shaka - 22

669 38 3
                                    

Boleh gue ragu tentang perasaan lo?

"Happy reading"

***

Tasya mengusap lembut punggung hana, menyalurkan ketenangan pada wanita yang masih sesegukan dibalik pundaknya. Cemas, takut, khawatir bercampur satu didalam dirinya. Hana begitu kalut saat tahu anaknya tiba tiba mengilang diacara pemeran itu. Hana benar benar takut, membayangkan putri satu satunya itu tidak akan kembali lagi. Hana cemas, mengkhawatirkan keadaan tasya.

Berjam jam hana habiskan menunggu tasya didepan rumah. Meyakinkan dirinya jika putrinya itu akan kembali menemuinya. Walau beberapa kali rika menyuruhnya untuk beristirahat sebentar, namun dengan tekatnya, hana tetap menunggu sampai langit berubah malam.

Hana menarik diri dalam pelukan tasya, menatap putrinya dalam seakan sedang menyampaikan segala rasa yang merundungi dirinya. Hana mengelus lengan tasya, seraya berusaha menenangkan dirinya dari sesak yang sedikit mulai memudar.

Senyuman hana seakan menjadi penenang tersendiri untuk tasya. Wanita yang telah melahirkannya itu menjadi satu satunya hal pertama yang tasya utamakan keberadaannya. Yang tasya janjikan kebahagiaannya. Tasya tidak akan lupa saat wanita itu menjadi orang pertama yang menguatakannya ditengah dia yang sama rapuhnya.

Wanita pertama yang menjanjikan ia kebahagiaan tanpa ditemani seorang ayah.

Tasya tidak akan lupa.

Hana mengusap pipi tasya pelan menghapus air mata yang terus mengalir tanpa bisa ia cegah.

"Kamu tahu, kamu alasan mama bisa bahagia sampai sekarang."hana menatap tasya yang semakin terisak. Tak bisa ia tahan, kini air mata itu kembali menerobos dikedua matanya.

"Hadirnya kamu membuat hidup mama semakin lengkap. Kamu juga menjadi alasan, kenapa mama tidak begitu larut saat kepergian papa kamu."

Tasya terisak pilu. Kembali kenangan bersama papanya terputar saat mereka masih tertawa bersama.

"Karena ada anak mama. Kamu alasan mama merasa tidak sendiri. Papa kamu menitipkan putri kecilnya untuk mama jaga dengan sepenuh hati."

Ini begitu pilu. Sesak menghantamnya diikuti kepingan saat ayahnya masih hidup. Dadanya seakan terimpit oleh ribuan batu. Tasya kembali memeluk hana erat. Kedua perempuan itu seakan saling menguatkan. Berusaha meredam segala tangis yang harusnya sudah menjadi lalu.

Sementara diruangan itu, tidak hanya mereka berdua yang saling meratap sedih. Azka dan rika yang juga berada diruangan itu ikut menatap sedih kearah keduanya.

Tatapan azka tidak beralih sedikitpun dari gadis yang tengah ia incar hatinya. Rasa sedih ikut merayapi tubuhnya melihat gadis itu menangis begitu pilu.

Begitu menyakitkan.

Keduanya melepas peluk. Tasya menghapus air mata hana, menatap mamanya dengan senyum yang ia harap menenangkan dirinya begitupum hana.

"Mama harus janji sama tasya,"

Hana menautkan sebelah alisnya. "Janji apa?"

"Setelah ini, mama engga boleh nangis lagi."

"Kalo anak mama kenapa napa, masa mama engga boleh nangis."

Tasya memajukan bibirnya. "Kalo gitu, tasya juga bakal janji engga akan kenapa napa. Biar mama engga nangis lagi."ucapnya serius. Hana tersenyum lalu mengecup pucuk kepala tasya.

SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang