C. 59 🔍 Always

14 3 0
                                    

Author pov.

Abraham menghelakan nafasnya untuk kesekian kali sebelum tangannya menutup lembaran buku dihadapannya. Ujian akan diadakan 3 bulan lagi dari sekarang, dan kasus yang ia dapatkan belum selesai dan sekarang dia mendapatkan sakit yang amat sangat membuatnya tidak bisa fokus.

"Lo mending ke UKS sana, dari kemaren lo gak bisa tidur dan pusing kan?"

Abraham hanya menganggukan kepalanya pelan membuat sahabatnya, Max berdesis pelan.

"Ya udah kalau gitu sana cepet ke UKS, nanti gua yang minta izin ke Mr. Zidane"

Abraham berdiri dari duduknya dan menepuk pelan pundak Max sambil mengutarakan terima kasih kepada sahabatnya sebelum berjalan menuju UKS.

Diperjalannya ke UKS, Abraham mendengarkan detungan musik tak jauh dari tempatnya berdiri, langkahnya terhenti sebelum mengikuti suara tersebut.

Semakin terdengar jelas suara yang dikeluarkan oleh instrument piano tersebut, semakin pusing yang menggangunya makin menghilang tergantikan dengan perasaan rindu yang mulai menggangu hatinya.

Tidak dapat lagi dipungkiri jika suara instrument piano itu berasal dari pintu yang bertuliskan Loneliness yang kini berdiri kokoh didepannya. Merasa sangat asing dengan pintu tersebut membuat Abraham menjadi ragu untuk membuka pintu yang berada didepannya.

Tetapi ragu itu kembali lagi dikalahkan oleh perasaan rindu yang tidak bisa ia bendung, tangan Abraham meraih knob pintu sebelum akhirnya rasa pening dikepalanya kembali terasa. Sangat sakit hingga bahkan membuat suara suara indah dari instrument piano tersebut menjadi siksaan baginya.

Tanpa Abraham sadari ia pun jatuh tak sadarkan diri.

2 jam kemudian.

'Lembut...'

Abraham merasakan helusan lembut menerpa wajahnya, membuanya ingin kembali tidak sadarkan diri sebelum ia merasakan tetesan air juga menerpa wajahnya dan hidungnya mencium bau amis... seperti darah...

"Agh!"

Abraham terbangun terduduk dan sadar jika ia sudah berada di UKS.

"Kenapa? Ada apa?"

Suara lembut dan familiar itu membuat Abraham seakan kembali dan benar benar sedang dalam keadaan sadar.

"Abraham lo gak apa apa?"

'Tentu saja' Pikir Abraham dalam hatinya sebelum berdesah pelan saat melihat Luna duduk disebelah ranjang UKS yang ia pakai.

"Victoria tadi nemuin lo di kolam renang, sekarang dia lagi di kelas. Lo ngapain di kolam renang?Kata Max kepala lo lagi pusing makanya itu lo ke UKS tapi waktu Mr. Zidane kesini lo gak ada di UKS dan gua gak liat lo sama sekali. Gua udah dari tadi di UKS tapi gak liat lo, alhasil gua disuruh nyari lo deh. Untung ketemu Victoria yang berusaha nyari bantuan."

Abraham berdesis pelan saat mendengar Luna berbicara panjang lebar. Kepalanya sangat tidak ingin berkompromi kali ini.

~ s f [el] s k l s f k l i o h l o h g o [tf] o g o h o f [wd] y o p d s a ~

"Lo denger gak?"

Abraham membuka matanya dan menatap Luna saat itu juga ia kembali mendengar suara piano itu, dan perasaan rindu itu kembali datang.

Luna menundukan kepalanya saat melihat ekspresi Abraham, seperti mengerti apa yang sedang dirasakannya yang juga membuat tangan Luna bergetar.

"Itu apa? Dan kenapa suara itu membuat gua merasakan rindu yang tidak bisa dibendung ini?"

Tangan Luna mencengkram erat ujung roknya, tangannya yang kecil itu tergerak memegang bahu Abraham. Dengan pelan memberikan sedikit genggaman erat dipundak Abraham.

"Tidak apa, itu wajar. Kalian saling menyukai, jadi rasa rindu itu wajar Abraham."

Abraham menatap Luna tidak mengerti, otaknya sekarang benar benar tidak bisa berkerja.

"Maksudnya?"

"Dia selalu ada disini Abraham" Tangan Luna berganti dari pundaknya keatas dada sebelah kiri Abraham.

"Dia tidak pernah pergi"

Wajah Luna berubah sedih, senyumnya berubah menjadi senyuman pahit.

"Dia disini menunggumu untuk membawanya pulang"

Blam!

Pintu UKS terbanting dan tertutup rapat bersamaan dengan Abraham yang kembali tidak sadarkan diri, meninggalkan Luna duduk bersebrangan dengan sesuatu.

TBC.

Didn't Last LongWhere stories live. Discover now