- Kesan Lain -
"Akh!" Jerit seorang gadis dengan nafas tersengal setelah mengalami mimpi buruk, yang memaksanya terbangun meskipun jarum pendek jam sudah berhenti di atas angka 8.Jessica terlambat untuk berangkat ke kantor.
Gadis itu mencoba bangun, mengkesampingkan rasa malas serta mata sembabnya yang masih sepat untuk di buka. Bagaimanapun, ia memiliki tanggung jawab atas segala sesuatu yang dirinya perjuangkan dengan keras selama ini. Jessica tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Semalas apapun saat ini, sekuat apapun gravitasi yang di timbulkan oleh kasur empuk tersebut, Jessica harus segera membersihkan diri lalu mengganti pakaiannya dengan yang baru untuk selanjutnya berangkat menuju kantor.
"Soojung-ah jangan membuang air dan matikan-" Jessica tersentak.
Kenapa ingatannya mengenai Krystal melekat sampai selama ini? Kenapa kesedihan masih saja ia rasakan bahkan tatkala pekerjaan yang selalu membuatnya lupa akan sesuatu, sudah menghadang?
Mata Jessica lantas menyendu dan segera berbalik masuk kembali ke dalam kamar mandi. Fikirannya melayang, ia melamun saat shower masih menyala meskipun dirinya sudah selesai mandi, memakai baju handuk lalu keluar dari tempat tersebut tanpa sadar.
"Ck, sungguh menyedihkan. Bahkan sampai sekarang kau sudah tidak ada pun, aku masih bisa-bisanya mencoba menyalahkanmu, Soojung-ah." Jessica tersenyum miris pada dirinya sendiri.
"Sekarang kau tahu, aku adalah orang jahat. Lalu kenapa kau terus bersikukuh menarik perhatianku, saat appa dan eomma sudah memberikannya lebih dari yang ku berikan?" Gumam Jessica lirih.
Mata Jessica terpejam erat untuk beberapa saat, sedang jemarinya masing-masing sudah mengepal kuat. Bodoh. Ia ingin sekali menampar dirinya sendiri saat ini. Namun lagi-lagi itu hanyalah sebuah hal sia-sia yang bahkan Krystal pun tak mungkin menyukainya.
Krystal tidak akan pernah ingin melihat Jessica merasa bersalah karena ketidak adaannya sekarang. Ini hanyalah masalah takdir, jika Jessica paham akan itu.
Jessica bergegas mengambil serta memakai pakaian formal untuk segera pergi ke kantor sebelum air mata yang luruh kembali menghujani wajahnya.
Aura yang berbeda kini terpancar dari wajah Jessica. Ia nampak terlihat lebih bersinar, walaupun senyum tak dapat di lihat bahkan oleh karyawannya sendiri.
Ekspresinya datar, akan tetapi tidak menutup fakta bahwa Jessica masih terlihat begitu cantik dengan rambut di cat warna coklat tua, tergerai panjang dengan sedikit poni menutup setengah dari jidat lebarnya, ia melenggang anggun seperti hari sebelumnya.
Tak ada tegur sapa yang menggema dari mulut mungilnya untuk karyawan yang setiap kali bertemu sang atasan akan menunduk, memberikan hormat.
Kali ini Jessica menutup sebagian wajahnya dengan kacamata full hitam, hingga siapapun tak bisa melihat perbedaan di bagian mata yang sedikit membengkak.
Ia malas, ketika di tanya apakah dirinya baik-baik saja atau tidak. Jessica enggan mendapat simpati serta rasa kasihan dari orang asing yang bahkan tak tahu menahu tentang bagaimana dirinya di balik ini semua.
"Kau berangkat siang? Bukankah tidur lebih awal membuat perasaanmu menjadi sedikit baikan?"
"Ceh." Jessica berdecih sebelum membuka kacamatanya lalu duduk di kursi kebesarannya, dengan tangan yang langsung sibuk memilah-milah beberapa berkas.
"Justru sebaliknya. Aku hanya mendapat siksaan, bahkan di dalam mimpi." Tiffany lantas mengernyit heran dengan penuturan Jessica.
Ia sekali lagi memperhatikan wajah gadis itu dan melihat bahwa memang matanya terlihat sedikit membengkak.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUZZLE
أدب الهواة(8 days for open your heart) Puzzle. Bukan sebuah mahakarya yang tercipta sendiri dan satu-satunya. Menjadi sebuah bagian tunggal bukan aturan main puzzle. Puzzle. Memiliki kepingan-kepingan lain yang akan membuat mereka menjadi sebuah kesatuan yang...