✨ мαgιє - ηєυƒ

8K 1.3K 66
                                    

Jaehyun hanya diam mengikuti langkah pria asing yang ditemuinya di kota. Kini keduanya tengah berjalan menyusuri sebuah hutan.

Pandangan Jaehyun mengedar, memperhatikan pohon-pohon dengan tinggi yang beragam. Hutan yang tengah ditelusurinya tidak seperti hutan-hutan pada umumnya yang biasa dihuni oleh binatang-binatang liar. Hutan ini begitu sunyi. Tak ada suara kicauan burung atau hewan yang tinggal—termasuk serangga kecil seperti semut sekalipun.

Kembali menatap ke depan, Jaehyun melihat sang pria yang menghentikan langkahnya—dalam posisi masih memunggunginya. Jaehyun berjalan menghampiri kemudian mensejajarkan posisinya di samping pria tersebut.

"Itu rumah barumu," ujarnya tanpa repot-repot menoleh.

Jaehyun mengikuti arah pandang pria tersebut kemudian menemukan sebuah gerbang. Gerbang yang menjulang tinggi dan dijaga oleh beberapa penyihir penjaga.

"Temui para penjaga itu. Aku tidak bisa masuk lebih jauh."

Setelah menyelesaikan kalimatnya, pria tersebut berbalik kemudian berjalan menjauh. Meninggalkan Jaehyun yang masih diam di tempat, menatap ke arah gerbang tersebut tanpa arti.

Sepertinya itulah tempat tinggal para penyihir golongan hitam. Berada di tengah hutan belantara. Tak seperti para penyihir golongan putih yang tinggal berdampingan bersama dengan manusia.

Jaehyun menatap ragu tempat tersebut. Apa yang harus ia lakukan? Apa lebih baik ia bergabung dengan kaumnya, atau kembali ke keluarganya?

Karena nyatanya Jaehyun tidak bisa jika harus memerangi keluarganya sendiri.

Benar mengenai apa yang dikatakan sang kakek yang ditemuinya di kota.

Jaehyun berbeda. Ia memiliki hati yang lembut, tidak egois, dan selalu memikirkan orang lain.

Berbeda dengan para penyihir golongan hitam lainnya yang memiliki sifat arogan dan selalu merasa dirinya benar.

"Rumahku hanyalah keluargaku," Jaehyun bermonolog. Menatap datar sekali lagi ke arah gerbang tersebut kemudian berbalik dan pergi dari tempat itu.

Jaehyun lebih memilih untuk kembali. Ia tidak ingin bersama dengan kaumnya yang bertentangan dengan dirinya. Lebih baik ia bersembunyi di kerumunan para manusia ketimbang harus memerangi keluarganya sendiri.

Setengah jalan telah Jaehyun lalui. Dalam perjalanannya, ia dikejutkan dengan sebuah suara tawa. Jaehyun mengedarkan pandangan guna mencari sumber suara tersebut, kemudian tatapannya beralih ke samping kirinya.

Jaehyun melihat pria tadi—pria yang sama dengan pria yang menuntunnya kemari, dikelilingi oleh tiga orang pria lain yang Jaehyun duga adalah para penyihir golongan hitam.

Jaehyun beringsut dan memilih untuk bersembunyi di balik sebuah pohon besar, memilih memperhatikan dari kejauhan.

"Wah wah wah. Lihat siapa yang datang bertamu," ujar salah satunya.

"Suatu kehormatan bagi kami bertemu dengan anda, Yang Mulia," pria lain berujar dengan menekan dua kata terakhir.

"Apa yang membawa anda kemari, Tuan? Apa anda sedang jalan-jalan?" Kemudian ketiganya tertawa.

Jaehyun masih pada posisinya. Ia mendengarkan percapakan antara keempat pria asing tersebut.

Dahi Jaehyun berkerut kala salah satu pria di sana menyebut 'Yang Mulia' pada si pria muda. Memangnya siapa pria muda tersebut? Dan mengapa mereka memanggilnya dengan intonasi seakan membenci si pria muda?

[✔] 1. Magie De L'univers : Le Début Du Destin a ChangéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang