Ruangan ini mendadak sunyi dan tegang. Aku duduk di kursi rotan, nenek baru saja keluar dari dapur setelah membereskan 3 buah gelas berisi teh hangat yang telah habis separuh.
"Sopo seng kowu enteni nduk?" Ucap nenek seraya mengambil posisi duduk di kursi rotan sebelah kakek.
Pertanyaan nenek secara tiba tiba itu membuat aku yang sedari tadi memainkan jari gelagapan mencari alasan.
"Mboten wonten mbah"
Bohong, yah kali ini aku berbohong. Tidak mungkin aku mengatakan sedang menunggu seseorang yang bahkan tidak tahu keberadaannya.
"Sudah berapa laki-laki yang kamu tolak nduk?, kamu ndak lihat wajah pak kyai tadi? gimana Ndak kecewa putra tunggalnya di tolak oleh perempuan biasa seperti kamu ini."
Ucap nenek dengan aksen Jawa yang kental sekali.Aku menatap kakek tepat di sebelah nenek. Laki-laki sepuh itu hanya memejamkan mata sambil mengangguk angguk kan kepalanya. Dengan tasbih yang terus bergulir di jemari sebelah kanan. Aku memangil mereka dengan sebutan Mbah dan Mbah putri, selayaknya sebutan kakek dan nenek di jawa.
~~~~~~
~~~~~~Aku terus menatap jam dipergelangan tanganku sambil mengendarai motor tua milik kakek. Bisa bisanya aku terlambat gara-gara jam dinding yang ternyata mati.
Setelah kejadian tadi malam, dimana aku secara terang-terangan menolak pinangan Gus Hanif, aku mendapatkan kabar kalau acara sambutan General manager baru dimulai lebih awal tepat pukul delapan pagi.
Sudah genap 30 menit aku terlambat. Setelah keluar dari jalan besar. Aku berbelok dimana sekitarnya sudah merupakan pohon pohon besar. Ini sudah merupakan area hotel. Mungkin hanya berjarak 300 mater lagi dimana hotel itu berada.
Aku berhenti di pinggir jalan setelah menemukan mobil dengan sopir yang tengah membuka kap mesin.
"Kenapa pak?"
Orang setengah baya itu sedikit mendongak mendapati keberadaanku.
" Ndak tau nduk, mesinnya tiba-tiba mati"
"Saya cek dulu pak yah?"
"Loh.. kamu karyawan hotel teratai indah toh nduk?"
Aku menekuk kemeja putih ku setengah lengan, dan mulai menyentuh beberapa kabel.
"Bapak kok tau kalau saya mau karyawan disana?" Tanyaku.
"Yah mesti tau lah. Wong saya juga mau kesana".
Aku menepuk nepuk tangan memberikan debu yang menempel setelah setidaknya 15 menit berkutat dengan kabel.
"Nah.. sudah beres pak. Coba dihidupkan mobilnya, saya lihat udah harus servis ini mobil."
Buatku yang lulusan anak teknik mesin. Udah hafal hal seperti ini.
"Waduh.. makasih loh nduk. Ndak tau kalau Ndak ada kamu tadi".
Lelaki setengah baya itu mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku celananya.
"Buat beli minum nanti disana nduk"
" Uangnya buat bapak beli minum saja. Wong saya sudah minum" Gurauku.
Aku segera menghidupkan motor dan tancap gas. Telat hampir 1 jam masih wajar bukan, untuk seorang ketua divisi?.
Benar saja, gerbangnya sudah ditutup. Aku mencoba menggoyang goyangkan pagar besi dihadapanku dan tak lama pak Budi keluar dari pos satpam tepat sebelah pagar.
" Loh, mbak Tiur? tumben baru datang".
" Ceritanya panjang pak budi, kalau diceritain sekarang bisa bisa selesai acaranya".
"Belum dimulai kayaknya mbak, pak Pradipta belum datang".
Pradipta Hendarto, anak Pak Hendarto, pemilik hotel tempatku bekerja. Nama itu yang akhir akhir ini terdengar akan menggantikan Pak Gunawan sebagai General Manager.
Aku check in kehadiran di pos satpam sesaat setelah pak Budi membuka pagar, lalu menuntun sepeda motorku menuju parkiran depan.
~~~~~~~
~~~~~~~Pada akhirnya, hanya ucapan terima kasih yang bisa terucap dari saya. Terima kasih sudah memberi Vote, comment, mungkin bahkan mengikuti akun saya ini.
Semoga tulisan ini menghibur teman sekalian.
Tabik~
CucikHidayati
KAMU SEDANG MEMBACA
TiurGuide
SpiritualHening seketika, bahkan aku yang biasanya tak bisa diam, kali ini kikuk dan tak bisa berkata kata. Aku hanya sekilas melirik laki laki jangkung yang duduk di kursi rotan dihadapanku. Dia tetap sama, laki laki yang tenang meski mungkin saja badai ten...