Segala puji bagi Allah. Kami memuji, meminta pertolongan, dan meminta ampun kepadanya. Dan kami berlindung dari keburukan yang ada pada diri kami, dan jeleknya amalan kami. Siapa yang Allah berikan petunjuk maka tidak ada yang mampu untuk menyesatkannya, dan siapa yang Allah sesatkan, maka tiada yang mampu memberi petunjuk padanya. Dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah semata tiada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba dan utusannya. Shalawat atasnya, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dalam kebaikan.
Amma ba'du. Ini adalah ulasan ringkas dari kitab ( lum'atul i'tiqad ) yang ditulis oleh Abu muhammad abdullah bin ahmad bin qudamah al-maqdisi. Lahir pada bulan syaban tahun 541 Hijriah di kota nablus ( negara palestina ). Wafat dihari 'idul fitri tahun 620 Hijriah dikota damasyqus - semoga Allah merahmatinya.
Kitab ini terkumpul didalamnya penulisan pokok-pokok aqidah.
( Kelanjutannya belum faham )Kaidah pertama :( menyikapi nash-nash Al-Qur'an dan sunnah dalam masalah nama-nama dan sifat Allah )
Kewajiban dalam menyikapi nash-nash Al-qur'an dan sunnah adalah menetapkan setiap dalil atas dzohirnya tanpa perlu merubahnya. Karena Allah menurunkan Al-qur'an dengan bahasa arab yang jelas, dan Nabi berbicara dengan bahasa arab. Maka wajib menetapkan dalil atas perkataan Allah dan rasulnya sebagaimana yang telah disampaikan dengan bahasa tersebut. Karena merubahb yang dzahir termasuk berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan hukumnya haram.
Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla :
قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْـفَوَا حِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَ الْاِ ثْمَ وَا لْبَـغْيَ بِغَيْرِ الْحَـقِّ وَاَ نْ تُشْرِكُوْا بِا للّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
"Katakanlah (Muhammad), Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 33)Dan contohnya adalah firman Allah ta'ala :
بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
"Sebenarnya tangan Allah terbentang luas, ia memberi rizky pada siapa yang ia kehendaki ( QS. Al-maidah : 64 )Sesungguhnya dzohir dari ayat ini adalah Allah memiliki dua tangan pada hakikatnya. Maka wajib menetapkan hal tersebut pada Allah. Jika seorang berkata maksud dari dua tangan adalah kekuasaan, kita katakan padanya ini termasuk menggeserkan perkataan dari dzohir maknanya. Tidak diperbolehkan ucapan seperti ini karena termasuk berkata tentang Allah tanpa ilmu.
Kaidah kedua : ( Asma Allah )
Berikut cabang-cabang dalam kaidah ini :
1. Nama-nama Allah seluruhnya Husna.
Husna artinya mencapai puncak kesempurnaan dan keindahan. Karena itu menunjukan kesempurnaan sifat tanpa kekurangan sedikitpun dari segi manapun. Allah ta'ala berfirman :
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allahlah nama-nama yang husna, maka serulah Allah dengannya." ( QS. Al-a'raf : 180 )Misalnya : ( الرحمن ) adalah nama dari nama-nama Allah yang menunjukan keagungan sifatnya yaitu rahmat yang luas. Dari sini kita mengetahui bahwa ( الدهر : maha pengatur waktu ) bukanlah bagian dari nama-nama Allah. Karena tidak terkandung mana 'mencapai puncak kesempurnaan dan keindahan'.
Adapun sabda rasulullah ﷺ :
لَا تَسُبُّوا الدَّهْرَ، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْرُ
"Janganlah mencela masa, karena sesungguhnya Allah Ta'ala adalah (pengatur) masa." (HR. Muslim no. 2246)
Maknanya adalah yang maha mengatur waktu. Diambil dari firman Allah ta'ala dalam riwayat kedua ( hadits qudsi )
بيدي الأمر أقلب لليل و النهار
"Semua urusan ada di Tangan-Ku, Akulah yang membolak-balikkan waktu siang dan malam." ( HR. Bukhari & Muslim )2. Nama-nama Allah tidak terbatasi oleh bilangan tertentu.
Rasulullah ﷺ bersabda :
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
"Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu . . ."
( HR. Ahmad dan lainnya. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Kalim al Thayyib hal.119 no.124 dan Silsilah Shahihah no.199 )
Penggabungan hadits ini dan hadits :
ان لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَل الْجَنَّةَ
"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya pasti masuk surga." ( HR. Bukhari dan Muslim )
Maksud makna dari hadits ini bukanlah pembatasan nama-nama Allah ta'ala dengan bilangan ini. Sama dengan misal engkau katakan : aku memiliki 100 dirham yang telah disiapkan untuk sodaqoh. Ini tidak menafikan bahwa engkau memiliki dirham lain untuk selain shadaqoh.
3. Nama-nama Allah tidak bisa ditetapkan dengan akal, tetapi ditetapkan dengan syar'i ( Al-qur'an dan as-sunnah )
Hal ini merupakan perkara taufiqiyah. Yang mana penetapannya hanya terbatas pada apa yang datang dari Al-qur'an maupun hadits saja. Tidak bisa ditambah atau dikurangi. Karena akal tidak mungkin dapat memahami nama-nama yang pantas bagi Allah ta'ala. Maka wajib menyerahkan hal tersebut pada Syar'i. Dan juga menamakan Allah dengan sesuatu yang allah sendiri belum menamainya dengan itu atau mengingkari nama-namanya, termasuk kejahatan atas hak Allah ta'ala dan wajib beretika pada hal tersebut.
4. Setiap nama dari nama-nama Allah menunjukan pada dzatnya, sifat yang terkandung didalamnya, dan pengaruh yang timbul darinya ( jika sifat itu membutuhkan obyek.) Dan tidaklah sempurna iman kepada nama Allah keculi menetapkan ini semua.
Misal selain yang membutuhkan obyek : ( al-azhim ), maka tidaklah sempurna iman sampai kau beriman pada ketetapan nama Allah yang menunjukan atas dzatnya, dan yang terkandung dari sifatnya yaitu agung.
Misal yang membutuhkan obyek : ( ar-rahman ), maka tidaklah sempurna keimanan sampai kau beriman pada ketetapan nama Allah yang menunjukan atas dzat-nya, sifat yang terkandung di dalamnya yaitu rahmat, serta pengaruh yang yang disebabkan oleh nama tersebut yaitu dia-Allah merahmati pada siapa saja yang ia kehendaki.