•DUA PULUH ENAM•

1.3K 63 0
                                    

[Edisi Revisi 23.06.19]

Sekitar pukul dua belas siang kelima remaja tadi baru keluar dari timezone. Itu pun karena Sandra sudah merengek karena dirinya merasa lapar.

Tak sedikit pengunjung yang memperhatikan Sandra dengan tatapan yang sulit diartikan. Hal itu mungkin karena gadis itu kini tengah berjalan sambil menggandeng tangan Bayu, hampir terlihat seperti sepasang kekasih. Sementara ketiga laki-laki lainnya berjalan dua langkah di belakang mereka. Kenapa? Karena tadi saat Sandra mengajak mereka untuk makan, hanya Bayu yang mengiyakan ucapannya dan tiga laki-laki lainnya masih sibuk dengan permainan mereka. Jadi, bisa dibilang jika Sandra sedang ngambek pada ketiga laki-laki di belakangnya itu.

Tanpa siapapun ketahui, seseorang telah diam-diam mengambil gambar Sandra yang tengah menggandeng tangan Bayu. Setelah mengambil beberapa gambar, orang tersebut menampilkan senyum sinisnya kemudian berlalu pergi.

Sandra menarik tangan Bayu menunju salah satu cafe yang tidak terlalu ramai. Dan tiga laki-laki yang berjalan di belakang tadi hanya mengikut saja. Setelah memilih tempat duduk dan memesan makanan, kini mereka sibuk dengan benda pipih masing-masing.

Jika dilihat, persahabatan mereka berlima memang anteng-anteng saja. Seperti tidak ada masalah yang berarti dalam persahabatan itu. Namun, yang namanya persahabatan berbeda jenis pasti ada salah satu pihak yang mempunyai perasaan lebih. Apalagi persahabatan seperti mereka yang ada empat laki-laki dan hanya ada satu orang perempuan.

Dulu memang kasus tersebut pernah terjadi, saat itu mereka masih kelas delapan. Dan hal tersebut terjadi pada Doni dan Sandra tentunya. Mungkin kebanyakan orang akan menyebut hal tersebut-di mana dua orang remaja yang saling menyukai-dengan istilah 'cinta monyet', namun Sandra pasti akan langsung menyanggahnya dengan ucapan andalannya.

'Namanya aja cinta monyet, ya pasti itu buat monyet lah. Kalo gue sama Doni dulu itu cuma rasa kagum satu sama lain' begitulah perkataan Sandra jika ada yang membahas tentang dirinya dan Doni dulu.

"Abis ini mau ke mana lagi?" Bayu membuka percakapan setelah makanan yang mereka pesan baru saja diantarkan oleh dua orang pelayan.

"Sholat dulu, baru balik." jawab Sandra cepat.

"Betul." Farel ikut bersuara.

Sandra menatap Farel setelah dirinya teringat suatu hal. "Elo tadi gak ke gereja ya?" tanyanya pada Farel.

Laki-laki yang duduk berhadapan dengannya itu nyengir sambil menggelengkan kepala.

"Kenapa? Karena emak lo gak berangkat, lo juga ikutan gak berangkat?" tanya Doni yang mendapat anggukkan kepala Farel.

"Kok lo tau kalo mama gue gak berangkat?" tanya Farel.

"Emak lo tadi paling awal dateng ke rumah gue. Terus ngajak barengan." Farel hanya mengangguk karena mulutnya sedang penuh makanan.

"Papa lo ke gereja sendiri, gak takut kalo nanti digoda tante-tante kurang belaian?" ucap Doni yang langsung disambut tawa mereka semua, kecuali Farel.

"Sorry ya, Bapak gue mah setia sama Emak. Jadi, gak bakal lah nanti kegoda sama tante-tante yang lo maksud tadi. Terus gua gak ikut Papa karena kemarin dia bilang, abis dari gereja mau ke rumah temennya. Lo semua pasti tau lah gimana bapak-bapak kalo udah ngobrol sama temennya, gak inget waktu." ucap Farel panjang lebar.

"Lo kan suka males ke gereja, tapi besok kalo cita-cita lo udah terwujud lo gak bakal males ibadah kan?" pertanyaan Alif sukses membuat semua mata beralih menatapnya.

