumkan. Pelangi namanya. So, nangis itu nggak dilarang kok, tapi jangan lupa senyum setelahnya.
Banyak macam hal yang dapat mengundang kesedihan. Dalam kacamataku sebagai pelajar, kesedihan yang paling sering terasa adalah ketika jerih payah kita tidak membuahkan hasil yang konkret. Nilai yang bagus misalnya. Sudah mati-matian belajar, namun ya hasilnya tetap gitu-gitu aja. Bahkan juga pernah terlampau jelek. Sebagai pelajar, tentunya kita punya cita-cita yang tinggi. Menata rencana sedemikian rupa, menyiapkan strategi sebaik mungkin, demi tergapainya cita-cita tersebut.
Maka wajar saja, jika rencana yang telah rapi itu tiba-tiba rusak tatanannya karena realita yang tidak sesuai ekspetasi. Sedih? Banget. Kecewa? Ah, jangan ditanya! Putus asa? Hmm, bisa jadi.
"Mengapa Allah memberi ujian seberat itu kepadaku? Mengapa Allah tidak mengabulkan doa-doa ku?" Dan kalimat ini pun tak henti-hentinya terngiang dalam ratapan. Benar kan?
Poin untuk sukses itu ada dua. Ikhtiar dan Tawakkal. Kalo udah usaha maksimal tapi ternyata nilai masih pas-pas an, coba deh kita introspeksi diri. Gimana tawakkalnya? Ibadahnya udah semaksimal usaha kah? Atau jangan-jangan masih kurang? Ingat loh, nggak ada yang bisa menyempurnakan usaha seseorang kecuali Dia. Usaha yang tidak diselaraskan dengan doa sampai kapanpun takkan bernilai. Sebab hanya Dia-lah alasan kita untuk sukses.
Rasa kecewa itu muncul, bisa jadi karena Allah ingin kita bersimpuh kepada-Nya. Ia rindu tangisan dan rengekan kita. Melalui rasa sedih serta kecewa, Allah menegur kita, agar kembali mendekat kepada-Nya. Sadarkah kita akan hal itu?
Kalau udah nyadar dan udah mulai mengoreksi diri, coba deh kita mikir satu simpul besar dalam hidup kita. Siapa pencipta alam semesta? Allah kan. Kita hidup di dunia karena siapa? Allah juga. Lalu siapa yang memiliki hak prerogatif tertinggi atas alam semesta dan kehidupan? Hanya Allah.
Kita adalah manusia yang lemah, juga terbatas. Hanya bisa bermimpi serta berusaha. Manusia itu cuma bisa berencana. Namun Allah-lah yang menentukan segalanya. Termasuk menentukan rencana hidup setiap makhluk ciptaan-Nya. Area ini tidak bisa dikuasai oleh manusia. Maka kita takkan diminta pertanggungjawaban apapun atas hal ini. Termasuk contohnya yaitu hasil dari usaha kita. Entah nilai yang bagus atau jelek, semua itu nggak menambah atau mengurangi pahala dan dosa kita. Karena menentukan hasil itu merupakan hal yang diluar kekuasaan manusia, akankah adil jika hasil (nilai) masuk dalam penimbangan amal? Tidak kan.
Nah, masalahnya kita sering abai akan suatu hal. Allah nggak pernah tidur. Dia selalu mengawasi tiap usaha yang kita lakukan, kemudian meminta pertanggungjawaban atas usaha kita. Maka selama usaha kita tetap sesuai dengan syariat-Nya, Insyaallah usaha itu tidak akan sia-sia. Mulai sekarang coba tanemin dalam hati kita, selalu junjung tinggi nilai kejujuran. Karena harganya amat mahal, nggak cocok buat orang-orang murahan. Urusan moral kebawa sampai akhirat. Sedangkan urusan nilai enggak, ia sebatas perkara duniawi.
Kalau misal nih, udah ikhtiar dan tawakkal maksimal tapi hasil belum sesuai harapan. Maka tetaplah berbaik sangka kepada-Nya. Selalu optimis setiap saat. Legowo, ikhlas, dan sabar adalah kunci damainya hidup. Dengan meletakkan rencana-Nya di atas rencana kita. Yakin bahwa yang Allah berikan adalah yang terbaik bagi kita. Usaha kita pasti berhasil. Cuma kita nggak tahu aja kapan Allah nunjukin ke kita hasilnya itu. Di balik ujian yang datang, Allah udah mempersiapkan hadiah terindah bagi hamba-Nya. Tinggal tunggu tanggal mainnya aja.
Catatan penting nih bagi kaum pelajar! Yuk perbaiki intention kita. Kita belajar menuntut ilmu bukan untuk hasil yang di luar ikhtiar kita. Tapi untuk IBADAH. Semata-untuk mengharap ridho dari-Nya. Dan tak lupa, jangan patah semangat! Jatuh itu wajar, pun sama halnya dengan sedih dan kecewa. Sesakit apapun rasanya, kita harus bangkit. Kalau nggak kuat lari, coba untuk jalan. Kalau jalanpun nggak kuat, cobalah merangkak. Pokoknya JANGAN MENYERAH.
Terakhir, aku mau bilang.
Aku nulis catatan ini bukan berarti aku sok suci atau merasa yang paling bener. Aku nggak munafik, karena aku juga pernah melakukan beberapa pelanggaran yang nggak seharusnya dilakukan. Aku nulis ini semua bukan berarti aku sudah baik, tapi aku masih sedang dalam proses menuju baik. Aku pingin ngajak kamu yang lagi baca tulisan ini untuk sama-sama berproses menjadi baik bersamaku. Karena aku tahu, sendirian itu nggak enak :)Salam sukses dari aku yang faqir ilmu.
-Nadia Alizza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ya Allah, Aku Lelah, Boleh Curhat Sejenak?
RandomSecarik catatan motivasi untuk aku, kamu, dan kita yang sedang berjuang untuk menjadi lebih baik :)