Extra Part of #AB

29.8K 665 135
                                    

Tangan lebar itu meraba beberapa lembar kertas yang berserakan di atas meja. Mengamati satu-persatu tentang berbagai informasi yang ia dapat. Dan yang paling menarik, adalah laporan pemerkosaan dua tahun lalu.

Damian mengambil lima lembar kertas yang dijadikan satu. Membaca semua tulisan yang tertera dengan rasa antusias. Bibirnya sedikit melengkung ke atas, tidak menyangka jika wanita secantik dan segemilang Natalie punya pengalaman hidup mengerikan.

"Dia diperkosa di salah satu bar."

Perhatian Damian pindah, ia melirik ke informannya sekilas.

"Dua tahun lalu lebih tepatnya. Dia punya masalah pribadi dengan lelaki bernama Rezky, setahuku Rezky merupakan sepupunya, anak adopsi."

Damian tersenyum. "Itu alasan kenapa wajahnya beda sendiri?"

Informan berpakaian serba hitam tersebut mengangguk. Ia mencari beberapa foto hasil bidikan jarak jauh. Wajah Rezky memang tidak menyimpan kemiripan dari kedua orangtuanya.

"Mereka tidak punya anak, jadi mengadopsi dua bayi merah, Rezky dan adiknya. Nama Soedibyo dan status keluarganya membuat Rezky menolak Natalie dua tahun lalu."

Tatapan Damian menajam. "Detail?"

"Wanita itu menyukai Rezky sejak mereka kanak-kanak."

Kepala Damian mengangguk beberapa kali. "Teruskan."

"Wanita itu, Natalie, merasa terpukul sejak ditolak Rezky. Dia melampiaskan diri di bar, meminum banyak alkohol dan mendarat di salah satu suit room seorang lelaki yang memperkosanya saat mabuk," jelas si informan.

Damian menaruh kertas di genggamannya. Ia mengambil sebatang rokok lokal yang beberapa kali ia cicipi saat di Indonesia, lalu menyalakannya dengan api kecil. Asap memenuhi ruangan ber-AC tersebut. Selama hampir dua minggu, Damian bahkan rela tinggal di hotel dengan kamar suit yang merogoh kocek fantastis per-malamnya.

"Jadi siapa yang menghamilinya? Dia diperkosa dua tahun lalu, depresi, lalu jatuh cinta dengan Edo–untuk waktu sekarang. Dan kemarin kamu bilang Natalie hamil?"

Lelaki di depan Damian itu mengangguk, lalu menggeleng. Ia kembali mencari satu foto yang tertumpuk di puluhan foto lain. Meja di depannya benar-benar berantakan. Setelah menemukan foto yang dicari, lelaki itu memberikannya pada Damian.

"Namanya Evan. Anak dari konglomerat Bali yang gemar main ke bar. Dia beberapa kali kelihatan main dengan Natalie."

"Main maksudmu?" Sebelah alis Damian terangkat. Damian memperlihatkan foto yang diberikan si informan. "Kamu tahu siapa dia?"

"Tahu."

Damian berdecak. "Bukan. Maksudku kamu mengenalnya, Wellis?

Informan bernama Wellis itu menggeleng pelan. Meskipun sudah terbiasa bekerja dengan Damian bahkan Ayah Damian juga, Wellis memiliki prinsip untuk enggan mengenal teman dari klien-nya.

"Dia Evan si pengecut itu. Anak dari rekan bisnis Daddy yang memang konglomerat, benar katamu. Aku jelas mengenalnya." Damian membuang foto wajah Evan yang dibidik saat lelaki itu keluar dari mobil lamborgini-nya.

Asap kembali muncul setelah Damian mengisap kuat-kuat rokoknya. Lelaki itu menghela napas berat. Sedikit membodohi diri sendiri karena tanpa sadar, ia rela menjadi anjing pelacak untuk wanita yang ia cintai, sekaligus yang tidak dapat ia miliki. Damian melakukan itu semua karna merasa bersalah. Bagaimana pun juga, Damian lebih memilih merelakan Kanya untuk mencintai orang lain dan memaafkan segala perbuatan bodoh di hotel itu, dibandingkan dengan merebut hati Kanya dan menerima kebencian.

• One Night In the Air •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang