Saat itu jam 10 malam dan Deny baru saja selesai mandi ketika ia mendengar suara ketukan pintu. Ia yang tadinya ingin melangkah memasuki working lair-nya memutar langkah. Saudari kembarnya tidak mungkin mengetuk pintu, jadi ia tahu hanya satu orang yang berani datang malam-malam seperti ini.
Nicky.
"Punya waktu 1 jam?" tanya Nicky dengan cengiran lebar yang terlihat menyebalkan.
"Enggak. Gue ada kerjaan yang harus di..."
"Bahkan untuk main ini?" Nicky memotong ucapan Deny sambil mengayun-ayunkan sebuah kotak dengan cover bertuliskan 'Mortal Kombat X'.
"Holy shit!" Deny ternganga ketika melihatnya, matanya berbinar-binar. Tanpa ragu-ragu lagi, Deny mempersilahkan Nicky memasuki apartemennya dan segera menyiapkan Play Station 4 miliknya di ruang tengah.
"Jagoan lo Subzero?" tanya Nicky ketika melihat karakter yang dipilih Deny.
"Ya, karena lo pakai Scorpion, gue pakai Subzero," jawab Deny, tersenyum tipis dengan pandangan meremehkan kepada Nicky.
"Oke, intinya lo enggak punya jagoan tapi lo yakin bisa ngalahin gue," ujar Nicky, kepalanya mengangguk-ngangguk. Deny hanya terkekeh.
Meskipun secara hirarki perusahaan ia adalah bos Nicky, tetapi Deny selalu menganggap Nicky sebagai temannya. Bahkan di kantor sekalipun mereka bertegur sapa dengan akrab kalau kebetulan papasan. Nicky bahkan bersikap santai dari waktu pertama kali diperkenalkan oleh Diny sebagai saudara kembarnya. Memang di pikiran Deny saat itu terbersit bahwa Nicky adalah orang yang cuek tetapi justru karena sikap Nicky yang seperti itulah mereka bisa membangun hubungan baik seperti ini.
Merekapun mulai bermain, ronde pertama dimenangkan oleh Subzero-nya Nicky dengan Brutality. Deny beralasan dia masih belum panas karena sudah lama enggak main game fighting yang dibalas Nicky dengan tawa licik.
"Jadi, apa yang mau diomongin tentang Diny?" tanya Deny kepada Nicky, matanya masih terus menatap layar dan jari-jarinya sibuk dengan controller.
"Siapa yang mau ngomongin Diny?" tanyanya balik. "Jangan coba-coba mengalihkan perhatian kalau udah kalah, Den."
"Oh, come on. Lo ke sini karena mau ngomong soal Diny, kan? Gue memang apatis, tapi gue enggak sebodoh itu sampai enggak sadar cara lo memandang Diny," ucapnya sinis, dan berdesis senang ketika berhasil memasukkan pukulan telak ke Subzero.
"Memangnya gimana cara gue memandang Diny?" tanya Nicky, terlihat bersikap sok santai dengan pertanyaan Deny, matanya masih fokus ke layar, apalagi setelah Subzero berhasil membekukan Scorpion.
"Lo memandangnya seperti memandang lautan yang tidak bisa lo raih tapi lo ingin tenggelam di dalamnya," ucap Deny.
Controller Nicky terlepas dari tangannya, ia jelas sedang salah tingkah.
"Lo sebenernya enggak kerja tapi lurking around di tmblr, kan?" tanya Nicky dengan terbata-bata, mencoba meraih controller-nya.
"Mungkin," balas Deny singkat dengan mengangkat bahu. Ia kemudian melanjutkan, "Lo sayang sama Diny, meski gue enggak tahu sejauh apa. Tapi, gue lihat lo menahan diri karena merasa Diny sudah bahagia dengan seseorang yang bahkan belum pernah kita temuin."
"Dan, karena gue enggak mau merusak apa yang kami punya sekarang," ucap Nicky, tersenyum namun sorot matanya terlihat sedih. "Klise banget, ya kisah gue. Cowok yang jatuh cinta sama sahabatnya sendiri tapi enggak berani berbuat sesuatu karena enggak mau kehilangan dia."
"Udah klise, cheesy lagi," ucap Deny sinis, Nicky terkekeh. Deny menghela nafas, "Cuma gini... coba lo pikir lagi. Okelah lo enggak mau ngerusak hubungan lo sama Diny yang sekarang, tapi apa lo rela ngelepas Diny ke orang yang bahkan lo enggak tahu wujudnya gimana? Lo lebih rela mempertahankan hubungan persahabatan lo atau melihat Diny disakiti? Jujur, ya insting gue bilang begitu gue ketemu sama Reza ini gue akan tonjok dia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Come True
Romantizm[COMPLETED] Dua cerita cinta... Ada yang gila kerja dan penuh penyangkalan jika sudah menyangkut soal cinta. Ada yang menganggap cinta adalah petualangan hingga menyakiti dirinya sendiri. Kenapa emosi yang bernama cinta harus serumit ini?