Aku teringat apa yang pernah dikatakan Hamish sembilan tahun yang lalu.
"Bagaimana kalau aku menyukaimu, Flo?"
Saat itu, aku hanya diam. Bingung dengan perasaanku sendiri. Hamish adalah temanku. Aku senang bermain dengannya, tapi aku tak pernah berpikir lebih dari itu. Sejak itu, Hamish seperti menghindari. Dia bilang tidak bisa berteman denganku lagi. Dia menjauh. Aku kehilangan teman terbaik. Seperti ada sesuatu yang tercerabut dari jiwa. Saat aku menyadari hal itu, Hamish sudah pergi. Dia kembali ke kota asalnya. Aku tak pernah melihatnya lagi.
Malam itu, Hamish kembali membuatku tertegun. Menjadi perempuan yang dipilih Hamish? Apa dia sungguh-sungguh? Dengan segala yang melekat padanya, rasanya dia akan mudah mendapatkan gadis seperti apa pun yang diinginkan.
"Apa kau serius? Rasanya aku tak pantas untuk menjadi perempuan pilihanmu."
"Kau percaya padaku, Flo? Aku pun sama sepertimu. Aku sedang belajar. Kalau kau bersedia, menikahlah denganku. Kita berproses bersama untuk saling menguatkan."
Rasanya tawaran itu terlalu indah. Mataku basah. Mulutuku terkunci rapat. Tak sanggup memberi jawaban untuk pertanyaan lelaki itu.
"Pikirkan baik-baik, Flo. Kau tak harus menjawab pertanyaan itu sekarang."
Hamish kembali memasuki gedung, sementara aku memutuskan untuk pulang. Aku butuh orang lain untuk menguatkan. Kuambil telepon seluler untuk menghubungi Zul.
"Congratulations, Cinderella! Akhirnya ada pangeran yang menyelamatkanmu." Zul terbahak senang mendengar ceritaku.
"Cinderella? Aku lebih suka jadi Mulan."
Aku tidak suka tokoh Princess Disney yang hidupnya bergantung pada pertolongan seorang pangeran.
"Baiklah, Barbie!"
"Apa aku terlihat seperti boneka cantik tapi bodoh?" sewotku dan membuat Zul tergelak.
"Oke serius, Flo. Jangan lewatkan kesempatan baik ini. Jadilah perempuan yang diinginkan Hamish. Mulai sekarang pakai jilbabnya! Aku juga akan mencarikanmu ustazah yang bisa mengajarimu mengaji dan belajar islam. Jadi artis hijrah seperti yang lain, Flo. Kalau kau menikah dengan Hamish, kau tak perlu bekerja keras lagi. Sesekali hanya syuting untuk mencari kesenangan, agar namamu tetap dikenal. Jadi the next Nia Ramadhani versi hijrah." Zul terkikik membuat perutku mual ingin muntah.
Jadi artis hijrah karena lelaki itu? Oh my God ... Ini gila!
***
Zul tak main-main dengan rencananya. Dia menghubungi Hamish secara pribadi dan mengatakan kalau aku setuju dengan permintaannya. Padahal aku tak pernah memintanya mengatakan hal itu! Zul juga menambahkan sendiri kata-katanya kalau Flory meminta waktu untuk mempersiapkan diri. Zul memang lebay!
Manajer sekaligus mak comblangku itu membuat schedule baru. Isinya antara lain memasukanku ke komunitas artis-artis hijrah seperti yang dia bilang. Kegiatan utamanya adalah pengajian dan perkumpulan rutin untuk acara-acara sosial. Dia juga membuat jadwal dengan salah satu ustazah yang akan mengajariku islam secara privat.
Zul juga memilihkan banyak busana muslim yang cocok untukku. Dia meminta seorang desainer sebagai konsultan mode agar aku mendapat model jilbab yang sesuai. Dengan sengaja pula ia mengumumkan kepada publik tentang rencanaku mengenakan hijab. Zul mengatur konferensi pers dengan mengundang beberapa awak media.
Selama konferensi pers itu aku lebih banyak diam. Aku seperti sedang menipu diriku sendiri. Zul lebih banyak menjawab pertanyaan wartawan.
"Flo, apa yang membuatmu yakin mengenakan hijab?" tanya seorang wartawan sebuah acara gosip televisi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama (Lengkap)
RomanceFlo dipertemukan kembali dengan Hamish pada saat karier keartisannya tengah terpuruk. Lelaki yang pernah menjadi teman SMA-nya itu sangat berbeda dengan yanga ia kenal dahulu. Namun, siapa sangka pertemuan itu justru membawanya kepada jalan baru yan...