Three

616 43 2
                                    

Gio menatap orang itu dengan heran. Suaranya tidak terdengar asing di telinganya begitu juga gerakannya. Perlahan dengan pasti, orang itu mulai membuka kain penutup wajahnya.

Lelaki itu tersenyum sangat puas sedangkan Lulu merengut kesal dan memberikan tatapan tajam. Ia mengepalkan genggaman tangannya seraya menggertakkan giginya.

"Jadi, kau mau mengkhianati Gio seperti ini? Kau datang lalu menyerangnya dengan pasukanmu?" Lulu mengamuk, ia bagaikan seekor monster yang baru saja menerima kekuatan dari dunia kegelapan.

Lulu melangkah mendekati orang itu, dia adalah Rozi. Rozi hanya terkekeh dan menggaruk kepalanya dengan canggung. Dia tidak punya kekuatan untuk melawan wanita. "Bagaimana ini?"

"Bagaimana? Kau tidak sanggup melawanku? Kau sepenakut itu? Ayo kita tanding! Mau jurus apa? Bangau memakan ikan? Ular merayap? Aku telah menguasai semuanya," cerocos Lulu tanpa henti. Ia sadar diri, untuk berkelahi dan memainkan pisau untuk melukai orang lain dia masih tahap amatir. Dan pisau? Itu hanya alat yang membuatnya menjadi sang Ahli di dapur.

Lulu meninggalkan dan membuka penutup wajah yang lainnya. Dia adalah Udin. Mata Lulu membulat, rasa kesal semakin memuncak di dalam benaknya.

"Dan kau akan menjadi seorang pengkhianat?" duga Lulu sambil menyilangkan kedua tangannya sembari menunggu tanggapan Udin.

"Tentu saja tidak, walaupun aku mengkhianati Gio tetapi aku tidak akan mengkhianati pemimpin utamaku," gumam Udin membela dirinya sendiri.

"Baik. Siapa dia? Jangan bilang jika dia yang meminta kalian untuk saling berkhianat," gumam Lulu mengambil kesimpulan.

Rozi dan Udin serentak menggeleng. Tatapan Lulu semakin tajam. "Ini hanya kepentingan kami pribadi, tidak ada berkaitan dengan pemimpin utama kami."

"Lagipula jika kau mengetahui siapa pemimpin kami. Apa yang ingin kau lakukan? Pertanyaan yang benar, apa kau mampu melakukan sesuatu?" sambung Rozi.

"Tentu saja aku mampu. Aku akan menghancurkannya dan membuatnya lenyap di tanganku," ucap Lulu dengan percaya diri. Gio menatap datar istrinya atas rasa percaya dirinya.

"Diamlah, jangan mengada-ada," sela Gio sembari membekap mulut Lulu agar ia tidak berkata-kata lagi.

"Di mana dia?" tanya Gio kepada Udin sembari memperhatikan ke sekelilingnya.

Dengan cepat Lulu berusaha menyingkirkan tangan Gio dari mulutnya. "Jadi kau tau siapa dia? Cepat tunjukkan kepadaku!"

Gio memutar bola matanya, sekejap ia tidak habis pikir dengan pola pemikiran istrinya.

Seseorang dari pasukan Rozi melangkah mendekati Lulu. Aluna datang dari pintu dengan santai sambil mengibaskan samurainya dengan santai.

"Kau?" heran Lulu dengan kehadiran Aluna di tengah-tengah mereka.

"Tentu saja aku. Siapa lagi?" tukas Aluna lalu duduk di sofa seperti penonton drama yang baik.

"Aku sangat mengetahui jika kau tidak menyukai suamiku!" kesal Lulu membludkkan tiap emosinya.

"Tentu saja, bagaimana bisa aku menyukai kakakku sendiri? Pemikiran yang begitu pendek," cerca Aluna mulai tidak dapat mengendalikan emosinya.

"Di mana nyalimu? Kau sedari tadi menanyakan tentang pemimpin utama mereka berdua. Lihat! Orang yang berada di depanmu adalah pemimpin mereka. Lakukanlah, kau ingin melakukan apa tadi? Seingatku kau ingin menghancurkannya," sindir Aluna dengan santai lalu merilekskan tubuhnya.

"Jangan lakukan apapun," cegah Gio dengan sebisanya. Ia menggenggam tangan Lulu namun dengan cepat ditepis oleh Lulu.

"Jangan hentikan aku. Aku tengah bersemangat kali ini," bantah Lulu dengan lekas. Gio menyerah.

"Terserah kau saja, aku ingin mengamati aksimu saja. Terdengar sangat menggugah," lirih Gio lalu duduk beralaskan lantai kemudian disusul oleh Rozi dan Udin.

Orang yang berada di depan Lulu memberikan sebuah samurai kepada Lulu, lalu ia berdiri dengan tenang di depan Lulu yang memegang samurai itu dengan tangan gemetar.

"Ia memintamu untuk memulai," imbuh Aluna sembari memakan kacang yang berada di toples.

"Memulailah untuk menghancurkannya. Lihat! Kami telah merasa tidak sabar untuk melihat pertarungan ini," protes Udin yang tengah merayap mengambil setoples kacang.

Mendengar pernyataan itu, Lulu mulai mengangkat samurainya. "Entah mengapa, samurai bisa seberat ini?"

"Jangan banyak bergumam, ayo lakukan!" protes Rozi yang menyandar dengan santai.

Baru saja samurai akan dikibaskan. Rian berlari menghadang gerak Lulu sembari merentangkan tangannya. "Jangan lakukan hal itu, jika kau melakukannya kau akan menjadi sasaran seumur hidupmu. Kau belum honeymoon, kan? Kau ingin jika Gio merana dengan senjata yang berdentingan setiap hari karena melindungimu?"

"Jangan mengungkit hal itu. Ini urusanku, bukan urusanmu!" Lulu berusaha menyingkirkan Rian dari hadapannya. Ia berhasil.

Gio menarik Rian untuk duduk di sampingnya dan memilih mengamati istrinya yang dengan rasa percaya dirinya menggenggam samurai untuk dikibaskan.

"Tidak. Sebelum itu aku ingin sekali melihat wajah siapakah dibalik penutup wajah ini. Buka penutup wajahmu!" teriak Lulu berusaha menggertak lawannya kini.

"Kau yakin?" sindir Aluna dengan santai.

Orang itu mulai membuka penutup wajahnya dan membuat Lulu tercengang hebat. Sontak saja, Lulu membantingkan samurai itu dan menampilkan ekspresi rasa bersalah penuh.

"Astaga Lidya, ini dirimu? Sungguh aku tidak mengetahuinya. Jika aku tau pemimpin mereka adalah kau. Maka, kau akan merelakan pasukanmu melukai suamiku. Lihat! Aku begitu lugu, kan?" ujar Lulu dengan sangat polos.

Gio hanya menatap datar ke arah Lulu, bisa-bisanya ia merelakan luka Gio dengan sepenuh hati.

"Kau ingin menghancurkanku? Lakukanlah," tukas Lidya sambil menaikkan satu alisnya. Dua orang lainnya tepat di sisi kanan dan kiri Lidya pun membuka penutup wajahnya, dia adalah Oxy dan Zhiro.

"Tidak aku hanya bercanda. Lihat! Aku terlihat begitu berambisi," kekeh Lulu tetap bersikap hati-hati.

"Dasar penakut," decak kesal Aluna. Ia bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke arah luar. "Aku berangkat ke sekolah!"

Gio, Rian, Rozi, dan Udin serentak berdiri. Rozi mengangkat tangannya dan sedikit mengibasnya, membuat pasukan tersebut keluar dan menyisakan mereka berdelapan.

"Ada apa?" tanya Gio meminta penjelasan.

"Tidak ada alasan khusus, aku hanya menguji kemampuan dan berjalan di belakang Rozi dan Udin untuk memperkuat pasukannya," jelas Lidya sembari melangkah ke arah Zhiro.

"Menguji kemampuanku?"

"Tentu saja, kemampuanmu mulai menurun. Aku tidak ingin mengambil resiko keselamatan Lulu," gumam Rozi menjelaskan pernyataan Lidya.

"Kalian datang menyerang di pagi hari seperti ini. Jujur saja energiku belum sepenuhnya terkumpul," kesal Gio.

"Aku ingin pamit, aku harap kau bisa menjaga keselamatan kalian berdua," lirih Lidya sembari menatap Zhiro.

"Pamit? Kau akan pergi ke mana?" tanya Lulu dengan rasa penasarannya.

"Kembali ke Air Intan," jelas Zhiro memotong.

"Ada apa? Apa yang telah terjadi hingga kau memutuskan pergi meninggalkan kami?" gumam Gio datang ke arah adiknya tersayang dan membelai lembut rambutnya.

"Kau benar-benar tidak mengetahuinya? Aku telah bersuami dan kemanapun kaki Zhiro menjejaki wilayah ke ujung dunia pun, aku akan tetap mengikuti langkahnya. Dia detak jantungku dan di Air Intan duniaku sebelum ini. Kau tau hal itu, kan? Lagipula di kota yang sama aku tidak mungkin akan tetap bersaing dengan saudaraku sendiri. Aku ingin membangun kerajaan bisnisku bersama Zhiro, mungkin suatu saat aku akan menjadi yang terkuat di antara kalian," kekeh Lidya. Gio dan Oxy hanya menatap saudara kembarnya dengan tatapan datar.

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang