53. Penyesalan

346 15 2
                                    

Di dalam Alea terbaring lemah dengan perban di kaki dan pelipisnya. Serta wajahnya memucat. Melihat hal itu Maura menangis, Alea menyunggingkan senyumnya.

Dokter yang melihat kedatangan Maura akhirnya angkat bicara.

"Bu, Ibu bisa menemuinya sebentar saja. Nanti dia akan kami pindahkan ke ruang rawat."

"Baik dok."

Dokter pun meninggalkan Alea dan Maura berdua.

"Bun.." Panggilnya parau.

"Iya sayang. Kamu mau apa?" Maura menggenggam sebelah tangan Alea.

 Kamu mau apa?" Maura menggenggam sebelah tangan Alea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alea mau pulang, Bun."

"Iya sayang. Alea sembuh dulu ya baru kita nanti pulang." Maura mencium kening Alea.

"Alea mimpi Om Alvin ngajak Alea pergi, Bun." Maura semakin menangis

"Alea... Alea harus kuat nak. Bunda gak ijinin Alea pergi. Alea..."

"Jangan nangis, Bun. Bunda... cantik kalo tersenyum."

"Alea juga cantik kalo senyum. Alea pasti sembuh."

"Bun... Maafin Alea, tadi Alea sempat pengen mati-"

"Alea gak boleh punya pikiran kayak gitu lagi ya sayang."

"Alea gak kuat Bun... Sakit rasanya hati Alea. Maafin Alea, Bun..."

"Iya sayang, Bunda maafin Alea, Nak."

"Alea sayang Bunda."

"Bunda tau. Bunda juga sayang Alea."

"Bun, Alea tau semuanya."

"Tau apa Nak?" Tanya Maira mengernyitkan dahinya.

"Tau jika Alea anak hasil perkosaan."

Maura terkejut mendengar apa yang diucapkan Alea.

"Mama yang bilang. Apa Alea gak pantes dapet kasih sayang bun? Apa keberadaan Alea salah Bun?"

"Ayah, bunda, nenek, kak Oliv dan El sayang Alea..."

"Kak Panji ninggalin Alea karena dia tau kalau Alea ini anak haram, Bun."

"Alea..." Maura menciumi tangan Alea yang di genggamnya.

Dirimu Dan Dirinya (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang