Prolog

6 1 0
                                    

Di sebuah unit apartemen, di pusat kota New York.
Seorang perempuan berambut coklat sebahu sedang memandang malas pada layar HPnya 

Ada puluhan bahkan ratusan pesan masuk di grup SMA. Membahas tentang reuni akbar.

Tetiba ada chat pribadi di Wa-nya. Dari seorang 'teman' 

[Pulang …. Please]

[Uda cukup lama lo pergi]

Dia hanya menghela napas gusar, lalu memamtikan layar HP.

Meregangkan otot, perempuan itu bangkit dari kursi kerjanya. Menuju jendela besar di dalam kamarnya dan termenung di sana. 

Keindahan malam kota New York, hiruk pikuk yang terjadi di dalamnya tak lantas membuat ia merasa ramai. 

Lampu kamar. Lampu kendaraan.  Suara musik. Deru napasnya yang teratur. Detak jantung. Tiba-tiba saja ia teringat seorang yang sudah jauh tertinggal dalam masa silamnya.

Seseorang biasa yang tidak biasa. Dia yang menjadikan dirinya robot demi melupakan kehilangan yang sangat dalam. Bekerja dengan sangat gila. 

Tiba-tiba saja, perempuan itu menjadi rindu---sangat rindu. Sebuah perasaan yang entah sejak kapan ia simpan di dalam lipatan hatinya yang terdalam, akhirnya terkuak kembali.

Merogoh saku piayma lalu mengambil benda pipih yang semula tadi ia matikan. Mendial sebuah nama, menunggu seseorang di sebrang sana untuk membalas panggilannya. Dan terdengar suara mengucapkan "hallo"

"Ini aku, siapkan satu tiket penerbangan untuk ke Indonesia besok pagi."

"Nggak, cuman pengen ikut reuni aja."

"Tentu aja aku yakin."

"Heh! Dasar gak waras. Kamu cukup menyiapakannya saja. Gak usah banyak tanya!"

Klik panggilan ia putus sepihak. Merasa kesal dengan orang itu, ia melemparkan asal benda pipih tersebut ke sebuah sopa di sampingnya. Lalu menuju ranjang berukuran besar, menghempaskan tubuh dan mata indahnya mulai terpejam. Menarik ia ke dalam alam bawah sadar. 

Perempuan berambut coklat sebahu itu , terlihat keluar dari mobil sedan merah miliknya. Hari ini adalah reuni akbar yang teman-teman SMAnya rencanakan. Sudah 2 hari ia berada di kota ini, setelah bertahun-tahun lamanya menginjakakan kaki di negri orang. New York.

Memakai dres berwarna hitam selutut begitu kontras dengan warna kulitnya yang putih. 

Memandang begitu intens kepada bangunan di hadapannya. Dia melangkah dengan tenang, sesekali menghela napas lalu mengembuskannya perlahan, sampailah ia di dalam. 

Masa silamnya berputar kembali tatkala pandangannya bersibobrok dengan mata laki-laki yang sedang mengandeng mesra seorang perempuan cantik.

Untuk beberapa waktu, dia seola-olah terbawa ke masa lalu. Masa di mana persahabatan dan cintanya terjadi. 

My Dear FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang