Halu... Haluu...

12 3 12
                                    

Pulang sekolah, Abiem, Riri, dan dua temannya Irawan dan Pancawala, berkumpul di lab. komputer sekolah. Mereka hendak membicarakan kesenian apa yang akan mereka bawakan di Festival Budaya akhir tahun nanti.

"Begini ya, Biem, Ri, gue sama Panca tadi dimintai tolong juga sama kelompok lain untuk bantuin mereka gabung jadi pengiring musik. Jadi, bagaimana kalau untuk konsep kesenian Jawa, kalian berdua yang mikir. Nanti, kami berdua tinggal mengerjakan iringannya." Kata Irawan.

"Benar, Biem. Bagaimanapun ini kan pentas bersama. Jadi, kami sepakat bagian pengiring musik akan bergabung untuk mengiringi semuanya." Tambah Pancawala.

"Hmmm... Kalian benar juga." Jawab Abiem.

"Kalau begitu, kami mau koordinasi dengan grup pengiring lain ya, Biem, Rie. Nanti kalau konsep kalian sudah jadi, tinggal bilang saja ke kami." Kata Irawan lagi.

"OK. Nanti kalau aku dan Riri sudah dapat ide, kami beri tahu kalian." Jawab Abiem.

"OK. Kami cabut dulu, ya." Kata Pancawala. Mereka lalu saling toss. Irawan dan Pancawala segera meninggalkan Abiem dan Riri.

"Well, gimana ni, Ri? Apa ide kamu?" Tanya Abiem.

"Gimana ya, Biem? Aku juga belum ada ide." Jawab Riri sambil membuka laman YouTube dari PC di hadapannya. "Jawa, ya? Kontemporer, modern, berbau klasik?" Riri seperti bertanya pada diri sendiri. Abiem juga mulai Googling.

"Kamu bisa nyanyi, Ri?" Tanya Abiem. Riri cuma nyengir. "Malah nyengir... Bisa tidak?" Tanya Abiem lagi.

"Bisa, sih. Kalau sekedar lagu Bintang Kecil, suaraku tidak kalah sama Tasya Kamila pas dia masih kecil. Hahaha..." Jawab Riri. Abiem takjub. Sejak pertama bertemu, baru kali ini Abiem mendengar Riri tertawa.

"Penyanyi Jawa yang nge-hits sekarang siapa, sih?" Tanya Abiem.

"The God Father of Broken Heart: Didi Kempot!" Jawab Riri.

"Ah, nanti pentas kita jadi ambyar, dong." Kata Abiem. "Yang lain?" Tanya Abiem lagi.

"Soimah." Jawab Riri. Pandangannya masih fokus ke layar LCD.

"Soimah? Ahahahahahaha..." Abiem tertawa terbahak menirukan tawa Soimah.

"Hus! Ini lho, Biem! Asyik ini, Biem! Lagunya asyik, nih." Kata Riri sambil menarik tangan Abiem. Abiem segera mendekatkan kursinya ke Riri.

"Kamu serius browsing lagunya Soimah?" Tanya Abiem sambil melongok ke LCD di depan Riri.

"Dengarkan dulu! Ini lagunya Sujiwo Tejo, bukan lagunya Soimah." Kata Riri sambil memutar video berjudul Soimah Feat Sujiwo Tejo Anyam-anyaman. Abiem mendengarkan dengan seksama.

"Oh... Aku tahu lagu ini. Papa sering putar lagu ini. Tapi versi aslinya." Kata Abiem.

"Sama! Ayahku juga sering putar lagu ini yang versi asli. Katanya, dulu ayah pernah pentas musik membawakan lagu ini. Dulu, waktu ayah masih kuliah." Sahut Riri.

"Kamu tahu tidak, Ri? Ayahmu itu pentasnya sama ayahku dan ibu kandungmu." Kata Abiem.

"Oh ya? Kok kamu tahu?" Tanya Riri.

"Papa pernah cerita. Papaku dan ayahmu dulu kan seangkatan waktu kuliah. Sama-sama aktif di teater kampus juga." Kata Abiem.

"Wah... Hebat!" Kata Riri. Dia lalu manggut-manggut mendengarkan lagu yang dia putar.

Riri (menyanyi) :
Anut runtut tansah reruntungan, munggah mudhun gunung anjuk samudra.

Abiem (menyahut nyanyian Riri) :
Gandheng renteng hanjejereng rendeng reroncening kembang, kembang temanten.

Riri dan Abiem (menyanyi bersama) :
Mantene wus dandan dadi dewa-dewi, dewaning asmara gya mudhun bumi.

"Wah, ternyata kamu bisa nyanyi juga." Kata Abiem. Riri hanya tersenyum. "Kamu tahu arti lagunya, Ri?" Tanya Abiem.

"Tanya aja pada Mbak Google. Hahaha..." Jawab Riri sekenanya. Abiem tertawa mendengar jawaban Riri.

"Bagaimana kalau kita duet lagu ini aja, Ri?" Usul Abiem.

"Hmmm... Boleh-boleh!" Riri mengangguk setuju. "Trus, konsepnya kita buat seperti apa? Nyanyi berdua gitu?" Tanya Riri.

Abiem berfikir sejenak. "Konsep yang di video itu bisa kita ambil trus kita adaptasi kayaknya. Jadi, kita nanti minta ditempatkan di akhir saja. Teman-teman jadi pengiring, kita jadi manten-nya. Hehe..." Jawab Abiem.

"Hah? Berarti kita pakai pakaian pengantin gitu?" Tanya Riri.

"Iya, dong. Itu nanti sekaligus mengenalkan busana adat dan bahasa, Ri." Jawab Abiem.

"Hmmm..." Riri berfikir sejenak. "Boleh juga." Lanjutnya.

"Jadi, kamu setuju menikah denganku, Ri?" Tanya Abiem spontan.

"Haluuuu... Halu! Halu! Halu!" Kata Riri dengan nada seperti orang sedang menjawab telfon, diikuti tawa renyahnya.

"Kamu ini mau ngomong halo apa halu, sih?" Tanya Abiem.

"Halu, Biem... Halu... Kamu tu haluuu... Menikah denganmu tanyamu tadi?" Kata Riri. Abiem menepuk jidatnya.

"Maksudku, kamu setuju dengan usulku?" Tanya Abiem.

"Usul yang mana? Usul tentang konsep pentas atau usul tentang menikah?" Goda Riri.

"Haluuuu... Halu! Halu! Halu!" Kata Abiem, menirukan nada bicara Riri tadi. Mereka berdua tertawa. "Seandainya nanti kita benar-benar menikah, pasti aku akan sangat bahagia. Kita berdandan seperti dewa-dewi, diarak dengan meriah, penuh dengan bunga-bunga, ibarat dewa asmara turun ke bumi. Lalu, kita akan berdua dalam suka dan duka, ibarat naik-turun gunung hingga ke samudra pun berdua." Kata Abiem. Mereka berdua saling berpandangan. "Halu!" Kata Abiem. Mereka berdua kembali tertawa.

Abiem (lanjut menyanyi) : Helah mendhung...

Riri (menyahut) : Bubar mawur...

Abiem (menyanyi) : Mlipir-mlipir...

Riri (menyanyi) : Gya sumingkir mahargya dalan temanten, dalan pun dewa-dewi! Swara trompet ...

Abiem (menyahut) : Ting celeret.

Riri (menyahut) : Arak-arak

Abiem (menyahut) : Sigra sigrak

Riri (menyahut) : datan kendhat

Abiem (menyahut) : Atut runtut

Abiem dan Riri (menyanyi bersama) : Gya mudhun bumi.

Cinta AbiemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang