Bab IV

60 4 0
                                    

Present Day

==============================

Kesibukanku belakangan ini sungguh membuatku stress. Menjadi anak bungsu yang mewarisi kerajaan besar yang dibangun ayahku tidaklah mudah. Salah satu bisnis yang dipercayakan olehku adalah bagian tekstil yang menangani urusan ekspor pakaian kemeja wanita untuk salah satu brand internasional. Toko butik-ku merupakan luapan kesenanganku akan fashion. Aku senang rapat hari ini dengan klien sudah selesai sore tadi. Sehingga sekarang aku bisa berbaring di kasurku yang empuk. Kuraih handphone, aku membuat group chat dengan Clara dan Karren. Semoga saja mereka tidak sibuk dan belum tidur, batinku.

Beep. (app chat-ku berbunyi)
Clara has joined the group.

Aku tersenyum, seperti biasa, yang selalu join duluan pasti Clara.

Clara: heey... Ada berita apa? Biasa kalo loe bikin group chat pasti ada news deh. Bad or good news?

Shienna: Hihihi, tau aja loe. Hmm... Bad or good yaaa. Tar deh tunggu si Karren join dulu. Gue miskol dulu, biar dia tau ada group chat.

3 minutes later

Karren has joined the group.

Clara: Nah... Akhirnya join juga. Na... Mau gosipin apaa?

Shienna: Bukan gossip siih, cuma mau kasih tau aja. Pada masih inget ga sih cowo yang waktu terakhir kali kita ketemu di cafe? Yang wajahnya familiar buat gue? Ternyata dia itu kakaknya si Elvin!!! Idola gue waktu kelas 10. Tapi gue ga pernah kenal akrab sama dia.

Clara & Karren: Oooh yaa?

Karren: Wah, sekarang loe bisa kenal dekat dunk sama dia. Secara kan si Elvin uda jadi adek angkat loe.

Clara: Iya, betul!!!

Shienna: Ah, ga juga lah, lagipula dia juga ga bakal inget sama gue koq. Dan gue harap juga semoga dia kaga inget. Ada hal yang memalukan soalnya dulu itu....

Karren: Hayooo, dulu kenapa mang?

Shienna: Ceritanya nanti aja agh kalo ketemu lagi. Biar pada penasaraan. Weeq...

Clara: iigh, ngerjain deeh. Ya ud, ga pada penasaran koq. Huh..

Karren: iya, biasa aja tuuh. :p :p :p

Shienna: Hahahaha. Kalian... Btw, besok lusa si Elvin mo mampir ke sini. Ngumpul yook, dah lama juga ga pada ketemuan sama Elvin kan? Eh, tapi awas yaa, jgn crita yang aneh2x dulu ke dia.

Karren: Hahaha. Iya deh bu... Gue ngantuk tingkat tinggi neeh. Ke pulau kapuk duku yah.. Nite.

Clara: Gue juga mau off dulu. Besok pagi2x kudu ke tempat klien di luar kota. See u all. Nite...

Shienna: OK deh, nite all.

Aku beranjak bangun dari tempat tidurku menuju meja rias. Kupandangi pantulan wajahku di depan cermin. Setiap kali jika aku marah, kesal ataupun kesepian, hanya bayangan diriku-lah yang kuajak bicara. Kutatap tajam ke dalam kedua bola mataku. Seperti inikah pancaran mata kesepian?, batinku. Rumah ini terlalu besar untuk hanya dihuni oleh aku dan pembantuku. Kedua orang tuaku sibuk mengurusi bisnisnya dan lebih banyak tinggal di luar negri, begitu juga dengan kedua kakakku. Aku sejak kecil diasuh oleh orang yang kupanggil ibu; yang dimana adalah adik perempuan dari mamaku. Ya, aku dititipkan di Moneach City sejak aku masih bayi, karna pada jaman itu sedang hebohnya kasus penculikan anak2x konglomerat, dan dengan rendahnya tingkat penyelesaian kasus. Akhirnya disepakati kalau aku harus diasuh di kota lain sehingga tidak ada satupun yang tau akan keberadaanku. Mereka hanya mengu jungiku setahun sekali.

