Setelah reaksi kompak dari papa dan mama Chandra, tiba-tiba suasana hening. Kedua pasang mata itu masih melotot, menatap tajam ke arah putra mereka. Tatapan itu seolah ingin menusuk-nusuk Chandra atas ucapan yang terlontar.
Chandra hanya bisa menunduk, menatap nasi sop yang kini nasinya sudah mengembang menyerap kuah. Tangannya sibuk mengaduk-aduk isi piring, tanpa ada niat memakannya. Tiba-tiba perutnya terasa penuh.
"Mas ... kamu bercanda kan?"
Iya, Ma. Aku bercanda! Aku sungguh mau bilang gitu! Tapi ....
Chandra pelan-pelan mengangkat wajahnya, dan bibirnya justru mengatakan sebaliknya. Dengan cengiran khasnya, dia menjawab, "sayangnya tidak, Ma."
Bu Laras yang berada di sebelah Chandra dengan segera memukul lengan anaknya. Suara 'plak' itu terdengar menggema di ruang makan yang tiba - tiba hening.
"Arrggghhhh, Ma! Ampun!!" Chandra menarik badannya, menghindari pukulan telapak tangan sang Mama yang keras. Chandra meringis, mengusap lengan kanannya berulang.
"Ampun? Kamu bilang ampun, Mas? Ini menghamili, Mas!" Bu Laras tak mampu berkata-kata lagi. Wanita itu menghujamkan tatapan mematikan ingin menggantikan menu makan malam itu dengan menelan anak sulungnya bulat-bulat. Chandra bergidik melihat tatapan sang ibu.
"Bukannya Mama mau aku cepat dapat jodoh, biar ga jadi perjaka tua?" Chandra berusaha berkelit.
"Mas Chandra ...." Bu Laras berdesis, mencubit keras Chandra dengan tak segan memutar ototnya, yang Chandra yakin setelah ini jejak cinta ibunya itu akan berbekas seperti sampai beberapa hari. Orang akan menyangka itu kiss mark dibandingkan cubitan dari orangtuanya untuk seumuran Chandra.
"Mas ..." Suara Pak Widhi menyelamatkan Chandra dari cubitan maut Bu Laras. "harusnya kamu tahu kan, keluarga kita sedang prihatin karena Cinde sakit. Tapi kenapa kamu justru berbuat ulah? Sudah beberapa tahun ini kamu insyaf, tapi kenapa di saat seperti ini justru malah menimbulkan masalah?"
Chandra terdiam. Matanya membalas tatapan sang ayah yang memperlihatkan guratan kekecewaan. Chandra tak bisa menelan ludahnya. Tenggorokannya terasa sangat kering.
Maaf, Pa! Kalau saja, Papa dan Mama tidak menolak dari awal, mungkin aku tidak berbohong.
Chandra yang masih memegang sendok, meremas sendoknya. "Maaf ...." Hanya satu kata itu yang mau keluar dari mulutnya.
"Chandra, besok kamu panggil Prita!"
"Pang ... gil?" cicit Chandra memucat.
"Loh, kamu mau ngelamar Prita to?" tanya Pak Widhi dengan alis mengkerut di tengah.
"I ...ya."
"Ya sudah, besok bawa Prita ke rumah." Pak Widhi kemudian menolehkan pandangannya kea rah istrinya yang sekarang bibirnya sudah maju beberapa centi. "Ma, siapkan makan malam khusus buat calon mantu kita."
***
Chandra masuk ke dalam dapur sambil membereskan alat makan yang akan dicuci oleh ibunya. Sang ayah duduk di depan televisi sambil menikmati siaran berita, dan ibunya sudah larut dengan tumpukan piring yang hendak di cuci.
"Sini Ma, biar aku yang cuci." Chandra berusaha mengambil alih spon yang sudah digenggam ibunya. Chandra menyisihkan badan besar sang mama, tapi sang mama justru mendorong anak lelakinya ke samping. Chandra terhuyung karena tak siap, tapi segera Chandra mencengkeram tepian meja keramik dapur agar tidak jatuh.
Bu Laras terkekeh. "Gimana mau nikah, kamu didrong mama dikit aja mau jatuh. Lemah banget!" Chandra mencebik, tak terima dikatakan lemah.
"Ya gimana ga jatuh, Ma. Orang kesempret bulldozer!" Pak Widhi yang mau menaruh cangkir kotor, itu mendengar pembicaraan ibu dan anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
RomanceChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...