16

1.3K 112 9
                                    

Tidak ada satu orangpun yang menyukai perpisahan, terlebih ini tentang kisah kita yang terpaksa usai. Shania, sekuat apapun aku berusaha memendam rindu untukmu, nyatanya hatiku tak cukup mampu. Ini tentang kamu yang sampai saat ini aku cintai, perihal memilikimu aku cukup tahu diri. Aku hanya lelaki yang tak layak untuk kamu perjuangkan.

Mungkin terasa mudah bagimu untuk mencari penggantiku, tetapi bagiku kamu adalah satu nama yang sering aku bisikan dalam doaku merayu Tuhan, dan perihal mencintaimu, aku memilih membisu dalam kata-kata. Biarkan semesta mempertemukan kita dengan cara yang membahagia.

Kita pernah berjalan beriringan, tangan kita saling bertautan, aku dan kamu pernah membunuh waktu dan rindu dalam riak tawa. Tolong jangan paksa aku berhenti menjelajahi setiap kenangan kita dulu, semua tentangmu  tersimpan rapat dalam ingatan.

Aku menghentikan hisapan pada rokokku yang mulai memendek. Mataku tertuju pada jepit rambut berwarna putih dalam tas yang tergeletak di atas meja. Aku tersenyum getir, Shania meninggalkan ini di tasku.

Taukah kamu, Shania. Aku cemburu pada Kinan yang bisa dengan mudahnya merangkulmu, menggodamu dan berada dekat denganmu tanpa rasa takut. Sedangkan aku adalah pengecut yang bersembunyi di balik malam. Aku menghindarimu, tidak ingin rasa itu tumbuh semakin dalam, hingga memendam dengan diam akhirnya menjadi keputusan telak yang ku pertaruhkan.

Untukmu Verandaku, aku sudah merelakanmu pergi. Sejak perasaan itu hadir aku tak pernah beraharap lebih tinggi, karena aku tau jika sahabatku juga mencintaimu. Maafkan aku yang begitu jahat mempermainkanmu, maaf aku tidak membuatmu bahagia, semoga Kinan bisa menggantikanku di hatimu.

Aku dan Kinan, ini bukan kali pertama kami bertengkar, tapi ini pertama kalinya kami memutuskan untuk saling menjauh. Memang semua salahku, semua karena kebodohanku, aku tak menyangkalnya. Kami beberapa kali bertemu tanpa saling sapa, sudah biasa nanti juga akan kembali membaik seiring waktu.

Keputusanku pergi dari rumah Kinan sudah bulat dan Shani memberiku saran agar tinggal di kost-kostan saja, mencari kamar yang murah dan dekat dengan kampusku. Setiap tiga minggu sekali aku pulang ke rumah, hanya mengambil beberapa baju dan bertemu dengan papaku. Hubunganku dengan papa masih seperti dulu, dia masih kasar dan sering memukulku. Aku menikmati setiap makian dan juga sakit pada tubuhku, ku biarkan saja hingga papa malas dan lelah untuk menghajarku.

Kembali aku duduk diantara buku-buku yang berserakan, menyibukkan diri dengan hal lain membuat fokusku terhadap Shania sedikit teralihkan.

Tok... Tok... Tok...
"Kak Boby, ini Shani." Gadis itu selalu saja datang di waktu yang tidak tepat.

Aku berjalan gontai ke arah pintu, membukanya dengan malas.

"Iya, Shani. Ada apa?" Tanyaku lemas.

"Kak Boby belum makan kan? Lihat aku bawa apa?"

Shani membawa tiga kresek bahan makanan mentah dan juga minuman untuk stok katanya. Ada-ada saja akalnya, pasti itu modus supaya sering main ke kostku.

"Banyak banget, buat siapa aja?" Aku melebarkan pintu, menyuruhnya untuk masuk.

"Ya buat kak Bobylah, aku gak mau lihat kak Boby makin kurus. Udah kayak zombie tau gak. Rambut gondrong, jambang gak di potong, kumis gak di cukur."

Shani berbicara tanpa menoleh ke arahku, ia melenggang masuk dan langsung menuju dapur. Kostku memang isinya 1 kamar tidur, dapur, kamar mandi dan juga ruang buat rebahan yang sempit.

"Kak Boby, ini tolong di taroh di kulkas ya. Aku beliin susu dan buah-buahan buat kak Boby."

"Oke." Jawabku singkat.

Paralyzed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang