“Wanita bernyanyi, pria bermain musik .”
Kalimat itu terngiang dalam pikiranku. Lebih tepatnya lagi kalimat itu adalah peraturan di suku. Aku tinggal di sebuah desa dengan 2 suku yang berbeda. Kata kakakku aku harus bersyukur karena hidup di suku ini walaupun aku tidak tahu apa yang harus aku syukuri. Suku Gaso dan Suku Saka. Ayahku bilang kedua suku ini tidak pernah akrab. Ayahku tahu tentang segalanya dalam suku ini karena ayah kepala suku disini.
Aku sangat suka musik. Mendengarnya membuat hati damai. Apalagi memainkan alat musik.
Setiap pagi warga suku selalu bernyanyi dan bermain musik untuk memulai aktivitas baru. Termasuk pagi ini. Aku terlalu malas untuk bernyanyi, aku akan semangat bila di izinkan bermain musik. Jadi aku hanya duduk diam di kursi halaman depan melihat warga bergembira dan sangat bersemangat untuk melakukan aktivitas. Tiba - tiba, aku melihat 2 orang suku ku sedang membawa paksa 1 orang asing. Dan mereka menuju rumahku.
Ayahku yang sedang berdiri di halaman bernyanyi dengan warga ketika melihat warga sukunya membawa orang asing segera memasang muka marah dan kesal.
Ayah selalu masang muka seperti itu karena ayah tidak suka ada orang asing yang masuk ke desanya.
"Cepat bawa ia masuk kedalam!! " perintah ayahku
Kasihan melihat orang asing itu tersiksa tapi mau bagaimana lagi. Orang asing yang masuk desaku biasanya di hukum mati.
"Kepala suku, kami menemukan dia di batas suku Gaso dan suku Saka sedang melakukan sesuatu dengan alat ini" ujar salah seorang suku sambil memberikan barang tersebut yang berbentuk kotak.
"Itu kamera" jawab orang asing
"Kembalikan kamera ku"
Saat itu juga ayah melemparnya.
"Apa maksudmu melemparnya?! aku tidak pernah melakukan kesalahan apapun disini!"
"Kesalahanmu adalah datang kesini! Cepat ba
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Guitar
FantasyKetika peraturan di sebuah suku hampir membuatku putus asa.