Kaki jenjang tanpa rasa
Mentari cerah mulai tenggalam. Kulihat diriku di depan cermin. Duduk lunglai tak berdaya. Akankah kaki jenjang ini berguna?. Kaki jenjang tanpa rasa. Mungkinkah hidupku akan berjalan lancar tanpa kaki jenjangku? Menyesal? Sangat, bahkan aku sangat menyesal. Kejadian diluar ekspetasiku . Bertubi tubi realita menghancurkanku. Andai aku tidak melawan, andai aku tidak berlari. Beribu ribu andaian tak akan mengubah rasa kaki jenjangku.
Mengingat kenangan terpahit saat aku kehilangan rasa kaki jenjangku bukanlah hal baik. Setiap waktu air mataku tak kan bernegoisasi denganku. Mengalir tanpa aba aba saat memandang kaki jenjangku yang tanpa rasa ini. Kejadian 2 tahun lalu yang sangat membekas sibenakkku.
Berjalan tanpa khawatir akan aurat kakiku.
"Haha sudah biasa aku memakai hotpans".
Orang orang akan memuji kaki jenjang cantikku ini. Tanpa malu ku lenggokkan kaki jenjangku kekanan kekiri. Banyak teman bahkan saudara yang mengingatkanku untuk menutupi kaki jenjangku. Tapi, memangnya kenapa? Kakiku cantik dan mulus. Bukanlah baik jika kubuka? Banyak orang yang akan iri dengan kaki jenjang ku ini. Ah sudahlah, jangan pikirkan perkataan orang yang tak penting. Banyak orang yang menghujat bahkan banyak juga orang yang memuji kaki jenjangku. Saat berjalan dudepan ruko baju ada seseorang yang berceletuk.
"Tutupi auratmu maka kamu akan menutup pintu neraka untuk ayah, suami dan saudara laki-lakimu" ucapnya yang kuyakini seorang ustad yang akupun tak mengenalnya dan dengan beraninya menyindirku seperti itu. Hanya kutatap orang itu. Kulihat dia memalingkan mukanya. Kucoba ayunkan kakiku dan berpindah ke depan mukanya. Dia terkejut bahkan beristigfar hingga sebanyak itu? Heyy apakah dia tidak pernah melihat kaki jenjang yang cantik?" jangan mendekat!" Katanya lagi sambil berjalan mundur.
Tak kuhiraukan apa yang dia katakan. Semakin kudekatkan tubuhku ke tubuh ustad itu. Dia gelagapan bahkan tanpa berkata banyak ia lari terbirit- birit. Dalam hatiku aku tertawa jahat.
"Emang enak, nggak kenal juga sok sokan nyindirin aku."Rok mini coklat dengan paduan kemeja kotak hitam kesukaanku. Kulihat pantulan diriku di cermin. Kuarahkan kaki jenjangku ke depan.
"Sangat cantik" gumamku sambil tersenyum. Setelah bercermin kuambil tas mini putihku diatas nakas. Kubercermin lagi untuk merapikan rambutku yang sedikit berantakan. Setelah keluar dari kamar ternyata ibuku sedang menunggu ku di ruang tamu. Dipanggilnya aku dengan suara sedikit tertahan. Tanpa babibu aku langsung duduk didekat ibuku. Kukira aku akan diberi uang tambahan. Senyumku mengembang sambil bertanya"Ada apa ibuuuu?"
Kulihat muka ibu. Air muka ibu yang biasanya merekah sekarang menjadi murung. Kutanya sekali lagi dengan nada sedikit khawatir.
" ibu kenapa? Kalau ada apa apa ceritain aja sama aku. Ibu sakit? Apa kenapa?"
Setelah sekian detik kutunggu akhirmya ibupun membuka suara.
"Ibu malu nak, ibu malu. Banyak tetangga yang bicarain kamu. Setiap ibu lewat depan komplek, pasti ada saja yang menyindir ibu. Ibu ingin kamu merubah penampilan kamu nak. Pakailah pakaian yang sopan. Bukankah lebih cantik jika kamu berhijab? "
kupandang ibu dengan kekesalan. Apa apaan ini? Kenapa dengan seenak hati menyuruhku untuk berubah? Toh gini kan aku semakin cantik dengan kaki jenjang mulusku ini.
" Alah bu bu. Itu tuh namanya tetangga iri sama aku. Itu orang orang yang udah reyot udah tua itu dengki aja aku punya kaki indah ini. Palingan juga sok sokan aja gituin ibu. Jangan diladenin lagi deh bu." Ibu memandangku dengan nyalang.
" kamu ini, jika sudah digitukan oleh masyarakat ya seharusnya sadar nak!!. Bukannya menyepelekan. Kamu mau kelak ayahmu, suamimu dibakar hidup hidup dineraka? Nggak kasian kamu? Dengan tampilan yang kamu anggap sepele ini mlh lebih menjerumuskan nak. Ibu mohon ganti pakaianmu!"Kepalaku semakin panas mendengar ibu ngoceh yang tidak tidak. Kujawab dengan teriakan " ngak peduli aku bu. Nggak akn peduli" ucapku sambil berlari keluar rumah. Sampai yepi jalan raya aku berhenti.
" Apasih ibu ini, omongan orang nggak mutu masih aja dimasukin ati, sakit ati kan? Dibilangin, udah anggep aja angin lalu omongan kayak gitu itu" gerutuku tak jelas.
Tanpa disangka saat aku ingin belok kekanan , ada sebuah truk pertamina yang tak kuperhatikan menghamtam tubuhku dengan keras. Tubuhku melayang sampai beberapa meter. Kaki jenjangku terpukul pohon kuat sekali. Badanku terbanting dengan keras. Menjerit pun Aku tak sanggup. Sebelum kesadaranku hilang kulihat kakiku yang sudah tak berasa ini lemas tak berdaya. Setelah itu hanya gelap yang kurasakan.Emtah berapa lama aku terbaring di ruangan putih ini. Aku terbangun dari pingsanku. Ibuku tanpa aba aba memelukku sambil menangis kesenggukan. Ku elus pucuk kepala ibu. Hingga ingatanku melayang pada kaki jenjangku. Kugerakkan kakiku. Tapi tidak berasa. Kugerakkan lagi sampai 3 kali. Mataku memanas, pikiran negatif terus merasuki otakku. Kubuka selimut yang menutup kakiku dengan perlahan. Kakiku masih utuh, tapi mengapa tak ada rasa. Aku tak merasakan kedua kakiku ada. Kulihat ibu yang terduduk lemas dilantai, seakan tahu apa yang kurasakan. Aku meraung menangis hingga pingsan kembali. Ibuku menjerit dan memanggil dokter.
Hingga aku tersadar kembali. Disamping ada dokter yang tersenyum kepadaku. Tak kulupakan kakiku akupun langsung bertanya pada dokter.
" dokter ini kaki saya kenapa tak bisa digerakkan?" Tanyaku dengan suara serak.
"Maaf ya dek, kaki kamu divonis lumpuh" jawab dokter dengan nada rendah.
Alahkah hancurnya aku pada saat itu. Kaki jenjang yang dulu slalu aku banggakan slalu aku pemerkan kini sudah tak ada rasa. Bahkan tak berharga.
***
TBCThanks for readers♡♡♡♡
Mohon komennya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kehidupan
Short StoryDisini aku buat cerita cuma iseng isengan aja. Dan aku buatnya cerita pendek bukan cerita panjang. Jadi, jika ada salah penulisan atau ejaan mohon diingatkan. Sekian terimakasih👐.