Anye tersenyum saat selesai mengikat rambut putri kecilnya. Ia membalik tubuh Ara, lalu mengelus rambutnya. Senyum Anye sedikit memudar kala melihat Ara cemberut.
"Anak mama kok sedih gini? Senyum, dong. Kan Ara mau berangkat sekolah, masa mukanya cemberut?" Anye berpura-pura ikut cemberut.
"Makan sekarang ya, Ma? Ara lapar."
Ara membuat wajah memelas. Anye yang melihat itu tentu saja tidak tega. Semalam Ara memang ketiduran sebelum sempat makan malam, jadi wajar jika merasa sangat lapar.
"Sebentar ya, Ra? Hari ini papa sarapannya cepat, kok. Ara tunggu di sini biar Mama siapin sarapan buat papa."
Setelah menyusun kertas dan alat gambar untuk Ara, Anye segera turun ke lantai bawah. Ia bersyukur karena suaminya belum turun.
Anye segera memasak makanan untuk sarapan pagi ini. Tidak lama karena dia telah menyiapkan semua bahan tadi malam. Sebagai wanita karir, Anye harus bisa mengatur waktu sebaik mungkin.
Suara gesekan terdengar saat Arsen, suaminya menarik kursi makan dan duduk di sana. Arsen yang sedang menelepon melirik Anye sekilas. Ponsel hitam itu lalu ia letakkan begitu Anye ikut duduk. Anye harus selalu menemani Arsen makan jika mereka sedang bersama.
Entah sejak kapan Arsen memiliki kebiasaan tidak suka makan sendirian. Pernah Anye tidak berada di meja makan karena mengurus Ara yang sedang sakit. Alhasil, Arsen tidak menyentuh makanannya sedikit pun.
Sepanjang sarapan, Anye tidak berhenti mencuri pandang ke arah tangga. Bagaimanapun dia mengkhawatirkan Ara yang kelaparan.
"Kenapa?" tanya Arsen begitu selesai mengunyah satu suapan.
"Mas, aku boleh ajak Ara makan bareng, nggak?"
Anye menggigit bibir saat Arsen memberinya tatapan tajam.
"Ara tadi malam belum makan, jadi pasti dia laper banget, Mas."
"Terserah," jawab Arsen singkat.
Anye yang mendengar itu langsung pamit ke lantai atas. Dia membuka pintu kamar Ara dan mendapati anaknya sedang menggambar dengan lesu.
"Papa udah selesai makan?" tanya Ara begitu melihat Anye.
Anye menggeleng pelan.
"Ara makan sama papa, ya?"
"Boleh?" Mata Ara melebar dan mengerjap dengan lucu.
Ara bereaksi seperti itu karena dia jarang makan bersama ayahnya. Kecuali ada acara khusus, Anye selalu sengaja membuat mereka makan terpisah.
Hal ini Anye lakukan karena kejadian beberapa tahun lalu. Ara yang baru beberapa bulan sedang berlatih makan sendiri. Anye menyediakan buah naga dan alpukat yang sedikit dihaluskan. Arsen yang satu meja makan dengan Ara langsung menatap Ara dengan jijik, kemudian menyudahi makannya.
Anye sangat menyayangi Ara dan sikap Arsen waktu itu sangat menyakitinya. Ibu mana yang tega anaknya diperlakukan begitu? Karena itulah Anye memilih untuk memisahkan waktu makan mereka.
Anye menurunkan Ara dari gendongannya ke kursi makan, tepat di depan Arsen. Anye baru melanjutkan makan setelah Ara juga mulai makan.
Meja makan hening. Biasanya, Ara selalu berceloteh ketika makan, namun kali ini dia diam. Anye tahu Ara begitu karena segan dengan Arsen.
"Ma, boleh tambah ayam?" tanya Ara dengan suara lirih.
Anye mengangguk sebagai tanda memperbolehkan. Karena dibiasakan mandiri, Ara segera berlutut di atas kursi. Ia mengulurkan tangan dan berusaha menggapai piring berisi potongan ayam kecap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
General FictionAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...