"Enggak." kini semua mata itu beralih menatap Farel.

"Gue kan udah bilang, gue itu pengen secepatnya mewujudkan cita-cita itu, tapi lo semua tau sendiri gimana kata nenek gue." ucap Farel sedih.

"Dan asal kalian tau, Darel itu udah resmi mualaf." hampir keempat orang itu tersedak makanan mereka ketika Farel kembali berkata.

"Nenek lo tau?" tanya Doni spontan.

Farel menggeleng. "Cuma gue serumah doang yang tau. Katanya dia pindahnya baru satu bulan yang lalu. Alasannya sih karena dia ngerasa gak enak pas temen-temennya pada puasa, terus dia minta temennya buat ketemu ustadz."

"Good luck deh buat lo Rel. Semoga secepatnya ya, biar lo gak iri lagi. Tapi lo juga harus perdalam lagi ilmu lo." ujar Alif yang langsung membuat senyum terbit di bibir Farel.

"Thank you Pak Ustadz." jawab Farel semangat.

⛩️⛩️⛩️

Setelah selesai makan malam bersama kedua orang tua dan adiknya, Bima lantas kembali menuju kamarnya. Duduk di balkon sambil menatap menikmati suasana malam meruapakan salah satu kegiatan favoritnya.

Tiba-tiba sekelebat bayangan tentang kejadian tadi siang berputar di kepalanya. Saat dirinya tidak sengaja menabrak tubuh seorang gadis di mall. Masih terbayang jelas bagaimana wajah bersalah gadis itu ketika ponselnya jatuh akibat tersenggol olehnya.

Kenapa ia jadi lebih sering memikirkan tentang gadis itu? Padahal bukan siapa-siapanya. Bahkan ia kerap kali tersenyum sendiri ketika memikirkan wajah maupun kelakuan gadis itu.

Dan hari ini ia juga melihat penampilan lain dari gadis itu. Tampak lebih tomboy daripada saat ia melihat di sekolah memakai seragam. Walaupun saat memakai seragam sekolah juga terlihat jika dia adalah gadis tomboy.

"Sering banget dia nabrak gue." gumamnya pelan sambil tersenyum.

Sementara di tempat yang berbeda namun pada waktu yang sama, Sandra juga tengah duduk di balkon kamarnya sambil mendengarkan lagu lewat penyumbat telinga warna putihnya.

Lagu Rewrite The Stars yang dibawakan oleh James Arthur dan Anne-Marie kini sedang mengalun melalui kabel putih yang menghubungkan ponsel dan telinganya itu.

"Dia ganteng banget Ya Allah tadi." gumam Sandra dengan seulas senyum yang terbit di wajahnya.

"Lebih ganteng kalo pake pakaian kaya tadi ternyata daripada pake seragam. Bikin makin suka aja deh." gadis itu kini terkikik setelah tadi hanya tersenyum.

"Hayo mikirin apa?" Sandra tersentak saat Papanya tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang.

"Papa ngagetin aja sih," ucap Sandra sambil melepas penyumbat telinganya.

"Kok belum tidur?" Wijaya ikut duduk di samping anak semata wayangnya itu.

"Belum ngantuk. Lagian, besok kan masih libur. Papa ngapain ke sini?"

"Tadi denger suara kamu pas nyanyi." kekeh Wijaya.

"Hihi. Merusak pendengaran ya Pa."

"Oh iya, Papa besok pagi ada jadwal operasi ke Jakarta. Jadi mau sekalian pamit sama Kamu." Sandra menoleh.

"Emang berangkatnya pagi?" Sandra bertanya karena heran. Biasanya jika papanya itu akan operasi ke luar kota pasti berpamitannya saat sarapan.

"Iya. Habis subuh pesawatnya berangkat."

"Oke. Papa hati-hati ya."

Wijaya mengangguk. "Udah malem, tidur."

"Bentar lagi Pa. Tanggung lagunya udah mau abis." jawab Sandra.

"Jangan kemaleman. Besok kalau dibangunin susah." ucap Wijaya dengan nada mengejek.

"Iya-iya."

*****

15 Mei 2019

ABIMANYU✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang