7. Auristela_Morning Sickness

488 32 2
                                    

Damian dan Auris terburu-buru menuju kediaman kedua orang tua mereka untuk menerima ajakan sarapan bersama.

"Pagi sayang..., hai Dami!" Freya memeluk Auris. "Mommy kangen banget, terus masakin spesial buat kamu."

"Semangat banget Mom, tengkyu."

"Iya dong semangat!" mengepalkan satu tangannya. "Liat nih, Mommy masakin semua kesukaan kamu dan yang terbaik buat, calon cucu Mommy," mengusap perut putrinya.

"Ini beneran Mommy yang masak semuanya?" tanya Auris takjub, di sela waktu sibuknya masih tetap menyempatkan membuatkan semua masakan favoritnya. "Mom dibantuin Bibi, kan? Aku nggak mau Mom kecapean. Mommy udah nggak kaya dulu lagi, harus jaga kondisi."

"Mau bilang Mom udah tua, gitu? Jadi nenek oke, tapi Mom masih strong kamu nggak lupa, kan Mom olah raga rutin, yoga juga, hayo nggak usah takut deh, ah."

"Mommy itu selalu muda." Raja merangkul istrinya.

"Daddy bantuin Mommy, kan?" tanya Auris.

"Bantuin kasih saran," jawab Raja setengah bercanda.

"Ih Daddy, bantuin ngasih saran doang, masa?!" protes Auris yang membuat Damian tertawa kecil.

"Ya..., biar cucu Daddy tumbuh kuat dan sehat."

"Hmm..., Daddy memang begitu dari jaman Mommy hamil kamu, semua makanan diperhatiin. Makanan Mommy udah pengen banget tiba-tiba dibuang kalau memang nggak baik buat janin," Freya mengingatkan di sela kesibukannya mengisi piring suaminya.

"Iya dong liat hasilnya, Mommy melahirkan seorang Princess yang cerdas."

Auris tertawa lalu menggeleng. "Daddy bisa aja. Ehm, pasti dulu... seru banget ya Mom, Dad, waktu jaman aku masih di perut?" tanya Auris ketika memilih apa yang akan ia santap terlebih dahulu.

"Huh, banget!" seru Freya. Membungkuk ke arah Auris di hadapannya. "Tangan Daddy nggak mau lepas dari Mommy, takut jatuh."

"Serius?" Auris menganga kemudian tertawa lagi. "Ya ampun Daddy aku keren banget! Kalau ada penobatan suami super siaga, pasti Daddy yang menang."

Saat itu juga Raja mengangkat kedua tangannya dengan bangga. Mereka tertawa kecil.

Freya memperhatikan Damian yang belum bicara selain hanya senyum dan tertawa.

"Damian, gimana perasaannya?" tanya Freya.

"Tentu saja sangat bahagia, melihat dia pertama kalinya merasakan ada sesuatu di dalam perutnya." Tangan Damian mengusap lembut paha Auris di sisinya, mereka saling tatap. "Aku pasti bisa lebih siaga dari Daddy," katanya sambil senyum.

"Semoga," balas Auris singkat, namun terdengar tidak singkat. Di samping ada harapan yang kuat dia pun merasa takut. Takut Damian tidak benar-bebar berada di sampingnya seperti yang ia baru saja katakan.

"Ayo sayang kita makan, ini cobain." Freya menggeser tumis capcay bakso ikan ke arah putrinya. Auris kontan menutup mulut dan hidungnya dengan dua tangan. "Kenapa sayang? Ini kesukaan kamu, kan?" Freya memastikan keadaan putrinya.

"Uwek!" Auris mengeluarkan suara yang tak ia duga. Kemudian menggeleng.

"Mual ya, sayang?" tanya Freya cemas.
"Minum dulu sayang," Damian memberikan teh hangat. Pelan-pelan Aurin meminum dibantu Damian.

"Hiks, Mommy baunya nyengat banget...," rengeknya.

"Oh oke, kita singkirkan. Bi..., ini tolong bawa ke dapur," Freya berusaha membuat putrinya tetap nyaman. "Gimana sayang?"

"Hmp...," Auris mengambil tisu menutup mulutnya kemudian menghambur ke kamar mandi. Damian mengejarnya.

Raja dan Freya saling tatap kemudian ikut mengejar Auris. Disusul kemudian Bibi ikut khawatir dan terjadilah kehebohan pagi itu karena si tuan putri manja sedang terkena morning sickness untuk pertama kalinya.

"Mommy...," rengeknya.

"Iya sayang nanti Mommy siapin makanan yang nggak bikin mual," sahut Freya.

"Bibi buatin jus ya Non, supaya nggak mual?" tawar Bibi.

"Bibi...," Auris masih merengek di pelukan Damian yang memapahnya ke luar kamar mandi.

"Daddy sudah singkirkan masakan yang kira-kira menyengat baunya," Raja berujar sambil mengusap kepala putrinya.

"Ya terus aku makan apa Dad...?"

"Ayo sayang, nanti Mommy bantu kamu makan. Sekarang yang penting perut kamu harus ada isinya dulu." Freya duduk di samping putrinya kali ini.

Bi Ina tergopoh-gopoh mendatangi meja makan. "Bibi buatin salad ya?"

"Iya Na, buatin aja," jawab Freya.

"Kalau gitu Mommy nggak usah ke kantor deh, urusin Auris aja," kata Raja.

"Iya, Mom juga nggak tenang."

"Nggak papa, Mom ke kantor aja, kamu juga sayang pergilah ke kantor. Aku ada Bi Ina yang urus."

"Nggak, aku nggak akan ke kantor sebelum kamu makan. Aku bisa siangan aja ngantornya," Damian berkata sambil mengusap punggung Auris.

"Ya udah kamu pergi aja..., aku mau sama Mommy," rengeknya yang membuat kening Damian berkerut merasa tak dibutuhkan.

"Udah sana nggak papa, Mommy aja yang urus Auris," Freya meyakinkan.

Damian sangat ingin dirinya dibutuhkan, tapi kenapa justru diminta pergi. "Beneran kamu nggak butuh aku?" dia masih tidak yakin. Freya manatapnya dan mengedipkan mata sambil menggerakkan kepalanya seolah meminta dia untuk menuruti saja.

"Mommy..., aku mau tiduran aja di kamar...," katanya manja.

"Iya ayo Mommy temenin sementara nunggu Bibi bikin salad."

"Ehm," Raja berdeham dan meminta Damian untuk membiarkan Auris dengan gerakan bibir tanpa suara. "Semua akan baik-baik aja sayang, ini hanya awal kehamilan pertama kamu. Mommy juga dulu gitu." Raja mengecup kepala putrinya sebelum dibawa ke kamar.

Kedua pria di meja makan itu menatap kepergian Auris bersama Freya. Raja menepuk pelan pundak Damian.

"Dad, aku jugakan mau manjain dia. Kok malah diusir?"

Raja meringis, "tenanglah Damian..., nanti juga kamu bakal ngerasain gimana repot dan manjanya menghadapi istri yang hamil. Apalagi masih ngidam."

Mereka saling tatap kemudian tersenyum bahagia merasa suatu yang berbeda terjadi pada perasaan mereka yang akan menjadi ayah, dan kakek.

***

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang