Chapter 1

150 26 26
                                    

Kau, percaya takdir? Menurutmuketika secara tiba-tiba seseorang masuk kedalam kehidupanmu apakah itu takdir atau kebetulan semata

🌻🌻🌻

Dubrakk

Klotak-klotak

Plang-plang

Ricuh.

Iya, begitulah suasana tiap pagi kami yang selalu diiringi dengan suara-suara aneh dengan kesibukan masing-masing. Ada yang hectic karena belum mengerjakan tugas, ada yang berisik karena sedang memasak, ada yang gedubrakan karena sedang mencuci, tapi kadang ada juga yang tidur tenang karena kelas pertama di siang hari. Hah. Saat-saat itulah akan muncul cacian dan makian yang penuh iri, dengki dan kebencian. Kebiasaan ini selalu terjadi mulai pukul lima hingga pukul enam pagi, kejadian selanjutnya setelah pukul enam adalah...

KRINGGG... KRINGGGG......

Gedubrak!!!!

"Anjirrr!" seseorang mengumpat, sambil membenahi handuk-handuk yang jatuh karena dia menabrak tempat jemuran handuk kami.

Sementara aku dengan panik mematikan kompor dan meletakkan masakan di piring-piring. Sambil tergesa-gesa karena setelah alarm itu berbunyi tandanya kami harus berebut kamar mandi. Namun disaat aku meletakkan piring yang berisi masakan di meja, tiba-tiba...

"Dadah Mecaaa, gua mandi duluaann!!!!" Seru Naya sambil melangkah cepat dengan tangan kanannya ia angkat keatas sambil mengangkat handuknya.

"NAYA CURANGGGG!!!!" pekikku sambil mendobrak-dobrak pintu kamar mandi. "NAY GA USAH BOKER, GUA ADA KELAS PAGI!"

"HAH GA DENGER!" Sejurus kemudian Naya menyalakan keran dengan sangat kencang. Sial, dia pasti sengaja, agar tak mendengar ocehanku.

"Siapa yang masak tadi?" tanya Meli yang datang ke dapur dengan santai sambil mengucek-ngucek matanya karena baru bangun tidur.

"Hah oh..." aku tergagap karena masih terheran-heran dengan sikap Meli yang sangat tenang. "Gua sama Ocin tadi." Aku berjalan menghampiri Meli yang tengah menyendokkan nasi ke piringnya.

"Oh... mmm, enak sayurnya, Ca." Celetuknya setelah mencicipi sayur yang dibuat aku dan Ocin. Hampir saja aku berbangga karena celetukan Meli, sebelum akhirnya ia kembali berkicau. "Saking enaknya, kerasanya micin doang."

"Anjir ya lo!"

Sementara Meli hanya mengangkat bahunya tak acuh sambil berjalan ke ruang tengah membawa piring makannya dan gelasnya. Aku mengikutinya ke ruang tengah sambil melongok ke kamar Ocin, takut-takut dia ketiduran lagi. Hebatnya dia sedang kembali menghafal karena ada kuis hari ini, katanya.

"Kelas siang mel?" tanyaku sesekali di sela-sela sarapan kami.

"Ga. Jam 7."

Meli tenang. Sementara aku mendelik kaget. "Jam 7?" aku mengulangi lagi pernyataannya, meminta kejelasan. Dan Meli mengangguk kecil dengan muka datar. "Dan lo baru bangun Mel? Edan emang lo."

"Santai kali, Ca. Dosennya baik kok."

"Idih."

Aku hanya bisa mengkerutkan alisku dan memandang Meli dengan heran karena sikap santainya yang overdosis. Sementara itu, tak lama kemudian Naya keluar dari kamar mandi. Buru-buru aku menyelesaikan makanku, karena Anggita dari kamar mandi satunya juga sudah keluar. Dan dia melotot ke arahku, menyadari aku masih makan dengan tenang.

Quarter Life CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang