Apa sih bahagia?

19 1 0
                                    

Oleh Neng Feri

Apa sih bahagia?

Bahagia bisa dibilang tujuan semua orang yang hidup di muka bumi. Bahkan seseorang yang ingin sukses pun pada dasarnya bertujuan agar sukses itu bisa membawanya pada kebahagiaan.

Banyak sekali target-target yang dibuat demi mencapai kebahagiaan. Tidak jarang rasa bahagia diukur dengan jumlah materi yang kita punya. Bahkan ada yang mengira bahagia adalah jika kita mencapai apa yang orang lain dapatkan dalam waktu dekat atau minimal dalam rentang waktu yang sama dengan mereka.

Misalnya saja ketika melihat teman yang sukses dengan mempunyai kendaraan mewah seperti mobil. Padahal bahagia tidak selalu bisa disandingkan dengan materi. Realitanya banyak yang bergelimang harta, tetapi tetap tidak merasa bahagia. Tetap merasa hampa dan ada ruang kosong dalam hatinya. Bahagia tidak selalu berbanding lurus dengan materi yang kita miliki.

Bahagia itu apa, sih?

Jika kesuksesan dan harta menjadi patokan atau tolok ukur dalam mencapai kebahagiaan, maka dapat dipastikan rasa bahagia itu tidak pernah bisa kita rasakan. Banyak hal kecil yang luput dari perhatian manusia. Tidak banyak yang menyadari jika bahagia sering kali datang dari hal-hal yang paling sederhana. Sarapan pagi bersama keluarga, misal. Mendapat ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang terdekat, melihat orang lain tersenyum ketika kita memberi bantuan yang tidak seberapa, melihat senyum pada wajah orang-orang yang kita cintai terutama orang tua, dan masih banyak lagi hal kecil lainnya yang mampu menguarkan rasa bahagia dalam hati kita. Hanya saja sering kali kita tidak menyadarinya. Seolah-olah bahagia hanya milik mereka yang sukses dan memiliki harta saja.

Bahagia adalah sesuatu yang abstrak. Tidak bisa dilihat dan hanya bisa dirasakan. Dulu aku sempat berpikir jika aku bisa kuliah di Universitas Negeri maka aku akan bahagia. Jika aku bisa bekerja setelah lulus sekolah aku akan bahagia. Mulai saat itu aku mulai memasang target waktu. Dalam sekian tahun harus bisa menabung untuk biaya kuliah. Aku sempat lupa jika manusia hanya bisa berencana. Hasil akhirnya tetap Tuhan yang menentukan.

Jadi, ketika banyak target dalam hidupku yang tidak berjalan sesuai dengan rencana yang dibuat, maka saat itu pula rasanya duniaku berhenti. Ada rasa sakit dan juga tertekan. Terlebih ketika melihat banyak teman dekat yang sudah sukses--dalam pandanganku. Rasanya sangat menyesakkan, ketika orang-orang sudah berlari jauh di depan aku masih saja berjalan dengan pelan. Malah bisa jadi aku hanya terus jalan di tempat hingga tidak memiliki kemajuan.

Hari-hari makin terasa berat ketika perbandingan itu tidak pernah usai. Padahal dengan membandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain, maka rasa bahagia yang ingin diraih akan semakin jauh saja. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki garis waktu yang berbeda. Tidak bisa dipukul rata begitu saja. Semakin kita membandingkan, maka rasa tertekan dalam hati akan semakin besar. Hingga berada tahap merasa jika dunia ini hanya bertindak kejam pada diri kita saja. Dunia ini tidak adil dan yang paling fatal adalah dengan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Bahkan hingga tidak percaya lagi dengan skenario terbaik yang telah Tuhan ciptakan. Padahal sebaik-baiknya rencana adalah rencana yang telah Tuhan persiapkan.

Apa yang terlihat baik bagimu belum tentu baik untukmu. Apa yang terlihat buruk bagimu belum tentu buruk untukmu.

Kacamata manusia sering kali salah dalam melihat segalanya. Rasa takut berlebihan pada masa depan yang belum tentu menjadi nyata, lambat laun akan membuat kita semakin jauh dari Tuhan. Semakin jauh dari Tuhan maka hati pun akan semakin terasa hampa. Setelah mengalami segala kegagalan dalam hidup, bahkan sampai berada di titik terendah ketika hidup terasa tidak lagi bermakna dan ingin pergi saja dari dunia, sesuatu terjadi.

Hal mengerikan yang selama ini diinginkan sempat datang. Rasanya seperti saat itu juga dijemput untuk berpulang. Namun, ternyata aku masih ingin hidup. Terbukti dengan begitu besarnya rasa takut tidak bisa membuka mata lagi. Takut tidak bisa melihat orang-orang terkasih. Takut karena amal baik yang dilakukan masih jauh lebih sedikit dari dosa yang telah diperbuat.

Masih diberi kesempatan untuk bernapas hingga detik ini rasanya luar biasa sekali. Sejak saat itu aku mulai belajar menerima apa yang kumiliki. Pelan-pelan rasa tertekan semakin menjauh pergi. Saat kita menerima apa yang dimiliki hati jadi jauh lebih tenang. Tenangnya hati benar-benar membuat rasa bahagia mulai tumbuh. Semakin aku menerima keadaan yang kupunya semakin berkurang juga rasa iriku pada teman atau orang-orang yang memiliki apa yang tidak aku miliki. Semakin kecil juga perbandingan yang kulakukan.

Jadi, bahagia bagiku adalah ketika aku berhasil menerima apa yang aku miliki. Ketika aku semakin bersyukur. Ketika aku bisa melihat semua yang terjadi dalam hidupku dengan kepala dingin. Sejak saat itu, aku mulai sadar jika ada banyak sekali doa-doa kecil yang kupanjatkan; keinginan yang kuucapkan berulang kali, diberikan oleh Tuhan. Dalam waktu yang begitu tepat. Karena memang benar, garis waktu yang Tuhan berikan adalah yang terbaik. Tidak cepat, tidak juga lambat. Pas. Tepat sesuai dengan kebutuhan.

Semakin aku menerima, rasa bahagia dalam hati semakin besar. Hati semakin tenang. Segala hal yang dilakukan pun tanpa beban. Hingga terasa menyenangkan. Terbukti benar jika semakin banyak kita bersyukur, maka nikmat yang Tuhan beri akan semakin bertambah. Sekarang bagiku bahagia tidak selalu mengenai harta dan pencapaian dalam hidup. Memperoleh ketenangan hati juga merupakan bahagia terbesar dalam hidup.[]

Menjadi BahagiaWhere stories live. Discover now