Bel pulang sekolah berdering. Pelajaran terakhir selesai. Setelah berdo'a, semua siswa meninggalkan kelas.
"Pulang sama siapa, Ri?" Tanya Abiem.
"Sendiri saja." Jawab Riri.
"Motoran?" Tanya Abiem lagi. Riri menggeleng.
"Tadi pagi berangkat bareng ayah ke kantor. Ini nanti pulangnya mau ngangkot aja." Kata Riri.
"Sayang sekali, hari ini sepulang sekolah aku ada kelas karate. Andai tidak ada kelas, pastilah kuantar kamu pulang." Kata Abiem.
"Nggak usah repot-repot, Biem. Aku bisa pulang sendiri, kok." Kata Riri sambil menyandang tasnya di bahu.
"OK! Kalo gitu, hati-hati ya." Pesan Abiem.
"OK." Kata Riri sambil berlalu. Abiem memandangi gadis itu dengan was-was. Abiem khawatir jika terjadi sesuatu dengannya. Bagaimanapun, dia masih asing di sini.
Riri melangkahkan kaki keluar gerbang sekolah. Sekolah barunya memang beda dengan sekolahnya dulu. Lebih luas, lebih lengkap fasilitasnya. Siswa-siswanya pun jauh berbeda. Di sekolahnya dulu, para siswa pergi ke sekolah naik sepeda kayuh. Di sini, hampir semua naik motor. Jika tidak naik motor, sudah ada yang antar-jemput naik mobil. Tampaknya, hanya Riri saja yang naik angkot.
Riri masih berdiri di depan sekolah ketika sekolah sudah mulai sepi. "Ayah hari ini lembur, Ri. Bunda juga ada arisan nanti. Kamu pulang sendiri, ya! Bisa naik angkot No.06. Paling 15 menit sampai depan rumah, kog." Pesan ibu tirinya tadi pagi.
"Iya, Bunda." Jawab Riri sambil mencium tangan ibu tirinya.
Kini, Riri jeli memandang nomor-nomor angkot yang lalu lalang di depannya. Sudah banyak yang penuh dan tidak mau berhenti. Hingga akhirnya, lewatlah satu angkot bernomor 06. Angkot itu berhenti tepat di depan Riri. Angkot masih kosong. Hanya ada sopir dan kernet di dalamnya.
"Ngangkot, Neng?" Si Kernet menawarkan jasa. Sebenarnya, Riri ragu untuk naik sendiri. Tapi, dia meyakinkan diri, di jalan nanti pasti ada penumpang lain yang naik. Riri pun akhirnya masuk angkot.
Angkot mulai berjalan meninggalkan sekolah. Riri asyik memandang sekeliling. Lumayan, bisa untuk orientasi medan. Begitu pikir Riri.
Angkot terus melaju. Riri tidak menyadari kalau kernet angkot itu terus melototi wajah dan tubuh Riri. Si sopir pun sesekali melirik Riri dari kaca. Riri tidak menyadari kalau pintu angkot sudah ditutup rapat. Angkot melaju semakin cepat. Riri melihat arlojinya. Sudah lima belas menit lebih angkot berjalan tapi gerbang kompleks rumahnya belum tampak juga. Juga, tidak ada penumpang lain yang naik.
Riri mulai curiga. Apalagi, dia menyadari pintu angkot tertutup. Kernet angkot sudah berpindah duduk di sampingnya, memandangi dia dengan pandangan jalang. "Stop, Pak! Stop! Sepertinya saya salah jurusan!" Teriak Riri begitu menyadari angkot itu berjalan tidak sesuai rute trayeknya.
"Tidak salah jurusan, Manis... Kita akan jalan-jalan dan bersenang-senang dulu... Hahahahaha..." Kata si kernet angkot sambil mencubit pipi Riri. Riri menepis tangan kenek itu.
"Hentikan, Pak! Berhenti! Hentikan angkotnya!" Teriak Riri. Namun, sopir dan kernet angkot malah tertawa-tawa.
"Jangan lupa sisakan untukku! Hahahaha..." Kata si sopir pada kernetnya.
"Tenang, Bang! Hari ini, kita dijamin puas! Hahahaha... Hmmm... Cantik, ayo kita bersenang-senang!" Kata kernet angkot sambil mendekap tubuh Riri. Riri meronta.
"Lepaskan! Lepaskan!" Teriak Riri.
"Ayolah, kita bersenang-senang!" Kernet itu tidak melepaskan dekapannya. Bahkan, dia mencoba mencium Riri. Aroma minuman keras menyeruak dari mulut kernet itu.
"Lepaskan! Lepaskan!" Riri meronta dan memukul si kernet. "Toloooong...!" Teriaknya tapi, percuma. Angkot bergerak sangat cepat. Tiba-tiba, Riri dapat ide. Dia memeluk kernet itu dan langsung menggigit leher si kernet, seperti vampir yang menerkam mangsanya.
"Aduh... Aduh... Aduh!" Kesakitan, kernet angkot itu melepaskan pelukannya. Riri tidak menyia-nyiakan kesempatan. Segera dia mendobrak pintu angkot. Pintu terbuka. Tanpa mempedulikan angkot yang melaju kencang, Riri melompat dari dalam angkot. Tubuhnya terguling. Dia tidak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abiem
Teen FictionAbiem disudutkan pada pilihan yang rumit. Papanya menjodohkan dia dengan Utari sedangkan dia sendiri jatuh cinta pada Sundari. Di satu sisi, Abiem tidak bisa menuruti keingingan papanya. Dia sangat menyayangi papanya dan tidak ingin mengecewakannya...