Kring!
Bunyi lonceng sebuah kafe berbunyi, seorang pelanggan masuk membuat beberapa pasang mata refleks menatap ke arahnya.
"Wahhh cuy liat dia cantik banget kan." bisik salah seorang anak cowo.
"Heeh, gila. Liat bodyna. Goal banget."
"Eh, bukannya dia anak Angkasa ya?"
Semua pasang mata tak lepas dari seorang gadis berseragam SMA beransel hitam.
Di bagian kanan seragamnya tertulis nama Savia.
Ya … Savia Kertasasmita Nataprawira. Si gadis pemeran utama dalam cerita ini
Gadis dengan rambut panjang sepinggang bahkan nyaris--- lebih itu, baru saja duduk tanpa terlebih dahulu mendatangi kasir untuk memesan. Kebiasaan dia jika berkunjung ke kafe ini.
Mengabaikan bisikan-bisikan cowo seusianya. Baru beberapa menit ia meununggu. Terlihat gerak tubuhnya menunjukan kekesalan.
"Kok lama banget sih datangnya," gerutu Via ketika mengutak-atik ponselnya.
Gadis itu duduk dengan lesu dan muka ditekuk. Salah dua hal yang Via benci adalah menunggu.
"Awas aja, kalau udah sampai gue pites!"
Tak berapa lama seorang cowo dengan seragam yang sama, namun ber-almamater berbeda mendekati dan berhenti di depannya yang membuat Via mengangkat wajah.
"Via?" Via mengerutkan dahi bingung, "hey, kita ketemu lagi. gue boleh duduk di sini?"
Via menggeleng, menolak. "Ngak boleh!" jawabnya jutek, "lagian gue gak kenal sama lo."
"Ayolah Vi, gue anak SMA sebelah, minggu kemarin kita pernah ketemu," ucapnya lantas duduk, "nama gue Danil."
Via yang melihat Danil duduk begitu saja kesal dibuatnya. Dia tak peduli dengan nama cowo itu.
"Lagian, gue gak bakal ganggu lo."
"Apaan sih, kalau gue bilang gak kenal lo, berarti gak kenal. lagian kursi yang lo dudukin udah ada yang isi."
Via adalah tipe gadis yang tak suka pada orang yang so kenal padanya.
"Mana? Ini bangku kosong. jadi, gue bakal tetep duduk di sini." cowo itu terus memandang wajah Via, namun gadis bermata bulat itu malah menyerongkan badanya sambil masih mengotak atik HP.
Merasa diabaikan, Danil merebut paksa HP yang sedang Via utak-atik.
"Apaan sih lo!" teriak Via membuat semua pelanggan kafe yang ada di sana menoleh.
"Gak sopan banget jadi cowo," ketusnya, "gue tau siapa lo, cowo badung yang so ganteng!"
"Wow, sekarang gue gak badung lagi. Sumpah."
Tiba-tiba dari arah belakang Danil, terdengar suara berat cowo berjaket levis dengan ransel hitam miliknya dan menatap tajam. "Kalau cewe gak mau, jangan lo ganggu," katanya.
"Lu liat mukanya. Dia gak suka lo. Nyadar diri kek," ketus cowo itu.
Danil menoleh lalu berdecak. "Bukan urusan lo."
"Ck! Di kasih tau malah nyolot. Hus, udah lo pergi aja! Jangan gangguin tu cewe." Cowo jangkung dengan penampilan yang sedikit berantakan itu kini sudah ada di hadapan Danil.
"Ngerti bahasa manusia kagak lo!" Cowo itu berbicara semakin ketus. "Perlu gue pake bahasa binatang biar lo paham."
Danil lantas berdiri dan menatap tajam ke arah cowo itu. Melihat keadaan yang semakin ramai dan memperhatikannya, membuat Danil mengalah, pergi lalu keluar dari kafe dengan perasaan yang teramat dongkol.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Friend
Teen FictionSiapa bilang cowo dan cewe gak bisa bersahabat? Savia akan mematahkan asumsi, bahwa tak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. buktinya, dia masih bisa bersahabat dengan Amar Waldi Wistara. Ini kisah mereka dan persahabatan absurd keduanya.