18

1.4K 108 31
                                    

Kedua sudut bibirnya terangkat mengingat kejadian kemarin sore, tebakannya benar bahwa Shania masih mencintainya. Semakin lama senyumnya semakin mengembang kala ia tau Shania datang kepadanya. Entah dengan tujuan apa tapi Boby yakin Shania mencarinya karena kisah mereka yang belum usai.

Suara angin yang menjatuhkan daun-daun membuat Boby merapatkan kedua tangannya. Dingin mulai menusuk tulang, kacamata minusnya mulai berembun karena helaan napas yang terhalang oleh scarf yang ia pakai. Rambut gondrong yang terbiasa berantakan, kini terlihat rapih oleh kupluk maroon pemberian sang kekasih.

Pagi ini taman yang sering ia kunjungi bersama ibunya sangatlah sepi, tapi hatinya berbisik nyaring meneriakan kerinduan pada gadis yang sudah beberapa bulan tidak ia lihat. Isi kepalanya begitu riuh oleh banyak pertanyaan yang siap ia lontarkan jika bertemu lagi dengan kekasihnya.

Kekasih? Bagi Boby, Shania masihlah kekasihnya. Tidak ada kata selesai yang ia ucapkan waktu itu. Shania hanya dalam keadaan yang tertekan, dan Boby memahami itu.

Sudah pukul 7:20 tapi matahari belum juga menampakkan sinarnya. Boby mulai beranjak dari duduknya, tubuh jangkung itu melangkah lebar menuju sebuah tempat.

Sudah biasa bagi Shania menjadi pusat perhatian, berjalan seorang diri dan mendapatkan banyak tatapan kagum dan juga liar dari berbagai kaum. Pakaian seksi dan juga wajah angkuhnya bisa melumpuhkan hati siapapun dan pria manapun yang ia inginkan, sayangnya nama Boby masih bertengger dipuncak paling tinggi hatinya.

Langkah anggun Shania tiba-tiba terhenti oleh suara cempreng yang sangat ia kenal.

"Shaaaan.." Teriak Gaby dengan lambaian tangan.

"Tumben amat lo bedua jemput gue di parkiran." Tukas Shania menghentikan langkahnya.

"Mana ada, gue juga baru datang terus gosip dulu bentar." Ujar Sendy.

"Shan, Shan, lo tau nggak? Eh tar aja deh ngomongnya di kantin." Gaby menyeret lengan Shania dengan semangat.

"Apaan sih, gue gak mau kalo bahas dia."

"Dia siapa sih?" Sendy mulai bingung dengan arah pembicaraan mereka.

"Bobylah siapa lagi." Gaby duduk di bangku kantin dengan cengiran lebarnya, di ikuti oleh Shania dan juga Sendy yang tampak bingung dengan tingkah Gaby hari ini.

"Bu, soto ayam 3, minumnya teh anget ya." Gaby langsung memesan tanpa memperdulikan kedua temannya yang sedang menatapnya heran.

"Gue udah sarapan, ngapain lo pesenin lagi sih." Sewot Sendy.

"Mumpung ada Shania yang bayarin Sen, baik kan gue?" Senyum Gaby menular pada sendy, kedua teman jahanam itu bertos ria.

"Pinter lo, gak kepikiran gue. Tambah gorengan dong Gab."

"Oke. Ibuuuuuu tambah gorengannya ya." Teriak Gaby kembali.

Ibu kantin hanya mengangguk mengerti. "Mau tambah jus atau kopinya neng?"

"Boleh deh bu, jus melon sama...lo apa Sen?"

"Susu coklat aja bu." Teriak Sendy.

"Bener-bener ya lo bedua, temen lagi pusing bukannya di bantu malah di porotin."

"Anggap aja sedekah napa." Gaby menimpali ucapan Shania.

"Bener, sedekah biar hubungan lo ama Boby cepet membaik." Gaby dan Sendy hanya tertawa melihat muka kesal Shania.

"Ah gembel lo bedua."

Pada akhirnya mereka bertiga tetap makan dengan lahap, urusan cinta memang rumit tapi urusan makan tidak boleh pelit.

Paralyzed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang