Tempat bermain tennis, yang dilindungi oleh pohon-pohon ketapang sekitarnya, masih sunyi. Cahaya matahari yang diteduhkan oleh daun-daun di tempat bermain itu, masih keras, karena dewasa itu baru pukul tengah lima petang hari.
Setiap petang berkumpullah beberapa orang penduduk Solok yang 'ternama' ke tempat itu buat bermain tennis. Tua-muda, gadis dan nyonya, bangsa Barat dan bangsa Timur sekaliannya bercampurgaullah di sana, buat memuaskan hati, melakukan permainan sport yang makin digemari orang di segenap negeri.
Seorang pun belum ada di tempat permainan tennis, karena kedua anak muda, yang duduk berlindung di bawah pohon yang rimbun menghadapi meja teh dekat permainan itu, belum boleh dikatakan hendak bermain sebab meskipun mereka masing-masing memakai pakaian tennis, sedang dua buah raket tersandar di kaki kursi, tapi kedua anak muda itu duduk di dalam kebun di sisi sebuah rumah di sebelah tempat bermain tennis itu. Segala sesuatu menunjukkan, bahwa mereka berkali-kali belumlah bermaksud hendak bermain.
"Ya,Han!" kata yang seorang, yaitu seorang gadis bangsa Barat yang amat cantik parasnya. Sambil berkata-kata dituangkannyalah air teh ke dalam dua cangkir yang tersedia. Disendokkannya gula, dikacau-kacaukannya. "Apalah akan persangkaan orang, bila setiap hari aku datang terdahulu ke tempat bermain ini, sedang datangku itu pun senantiasa ke rumahmu dahulu."
"Segala orang harus menerima baik apa yang hendak dilakukan oleh sesama manusia atas dirinya sendiri," sahut anak muda, yang dinamai Han oleh si gadis tadi, "asal perbuatan itu tidak mengganggu atau merugikan kepada sesama manusia. Bila di dalam segala buatan, kita harus bertanya lebih dahulu kepada orang lain, apakah timbangan atas perbuatan itu, meskipun perbuatan itu tidak mengganggu kesenangannya, niscaya akan menjadi berat kehidupan manusia, Corrie."
"Itu benar, Han! Tapi pada segala pekerjaan