0.

286 25 3
                                    

Perkenalkan, namaku Florine. Lebih tepatnya Florine Southwell Harrison.

Aku adalah seorang manusia biasa. Bisa dibilang begitu jika kau tidak pernah mendapatkan surat undangan dari sekolah yang terkenal di Wizarding World, yaitu Hogwarts.

Bahkan aku juga dilahirkan dari pasangan pureblood dan muggleborn. Dan dapat dipastikan jika aku dan kakakku adalah halfblood.

Kalian pasti pernah menonton bahkan sampai fanatik menjadi penggemar dari film Harry Potter ataupun Fantastic Beasts kan?

Mungkin banyak yang mengira jika wizarding world itu hanyalah khayalan semata karangan J.K Rowling selaku penulis dari kedua cerita itu. Namun, bagaimana jika wizarding world benar-benar ada?

Ya, wizarding world itu memang benar-benar ada dan begitu nyata. Terserah jika kalian tidak mempercayaiku ataupun percaya dengan fakta ini. Walaupun aku pernah menginjakkan kaki di dunia sihir, aku tak pernah bisa menjadi bagian dari mereka. Ayah, ibuku, dan kakakku adalah penyihir. Lalu aku? Hanya bocah ingusan yang masih berada di bangku menengah pertama.

Seringkali aku berpikir. Waktu itu kakakku berusia 11 tahun dan aku masih berusia 3 tahun, dan ia baru saja mendapat surat undangan yang mana ditujukan untuk bersekolah di Wizarding World, dimana lagi jika bukan Hogwarts. Namun, mengapa di usiaku yang kini sudah menginjak 13 tahun belum juga mendapatkan surat itu? Apakah ada keterlambatan informasi mengenai keluargaku dari kementerian sihir? Atau memang namaku tidak tercantum di silsilah keluarga Harrison? Atau memang ada manipulasi data keluargaku?

Ah entahlah, aku sampai merasa gila setengah mati jika memikirkan hal itu. Hal ini sangat mustahil, karena kementerian sihir menyimpan berbagai informasi dari semua keluarga penyihir di dunia. Apakah memang aku ditakdirkan tidak pantas ataupun anak yang tidak terpilih untuk bersekolah di Hogwarts? Demi Merlin, hanya Tuhan yang tahu soal ini.

Entah sampai kapan aku harus terus belajar dan menetap di dunia muggle yang makin fana ini. Bohong jika aku tidak iri dengan kakakku yang kini sudah lulus dan bekerja di kementerian sihir di bagian auror.

Aku selalu berdoa kepada Tuhan, agar aku bisa secepatnya mendapatkan surat itu dan segera bersekolah disana. Rasanya pastilah menyenangkan. Berpetualang menggunakan sapu terbang, dan segala hal bisa digerakkan otomatis menggunakan tongkat dan mantra.

Namun, sepertinya harapan itu sudah sirna. Mendengar kabar bahwa ayah dan ibuku telah tewas di tangan para death eaters, serta kakakku yang menghilang tanpa jejak. Aku merasa terpukul mendengarnya. Ingin mencari, tapi apa daya.

Aku bukan bagian dari mereka. Bahkan jika aku nekat, aku hanya bermodalkan fisik dan jurus beladiri yang telah aku pelajari pun tidak akan cukup jika berhadapan dengan sebuah tongkat. Sudah tentu nyawaku akan melayang.

Yang hanya bisa kulakukan hanyalah menangis dan berdoa pada yang diatas tiap harinya. Berharap agar kakakku segara ditemukan dan orang tuaku dapat tenang di sisi-Nya.

Kalian pasti mendengar death eaters kan? Walaupun si hidung pesek itu telah sirna di tangan Harry Potter yang dibantu kedua temannya itu, kawanan death eaters masih berkeliaran di dunia sihir.

Bahkan ada beberapa yang berhasil menyusup sampai ke dunia muggle. Entah apa yang mereka lakukan. Aku hanya bisa mengingat pesan kakakku agar selalu berlindung di dalam rumah. Dan aku harap suatu saat aku bisa menghabisi kawanan mereka, dengan menggunakan tongkat tentunya.

Dan seperti inilah hidupku sekarang, sendiri dan sendiri.

Dirumahku, hanya ada dua orang maid yang menemaniku dari zaman kakakku masih berada di kandungan. Mereka baik, selalu menghibur dan menyemangatiku. Seperti orang tua, namun tetap saja tak ada yang bisa menggantikan posisi orang tua kandungku.

Setiap hari yang kulakukan hanyalah bangun tidur, kemudian mandi, sarapan lalu berangkat sekolah. Kemudian pulang dengan supir yang merangkap menjadi maid rumah, dan merenung di kamar. Pathetic sekali kan?

Di usiaku yang masih belia ini aku sudah mengalami pahitnya hidup. Entah kenapa aku selalu berpikir, bunuh diri adalah alasan terbaik untuk mengakhiri semua penderitaan ini.

Dan hari esok adalah waktu yang tepat. Karena kedua maid-ku akan pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Segera kuambil tali pramuka yang kebetulan ada di rak buku, lalu kupasang di langit-langit kamar. Perlahan aku mulai naik dengan kursi, lalu kedua tanganku meraih tali itu, dan mulai memejamkan kedua mataku.

"Selamat tinggal dunia. Aku akan segera menyusul kedua orang tuaku."

Saat tali telah terpasang di leher dan aku akan segera menghentakkan kakiku dari kursi,

Ting tong

"Siapa lagi sih? Mengganggu saja!"

Aku membiarkan siapapun yang kini berada di depan rumahku. Aku tetap akan melakukannya.

Ting tong
Ting tong
Ting tong

"Siapa sih? Sungguh tidak sopan!," gerutuku.

Aku pun menghentikan aktivitasku, kemudian melepas tali yang telah terpasang di leherku dan berlari menuju pintu depan.

Kubuka pintu dan aku melihat ada empat orang aneh yang mengenakan jubah dengan warna dalam tudung dan logo di samping kanan dada yang mereka kenakan nampak berbeda-beda.

"Selamat pagi. Apakah benar ini kediaman keluarga Harrison?," tanya seorang perempuan ramah dengan jubah berlogo burung berwarna biru.

"Ya benar. Ada sesuatu yang penting? Jika tidak kalian bisa pergi dari sini," kataku dengan wajah datar dan bernada ketus.

"Ini menyangkut datamu yang sempat hilang di kementerian sihir," tambah seorang lelaki dengan jubah berlogo singa berwarna merah.

Aku mengernyit. Apakah aku barusan mendapat secercah harapan?

                                ***

For the next chap,
YAY OR NAY?

The Unknown GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang