03

418 76 8
                                    

"Lo jadi selingkuhan Haidar, sekarang? Makanya dia ngebelain lo gitu?" tanya Saga membuka percakapan setelah dirinya memberhentikan mobilnya tepat saat mereka sampai di rumah Raisa.

Raisa tersenyum samar, "Bukannya lo yang selingkuh, kak?" ujarnya dan menatap Saga.

Saga membalas tatapan Raisa, "Balikan sama gue, Sa. Gue masih sayang banget sama lo." ucap Saga tenang.

Raisa benar-benar kehilangan kata-kata untuk menghadapi lelaki dihadapannya. Bagaimana bisa Saga mengatakan bahwa dirinya masih menyayangi Raisa tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Padahal, beberapa waktu lalu, lelaki itu tertangkap basah tengah berciuman dengan teman sekolahnya. Bahkan sampai detik ini, Raisa tidak pernah sekalipun menerima permohonan maaf dari Saga. Seakan-akan hal itu bukanlah sebuah kesalahan.

"Mending lo sama cabe-cabean yang kemarin aja." ujar Raisa akhirnya.

Dan jawaban itu sukses mengundang tawa Saga. Dimana letak lucunya, pikir Raisa. Padahal perempuan itu berniat untuk menyindir Saga.

"Sinting lo, kak. Udah, ya, gue mau masuk." ucap Raisa dan membuka pintu mobil disampingnya.

Saga tersenyum, "Besok gue jemput lagi." ujarnya.

Raisa yang baru mengeluarkan kaki kirinya menoleh, "Ngapain, sih, kak? Gue gak mau deket sama lo lagi." balas Raisa terus terang.

"Gue masih mau. Udah sana keluar." usir Saga dan mendorong pelan bahu Raisa.

Raisa menatap Saga kesal, "Gak usah ngusir juga, anjir?" ujarnya agak berteriak sambil keluar dari mobil.

Saga kembali tertawa, Raisa benar-benar menggemaskan. Saga yakin tidak banyak orang yang mengetahui sifat asli dari perempuan ini.

"Sana balik, jangan parkir depan rumah gue." ucap Raisa dan menutup pintu mobil Saga.

Perempuan itu lantas berbalik dan segera masuk ke dalam rumah tanpa berniat melihat Saga pergi.

"Kakak gak ngizinin kamu deket sama Saga, ya, dek." ujar Cakra, kakak Raisa, saat adiknya menutup pintu rumah.

Raisa merengut, "Enggak, Kak Cakra. Raisa juga ogah kali!" balasnya sambil menatap Cakra yang tepat berada dihadapannya.

"Terus dianter pulang maksudnya apa?" tanya Cakra yang juga tengah menatap Raisa.

"Maksa dia, kak. Tadi hampir berantem juga sama Kak Angkasa. Jadi, Raisa nurut aja." jelas Raisa singkat.

Cakra menghela napas, "Lagian kakak, kan, udah pernah bilang. Kamu itu anak Ganus, jangan deket-deket sama anak Pura. Ngeyel, sih! Seharusnya biarin aja Haidar berantem sama Saga." omel Cakra.

Raisa memutar bola matanya malas. Kakaknya ini sudah mahasiswa semester 5, tetapi kelakuannya masih seperti anak seumuran Haidar dan dirinya.

Oh iya, tentang Haidar. Tentu Cakra mengenalnya. Saat lelaki itu masih bersekolah di Ganus 3 tahun lalu, Cakra sering bertemu dengan Haidar saat hendak menjemput Raisa sepulang mengikuti ekskur basket.

Saat Raisa ingin melewati Cakra, "Kamu beneran gak laku, ya, di Ganus?" ujar Cakra.

Raisa langsung memutar badannya menghadap Cakra dan memukul bahu lelaki itu dengan keras, "Jahat banget, sih, sama adek sendiri?" ucap Raisa kesal.

Cakra meringis sambil tertawa, "Fakta, dong? Sampe kamu dapetnya anak Pura, yang brengsek pula." balas lelaki itu.

"Sumpah Kak Cakra, Raisa benci banget ih!" teriak perempuan itu dan bergegas menuju kamar sambil menghentakkan kakinya.

Cakra tersenyum gemas melihat tingkah adiknya yang berjalan menjauh, "Sama Haidar aja. Kakak izinin!"











double update karena abis ini mau nunggu sampe yang baca banyakan dikit, baru update lagi hehehehe

Angkasa (hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang