Di sebuah desa terpencil, tampak sesosok gadis muda sedang berdiri menatap indahnya lukisan alam yang terbentang indah di hadapannya. Mungkin suatu saat nanti ia akan merindukan suasana hijau nan asri dari perbukitan di sana. Ia merekamnya, merekam dalam memori kepalanya, bukan mengabadikannya melalui kamera ponsel atau sejenisnya.
Gadis itu beranjak, berbalik arah memasuki rumah tua yang sudah rapuh, tapi masih tetap disinggahinya. Ia menata sedikit pakaiannya ke dalam tas jinjing kecil. Hanya setengah penuh. Kemudian ia menarik ujung ritsleting tas itu sampai tertutup rapi. Kembali, ia menatap sejenak keadaan rumahnya yang akan ia tinggal pergi jauh ke kota. Dengan senyum mengembang ia menjinjing tasnya ke luar rumah, menghampiri pamannya yang sudah berada di depan gerbang.
Sesaat sebelum gadis itu menutup pintu, ia mengeluarkan buku sakunya dan membukanya tepat di tengah. Pembatas buku yang sangat berharga dari seseorang yang juga berharga.
'Kuharap hidupku akan membaik dan aku harap kau pun hidup dengan baik selama ini.'
*****
3 Maret 2019, tiga tahun setelahnya. Ingar bingar kehidupan malam di kota besar memang menyita perhatian banyak kaum remaja. Tak ayal mereka yang tidak memiliki tujuan hidup jelas atau mereka yang hanya ingin meraih kesenangan sesaat datang ke sana. Tak lain tak bukan adalah club. Club di ibu kota itu sungguh memesona. Terbukti dari banyaknya pasang mata yang menggila hanya karena dentuman keras yang saling bersahutan dari disc jockey di atas sana.
Seorang gadis terlihat duduk di tengah-tengah keramaian. Dengan kaki jenjangnya yang terlipat anggun, ia tersenyum ramah pada seseorang di hadapannya. Pria muda yang tampan dan kaya. Gadis itu melirik segelas tequila yang begitu menggoda di hadapannya.
"Minumlah. Aku tau kau suka."
Sang gadis meraih snifter ramping itu, memegangnya tepat di kakinya. Ia mengangkat gelas itu hingga berada tepat sejajar dengan matanya lalu memutarnya. Ia terdiam sejenak. Kerlipan cahaya yang timbul akibat tequila yang bersinggungan langsung dengan dinding snifter membuatnya tampak indah.
"String of pearls."
"Ya, yang terbaik."
Pria itu menatap dengan saksama saat sang gadis menyesap tequila itu dengan mata terpejam. Sepersekian detik hingga alkohol itu menyebar dengan baik ke seluruh indra pengecapnya. Pria itu kagum. Gadis di depannya begitu anggun dan berkelas.
Gadis berparas cantik berdarah Indonesia-Jerman ini berpindah posisi. Semula ia duduk berseberangan dengan pria tampan itu. Namun, sekarang ia mendudukkan dirinya di atas pangkuan sang pria. Sang pria pun tak merasa risih, karena tujuannya ke club pun hanya untuk bersamanya.
"Jadi, tempat biasa?"
Pria tersebut menggeleng. Ia menarik tubuh lawannya dengan cepat sehingga gadis itu terhuyung ke depan. Pria tersebut pun tahu bila si gadis hampir kehilangan keseimbangan. Ia lantas berdiri dan menahan kedua lengan si gadis agar tidak jatuh. Setelah gadis itu berdiri tegak, si pria menggenggam jemarinya dan berjalan melewati pemilik club.
"Jangan macam-macam, Ram. Aku tak mau dirugikan."
"Biar kutebus, berapa pun yang kau minta, Madam."
***
Memiliki tinggi sekitar 165cm dan akrab disapa Queen. Gadis penghibur yang selalu keluar di saat tertentu dengan pelanggan tertentu dan satu pelanggan khusus. Gadis ini anak kesayangan mami asuhnya yang bernama Madam Shu. Gadis yang dulunya hidup dengan penuh kesulitan di desa, kini bertahan hidup di tengah keramaian kota. Kerasnya alur kehidupan di kota memaksanya untuk terus bekerja di tempat yang penuh kesenangan sesaat.
Seberkas cahaya tepat mengenai sepasang mata hazel milik Queen disertai kicauan burung yang merdu milik kenari peliharaannya membuat pagi itu terasa semakin hangat.Queen mengerjapkan matanya perlahan. Ia menoleh ke kanan, lagi-lagi ia lupa menutup tirai di sebelahnya. Meski secara logika tidak akan ada yang bisa melihatnya di lantai 14, tetap saja ia tidak boleh ceroboh seperti itu karena banyak cara yang dapat dilakukan orang iseng terhadapnya.
Queen membalikkan badannya dan membiarkan jemarinya meraih kalender di atas nakas di sisi kiri tempat tidurnya. Tanggal 18 Maret. Ia bergegas turun dari tempat tidur dan bersiap merapikan diri.
"Hai Ken! Terimakasih sudah membangunkanku! Suaramu yang terbaik!" pekik Queen sebelum masuk ke kamar mandi.
30 menit berlalu dan Queen tampak keluar dari kamar mandi. Surai blonde panjangnya tergulung manis disertai handuk yang membalut indah lekuk tubuhnya.
Ia memilih jeans panjang dengan kemeja tiga perempat juga pita panjang berwarna merah untuk mempermanis rambutnya. Ia gadis yang pandai memadukan style. Kakinya melangkah dengan pasti ke depan kaca. Ia menatap pantulan dirinya dengan senyum lebar. "Begini jauh lebih baik."
*
Satu jam berlalu. Saat ini Queen duduk di sudut cafe bertema vintage. Banyak sekali bunga dan hiasan yang terbilang klasik. Ini membuat dirinya mau tidak mau mengingat kenangannya di masa lalu.
Gadis polos yang tiga tahun lalu tidak mengerti apa-apa. Gadis yang tiga tahun lalu senang sekali berkebun terutama bertanam bunga dan disertai sahabat atau kekasih yang sangat dicintainya.
Queen berjengit, lamunannya buyar. Ada seseorang yang menepuk bahunya. Ia pun menoleh dan mendapati sesosok laki-laki yang tak asing. Laki-laki tersebut tak lain adalah partner-nya.
"Lebih baik habiskan cheese cake ini daripada melamun."
"Kau mengagetkanku saja, Ram."
Rama, partner-nya, membuat janji dengan Queen di sebuah cafe kecil di daerah dekat pesisir pantai utara. Queen menetralkan detak jantungnya dengan menarik dan menghembuskan nafas dengan perlahan. Setelah itu ia menatap partner-nya dengan tatapan sinis.
"Oke. Maaf. Aku tak tahu kebiasaanmu akan berpengaruh padaku juga."
Queen menghela nafasnya. "Ada apa menelpon? Ini masih pagi. Sudah pesan ke mami?"
"Apa hanya itu yang ada di otakmu, Queen?"
Rama dan Queen saling bersitatap. Queen, di pikirannya hanya ada uang. Dan Rama, tidak sebejat itu untuk selalu memikirkan cara menjadi striker yang andal.
Queen memalingkan pandangannya dan memilih menyantap cheese cake yang sudah dipilihkan oleh Rama. Bibir mungilnyalah yang pertama kali menyapa lembutnya cream dan manisnya topping kue itu. Ia mengunyah dengan lambat sembari memuji rasa kue yang baginya enak.
"Langsung saja. Kalau bukan bersenang-senang, lalu untuk apa?"
"Seperti biasa."
Queen menatap tepat pada sepasang obsidian milik Rama. Kalau begini, ia jadi tahu apa yang diinginkan Rama dan apa yang akan terjadi selanjutnya.
To be Continue
Klo kalian suka, jangan lupa komen, vote dan masukin ke list baca kalian ya ^^
Typo?
Komen aja pasti langsung dibenerinSee you on the next chapter
Bubye~
KAMU SEDANG MEMBACA
1 APRIL : Queen-Athala [END]
RomanceTepat pada tanggal 1 April, Athala dan Queen sama-sama melihat dengan jelas keberadaan masing-masing. Namun, tak ada satu pun yang berusaha maju. Queen lebih memilih berlari, sedangkan Athala hanya diam di tempat. Apakah mereka benar-benar menanti s...