XXII

1.4K 146 14
                                    

*AUTHOR's POV*

Ini hari ketiga di dalam tahanan, Dylan mulai terserang batuk dan flu. Berat badannya turun empat kilogram. Tidak ada banyak hal yang bisa dilakukannya di dalam ruangan sempit itu, ia bahkan tidak diperbolehkan membawa buku atau mainan miniaturnya. Yang membaik hanyalah badannya yang tidak terasa gatal lagi karena dia diperbolehkan untuk memakai bajunya sendiri. Kakaknya, Sadrie, tidak pernah absen menjenguk Dylan. Beberapa kali Rezka juga ikut menjenguk namun tidak diperbolehkan oleh Sadrie jika matanya sembab karena Dylan pasti akan menyadari itu dan merasa sedih. Kabarnya hari ini ayah Dylan sampai di Indonesia, seluruh tim kuasa hukum telah dikerahkan untuk melindungi Dylan dan membawanya keluar dari tahanan. Sayangnya hal itu tidak mudah, karena Dylan merupakan saksi kunci. Keterangan dari dr. Rita sebagai saksi yang tiba di TKP pertama pun tidak banyak membantu Dylan.

Tepat pukul sepuluh pagi, pintu ruangan Dylan dibuka. Sadrie melangkah mendekati Dylan yang duduk bersandar di dinding. Sadrie berjongkok di hadapan Dylan, mengusap kedua pipinya. "Hey, kita pulang yuk?" Kata Sadrie yang membuat Dylan spontan mengangkat pandangannya. "Kakak bawain jaket untuk Dylan nih, Mocko sama mbok udah nungguin di rumah loh. Di bawah juga ada daddy."

Dylan tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dia langsung melepaskan baju tahanannya dan mengenakan jaket yang dibawakan Sadrie. Mereka berdua langsung berjalan keluar meninggalkan ruang penderitaan yang telah menyiksa batin Dylan. Di luar kantor polisi, Mr. McKenzy telah berdiri di samping mobil mereka dengan wajah yang sangat merah. Dylan berlari ke arahnya lalu memeluk Mr. McKenzy erat, tangis Mr. McKenzy pecah saat itu juga. Sadrie bergabung dengan ayahnya dan Dylan, tangisannya juga tak dapat ditahan.

"I'm sorry..." Kata Dylan.

"No, I believe it from the first that you're not the killer." Kata Mr. McKenzy yang membuat Dylan spontan melepaskan pelukannya.

"How, how did you know that I'm not the killer? How did you get me out?" Tanya Dylan sambil memandangi ayah dan kakaknya secara bergantian. Wajahnya terlihat terkejut dan panik.

"Andrew surrendered. Tadi pagi dia diantar orangtuanya ke kantor polisi." Jelas Sadrie yang membuat pupil Dylan melebar.

"Where is he? Can I see him?"

"Kakak pikir, mungkin, bukan hari ini."

"No. I want to see him."

"Dylan, percaya sama kakak. Kakak pikir besok atau beberapa hari lagi lebih tepat untuk bertemu sama Andrew."

"He's my best friend. Please..." Bela Dylan, membuat ayahnya mengangguk ke arah Sadrie dan Sadrie menghela napas.

"Oke. Dengan syarat kakak ikut sama Dylan, boleh?"

Dylan mengangguk. Sadrie menggenggam tangannya, lalu mereka kembali melangkah menuju kantor polisi sedang ayahnya tetap menunggu di luar. Di dalam beberapa polisi yang lalu lalang memandangi Dylan seakan bertanya-tanya apa lagi yang ingin dilakukannya di kantor mereka. Sadrie membawa Dylan ke bagian resepsionis, kali ini seorang polwan yang menyambut mereka.

"Selamat siang, ada yang perlu saya bantu?"

"Siang bu, kami mau menjenguk saudara Andrew."

"Andrew Damara." Sambung Dylan terhadap perkataan kakaknya.

"Boleh, untuk alat komunikasi, dompet dan apapun yang ada di kantong tolong masukan ke sini ya." Polwan tersebut menunjuk sebuah kotak yang sudah berisi beberapa handphone dan dompet. Sadrie meletakan tasnya di dalam kotak tersebut, Dylan yang bersih dari alat-alat itu hanya diam sambil memperhatikan kakaknya.

"Silakan ikuti saya." Ucap seorang polisi di belakang mereka.

Dylan kembali menggenggam tangan kakaknya ketika mereka berjalan menuju Andrew. Dari resepsionis mereka berjalan melalui sebuah lorong, berbelok ke arah kiri dua kali, lalu memasuki lorong lagi, di sebuah lorong ada sebuah pintu yang ditutupi oleh jeruji besi. Perasaan Dylan berubah seketika mereka berjalan melewati jeruji itu. Pemandangan yang sangat berbeda dengan tempatnya dikurung kemarin. Di sini lebih terkesan kumuh, hanya ada jalan yang muat untuk 2 orang, yang kanan kirinya diapit oleh ruangan-ruangan sempit berisi beberapa orang dan dikelilingi oleh jeruji yang banyak sedikitnya mulai berkarat.

CHILIADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang