Malam di kota asing.
Pavel lumayan suka kota ini sebenarnya, aroma kopi menguar di mana-mana. Bahkan ketika masuk bar. Ya walau kepala mau pecah, paling tidak hidung bisa relaksasi, sedikit.
Joong, juniornya menghampiri tanpa basa-basi menyerahkan keping memori di samping gelas whiskey-nya "Cuma dapet dikit..."
"Jadi fungsinya elu kemaren apa?" Pavel protes.
"Come on P'... ini susah beneran. Mereka kayaknya udah ada feeling diikutin." Joong duduk di sampingnya, tanpa ijin menenggak sisa whiskey walau jelas umurnya masih ilegal "Itu pun gue coba hack dari radio mereka..."
"Makanya, belajar lagi yang rajin... jadi nggak kalah sama hacker beneran." Bukan ejekan sebenarnya. Joong memang hacker otodidak yang sering dimintai tolong Pavel untuk beberapa kasus. Walau terlihat bongsor, tapi bocah itu bahkan belum lulus SMA.
"Tapi emang kali ini mereka mainnya alus banget."
Pavel mengangguk-angguk setuju. Dibanding kasus-kasus sebelumnya, kali ini hitungannya lumayan lama ia kerjakan. Pembobolan data customer bank nasional yang sebenarnya sudah tercium dua bulan lalu, namun karena (gerombolan) ini main rapi, jejaknya selalu bersih.
"Dikasih deadline gak sih, sebenernya?" tanya Joong lagi. Matanya mulai kurang fokus setelah gelas kedua.
"Balik sana. Gue ogah ngurusin kalo lo mabok di sini." Bukannya menjawab, Pavel malah mengusir partnernya itu.
Inginnya Joong membantah, tapi setelah diancam membayar sendiri minumannya, ia pasrah. Pulang dengan taksi sebelum tepar di jalan.
Jika dipikir-pikir, ini Jumat malam. Wajarnya, orang di bar melepas penat, bukan memikirkan pekerjaan. Dalam 3 tahun karirnya sebagai Detektif, ini paling memusingkan. Oh, ia bisa saja menangkap orang yang jelas wujudnya, bukan orang yang hawa keberadaannya saja sulit tercium.
Ada yang bilang gerombolan ini hanya 'memanen data' ada juga yang bilang mereka 'melakukan pesanan' ada lagi yang bilang mereka 'multitasking, apa saja bisa'.
No clue...
Pavel seperti ujian mata kuliah yang tidak pernah dipelajarinya.
Satu gelas lagi diteguk Pavel, bersamaan pojok matanya melihat tatapan seseorang terpaku padanya. Seorang pria dengan jaket pastel duduk sendiri di salah satu meja tidak bisa melepas mata darinya. Bahkan untuk ke sekian kalinya.
Dan saat Pavel tersenyum padanya sambil mengangkat gelas untuk sekedar menyapa, seolah tertangkap basah, pria itu bingung harus tersenyum atau buru-buru mengalihkan pandangan.
"Shit, he's cute."
Mungkin, karena sudah agak 'tinggi' atau sudah sedikit 'mabuk' Pavel nekat menghampiri pria itu.
"Hei... sorry for asking but..." Pavel duduk di depannya "Am I perhaps... attractive?"
"Sorry?" wajah pria itu mengindikasikan ia takut salah mendengar pertanyaan Pavel. Bukan tidak paham maksudnya.
"Gue tanya beneran." Kali ini Pavel tersenyum, supaya tidak terlihat mengintimidasi. "You've been staring at me..."
"Oh..." Kebingungan, pria itu seperti menahan segala makian di otaknya. Bibir ia katup kuat hingga muncul cekung di pipi. Telinganya merah, seperti indikasi alergi.
Shit... he's totally cute
Kali ini Pavel tidak berani menggumamkannya.
Pavel mengulurkan tangan. "Gue... Forth." Oh, syukurlah ia masih ingat untuk menyembunyikan identitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger
FanfictionPavel, Detektif muda dan seorang cowok di kota asing itu. . . . Sebuah au! Smooth Mature only