Aku tidak mempunyai kenangan masa kecil yang indah, tak bisa kusebutkan satupun hal yang membuatku bahagia. Tinggal dengan ibu yang temperamennya berubah ubah bagaikan neraka bagiku. Anehnya jika kedua orangtuaku mampir, dia bertingkah bagaikan malaikat, menceritakan hal-hal yang tidak benar tentang diriku. Membuatku seperti anak yang nakal. Aku tidak bisa menceritakan apa yang aku alami, karna percuma bagiku. Mereka tidak akan mempercayai kata-kataku. Aku hanya bisa diam dan menyimpan luka ini. Aku benci kenapa mereka meninggalkanku. Aku benci tidak didengar, tapi aku tau papa mama menyayangiku. Moment yang paling bahagia buat aku saat itu adalah kunjungan kedua orangtuaku, sebab mereka selalu memanjakanku. Tapi mengingat kembali 330 hari yang harus kujalani lagi, membuat hatiku diselimuti ketakutan.

Tanpa terasa air mata sudah menetes di kedua pipiku. Pandangan mataku mulai kabur oleh genangan air, aku tidak bisa melihat jelas wajahku lagi. Teringat kembali semua luka, kepedihan yang harus kualami. Aku sudah mengubur dalam semua kenangan masa laluku di moneach city ketika pertama kali aku menetap di Sunning City. Tapi sekarang dengan mudahnya semua kenangan tersebut menghantuiku lagi. Ku usap air mata dengan kedua tanganku, sambil tersenyum menatap orang yang ada di depanku dan berkata. "No need to cry anymore, you are a strong and tough girl. Remember!! STRONG and TOUGH girl!!!!"

Kudapati kembali kepercayaan diriku. Tapi rasa malu akan kebodohan masa remaja yang kubuat masih belum bisa hilang. Rasa malu tersebut masih sama jika kuingat kembali kejadian itu. Saking malunya, aku mengambil bantalku dan menutup mukaku ini sambil berteriak, "Hooaaaa.... Kenapa aku bisa senekad ituuuu... Huhuhuhuhu. Aku menyesalinya sampai sekarang."

Walaupun aku bilang sudah mengubur kenanganku. Namun karna Eddie, aku mengingat kembali serangkaian moment yang ada. Dimulai dari Ryan Tse, gebetanku. Aku mulai bernostalgia di balik kasurku.

==============================

Past Time

==============================

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi. Aku dan ketiga sahabatku langsung beranjak pergi meninggalkan pintu ruangan sekolah kami menuju ke depan aula.

"Lalu gimana?", sahut Gina antusias. "Kamu jadi kan Shien? Dengan kesepakatan kita kemaren?

"Uurm...", jawabku ragu. Tapi karna ini adalah sebuah tantangan, dan aku paling pantang kalau menolak sebuah tantangan. Lagipula cuma minta foto sama nomer telepon saja. Apa susahnya? "Ya, ok", jawabku. "Tapi inget yah, abis ini imbalannya apa!!!"

"Iya.... ", Rina menimpali.

"Loe yakin Shien? Berani?", tanya Lisye dan Chyntia dengan wajah memelas, seakan memohon untuk tidak melakukan tindakan konyol tersebut. 

Namun aku sudah terlanjur menerima tantangan ini, maka dengan yakinnya aku menjawab YA.

Dari kejauhan terlihat Eddie sedang berjalan santai turun dari tangga sekolah, sambil memegang tas ransel di sebelah kanan tangannya, berjalan dengan agak sedikit membungkuk. Memang harus ku akui bahwa pesonanya memang sangat kuat, maka tidak heran jika banyak cewek di sekolah ini menaksirnya. Ketika dia mulai berjalan mendekati ke arah kami, aku mengumpulkan seluruh keberanianku untuk melangkahkan kaki ke arahnya untuk mencegatnya.

"Hai!!", sapaku sambil mencegat jalannya dengan tanganku. Dengan wajah kebingungan dia menatapku yang sudah berada di sebelahnya. Dalam hatiku aku tidak percaya kalau aku berada begitu dekat dengan wajahnya, dan kerongkonganku tercekat tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Cookies LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang