Ada yang tidak pernah bisa aku rasakan saat aku menapaki halaman rumahku pagi ini. Ada satu rasa dimana ketika aku mengulang semua kenangan indah. Tapi, aku harus tetap melangkah maju. Aku bukan orang yang selalu sedih dan murung. Aku akan membuat hari ini lebih bahagia dari hari sebelumnya.
"Anjir, kenapa pohon gue rontok semua! Gua nyapunya gimana coba?" kataku melihat marah pada halaman rumahku yang benar-benar tidak seperti halaman rumah.
"Angin semalem kali teh, kenceng banget emang." sargah adikku, Candra. Keluar sambil membawa secangkir teh hangat dan duduk di kursi teras rumah.
"Telepon tukang bersih-bersih aja deh Gue mau kerja!" marahku, masuk ke dalam rumah dan berhenti di ruang TV.
"Inget teh. Kita harus pandai-pandai ngirit. Teteh ngga boleh seenaknya juga ngabisin duitnya teteh. Bukannya teteh punya mimpi ngewujudin cita-citanya nyokap bokap? Belum lagi, teteh ngga kangen sama Charla di Jepang? Udahlah Teh, kita balik aja ke Bali. Di sini, kita cuman dibohongin, dibodohi. Ngga sia-sia apa sama kecerdasannya teteh?" omel Candra seakan sudah seperti Ayah dan Bundaku dulu.
"Lu denger ga sih? Gue mau kerja!"
"Terserah Teteh mah kalo gitu. Kasih duitnya aja ke Candra."
"Nih, jangan lupa sarapan sebelum sekolah. Teteh pergi dulu."
"Iya, Teh."
***
Adikku, Candra Adhi Abipraya. Umurnya sudah 17 tahun. Bersekolah di SMA Negeri 78 Jakarta. Kata temen-temennya, adikku ini selalu menjadi idola para cewek karena ketampanannya. Tapi yang aku tidak suka, dengan ia dipuji banyaknya orang diluar sana, tiba-tiba dia berubah menjadi agak seperti bad boy. Dan itu, sangat mencemari nama baikku sebagai kakaknya yang juga alumni dari SMA Negeri 78 Jakarta itu.Candra adalah adikku nomor 2, alias anak paling bungsu, nomor 3. Sedangkan adikku yang pertama, namanya Charla Brylea Aerynazzahra. Dia sama pintarnya denganku. Bahkan mungkin dia jauh lebih pintar dariku. Dia mengambil beasiswa untuk kuliah di Jepang agar dia bisa belajar hidup mandiri. Itu hal yang bagus menurutku. Tapi, semenjak kepergiannya, tidak ada satu orang pun yang berpikiran sama denganku.
Sedangkan aku, perkenalkan. Charina Freya Anargya Almeera. Panggil saja Charina, Charine, atau Rina. Saat ini usiaku baru 23 tahun dan bekerja di salah satu kantor perusahaan peninggalan Ayah yang terbesar di Asia. Bukan hal yang rumit. Dari kecil aku sudah terbiasa akan sendiri dan mandiri. Mungkin banyak orang bilang aku terlahir sempurna dari sepasang keluarga yang tampan, cantik, kaya raya, dan juga dermawan. Tapi mereka akan menyesal mengatakan itu setelah apa yang mereka lihat sendiri. Dan itu, cukup menyakitkan untukku.
***
"Pagi ibu, mau dibuatkan apa?" sapa seorang petugas bersih kantor menyapaku saat melihatku masuk ke ruanganku.
"Tolong mba, buatkan saya teh hangat, terus bungkusin nasi padang kesukaan saya di kantin bawah. Saya belum sarapan."
"Siap, Ibu."
"Makasih ya, Mbak." ucapku sambil tersenyum dan hanya dibalas anggukan senyum olehnya.
"Ya Tuhan, Gue lupa! Kenapa bisa gini sih. Ya ampun! Gue lupa jadwalnya hari ini. Gila! Bisa rugi ratusan juta gue."
Aku berlari cepat menuruni tangga. Mengambil mobilku dan melarikannya dengan sangat cepat.
***
{Di telepon}"Candra, kamu udah di sekolah?"
"Udah lah Teh. Ini udah di kelas. Kenapa Teh?"
"Teteh jemput kamu sekarang."
{Telepon putus}
Aku segera pergi ke sekolah Candra. Tidak jauh memang. Tapi kemacetan Jakarta yang tidak bisa dibendung membuatku sangat marah dan emosi.
"Gila, lampu merah ama ijonya kah adil banget. Banyakin ijonya lah. Pelit amat sih pemerintah."
"Aelah merah lagi. Ya tuhan jaga mulutku." kataku sambil memukul stir mobil. Menghela nafas, dan menutup mata untuk sejenak.
Setiba di sekolah Candra. Aku menemui salah satu guru yang tidak asing bagiku. Aku meminta izin bahwa akan mengambil adikku.
"Ya Allah, Neng. Kenapa ngga di buatkan surat izin saja dari tadi pagi. Kan kasian atuh Mas Candranya udah nyampe sekolah. Baru jam pertama pula." kata Bapak Josan salah satu guru andalanku dulu.
"Baru inget Pak. Soalnya tadi pagi baru marahan sama Candra. Jadi lupa deh. Hehe"
"Ya sudah Bapak panggilkan dulu."
***
"Teh, ngapain sih?! Gajelas amat." Kata Candra yang langsung digenggam tangannya dan menariknya pergi. Namun ia memberontak.
"Teh, teteh ini kenapa sih?! Candra ini mau sekolah. Baru juga jam pertama. Malu Teh sama temen-temennya Candra mah tadi pada bisik-bisik. Mana Candra difitnah dibilang kotak bekal Candra ketinggalan. Ada apaan sih Teh?" Kata Candra yang menggunakan muka melasnya.
"Candra ikut Teteh apa susahnya sih? Bacot mulu."
"Bukan gitu Teh. Teteh ini ngga jelas. Wajah dong Candra nanya."
"Sama Tetehnya sendiri juga. Gabakal gua apa-apain lah." marahku melihat sikap Candra.
Candra yang mengerti saat aku terlontar kata "gua" melihat betapa marah kakaknya. Charine tidak akan pernah menggunakan kata-kata seperti itu saat berinteraksi dengan orang yang dia sayang. Candra tau akan hal itu. Dan Candra pun menurut dan pasrah terhadap kakaknya itu.
***
Kira-kira si Candra mau diapain sih sama Charine. Auothor juga belum tau. Oh ya, maaf untuk penulisan atau apapun itu masih jelek. Soalnya Auothor masih belajar soal Wattpad. Semoga kalian suka. Salam kenal~~
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LIFE : Life Is Memories
Teen FictionMungkin setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Dan kebetulan, tuhan memberikan beribu macam cobaannya untukku. Tapi aku yakin, masa lalu selalu menyimpan banyak teka-teki dan jawaban. Ia selalu punya kenangan yang mungkin aku sendiri tidak perna...