Jeritan Bayangan Hitam

48 19 3
                                    

Jeritan itu menyebabkan Khai dan Joe kaget setengah mati.

Kedua pemuda itu sedang berdiri di suatu jalan masuk yang tidak terawat. Di mana-mana tumbuh rumput liar. Di depan mereka nampak sebuah rumah tua yang tidak didiami lagi. Rumah itu besar sekali, sebesar hotel. Satu sisinya sudah runtuh, diambrukkan para pekerja. Cahaya bulan yang remang-remang, membuat pemandangan saat itu seperti diselubungi kabut. Seperti dalam mimpi.

Khai sedang berbicara, melukiskan pemandangan yang terlihat. Suaranya direkam dengan tape recorder kecil yang tergantung di lehernya. la berhenti sebentar. Sambil menoleh pada Joe, ia berkata.

"Banyak orang beranggapan bahwa rumah ini berhantu, Joe. Sayang tidak teringat oleh kita, ketika Melvin waktu itu mencari-cari rumah hantu untuk filmnya "

"Ya, aku rasa Melvin akan sangat senang dengan rumah ini," kata Joe menyetujui. "Tapi aku tidak. Terus terang saja, semakin lama aku berdiri di sini, semakin gelisah saja perasaanku. Bagaimana jika kita pergi saja sekarang?"

Tepat saat itulah terdengar bunyi jeritan yang melengking tinggi. Datangnya dari rumah kosong itu. Bulu roma Khai dan Joe berdiri mendengar jeritan yang lebih mirip suara binatang dari pada manusia itu.

"Kau dengar suara itu?" kata Joe dengan suara seperti tercekik. "Tunggu apa lagi kita di sini? Ayo, cepat lari!"

"Tunggu!" kata Khai. la tetap berada di tempatnya, walau kakinya sudah ingin lari saja. Melihat Joe ragu-ragu, ia menambahkan, "Akan kupasang tape recorder ini lebih keras lagi, karena siapa tahu nanti ada bunyi lain. Mike pasti akan berbuat begitu."

"Ya…" kata Joe, la masih ragu. Tapi Khai sudah memutar tombol rekaman bunyi serta mengarahkan mikrofonnya ke rumah kosong yang nampak di antara pepohonan di depan mereka.

"Aaaaaa… aiiiiiii!" Terdengar lagi jeritan seperti yang tadi. Melengking panjang dan tinggi, lalu menurun dan lenyap lagi dengan pelan. "Ayo, kita pergi!" kata Joe mendesak. "Sudah cukup banyak yang kita dengar."

Kali ini Khai sependapat. Dengan cepat keduanya berpaling. Maksudnya mau lari ke tempat sepeda mereka ditaruh tadi.

Joe gesit seperti kijang. Sedang Khai kini bisa lari lebih cepat dari sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu kakinya pernah patah, karena jatuh di suatu lereng berbatu. Karena itu kemudian terpaksa memakai penopang. Untung saja proses penyembuhan cederanya berjalan baik. Setelah cukup lama melatih kekuatan kaki, akhirnya minggu lalu Khai diberi tahu bahwa kakinya tidak memerlukan penopang lagi. Dan kini gerakannya terasa begitu enteng. la merasa seakan-akan bisa terbang.

Walau begitu, keduanya tidak bisa lari jauh-jauh, karena tahu-tahu ada beberapa lengan yang menahan. Joe mendengus kaget. la menubruk seseorang yang berada di belakangnya. Khai juga terhenti larinya, karena membentur seorang laki-laki yang langsung memegangnya. Ternyata tanpa mereka ketahui, ada segerombolan laki-laki datang di belakang mereka, ketika keduanya sedang terpaku mendengar suara jeritan seram tadi.

"Hey, Pelan-pelan!" seru laki-laki yang memegang Joe. "Nyaris saja aku jatuh karena kau tabrak!"

"Suara apa itu tadi?" tanya orang yang menahan Khai, supaya tidak jatuh. "Kami melihat kalian berdiri sambil mendengarkan!"

"Kami tidak tahu, tapi kedengarannya seperti suara hantu!" kata Joe.

"Hantu? Omong kosong!.... Mungkin seseorang yang sedang mengalami kesulitan! Mungkin gelandangan!"

Kelima atau enam orang yang baru datang itu berbicara campur aduk. Joe dan Khai sudah tidak diacuhkan lagi. Kedua pemuda itu tidak bisa melihat wajah orang-orang itu dengan jelas. Tapi semuanya berpakaian rapi. Dari gaya bicara mereka, diperoleh kesan bahwa orang-orang itu penghuni rumah-rumah di daerah pemukiman yang nyaman di sekeliling rumah kosong yang kebunnya tak terawat itu. Daerah itu dikenal dengan nama Kangsan Estate.

Misteri Bayangan HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang