Bahaya istihza (Melecehkan agama)

9 0 0
                                    

ISTIHZA' , Semua muslim wajib mengetahuinya!
1. Apa itu istihza'
2. Penyebab orang melakukan istihza
3. Jenis istihza'
4. Hukum istihza'
5. Bagaimana jika Pelakunya Bertaubat?
Sudah cukup sering fenomena Istihza’ muncul di Negeri kita ini. Rasanya aksi penghinaan terhadap Islam tidak pernah kering dari pemberitaan di media-media. Tak hanya dari orang kafir, pelecehan juga sering muncul dari orang Islam itu sendiri.
Berbagai macam modus dan cara digunakan untuk melecehkan Islam. Sebagian ada yang mengerti, namun banyak juga yang tidak tahu jika tindakan pelecehan atau penistaan terhadap Islam harus menanggung resiko hukuman mati.
Ketahuilah wahai saudara/riku seiman bahwa istihza’ bukanlah masalah yang sepele, melainkan masalah besar yang sangat berbahaya karena bisa membatalkan keislaman seorang hamba.
Allah berfirman:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa” (QS at-Taubah : 65–66).
Dalam kisah perjalanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, fenomena penghinaan terhadap Islam sering muncul dari orang-orang yahudi dan munafik saja. Hampir semua tindakan penghinaan tersebut dihukum mati oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan ada kasus salah seorang sahabat yaitu Umair bin ‘Adi yang langsung membunuh seorang wanita yang menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika tindakan tersebut dilaporkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun menyetujuinya bahkan kemudian berujar kepada para sahabat, ”Barang siapa yang ingin melihat orang yang menolong Allah dan rasul-Nya maka lihatlah Umair bin ‘Adi”.
Apa itu istihza'?
Istihza’, secara bahasa artinya sukhriyah, yaitu melecehkan. Ar Raghib Al Ashfahani berkata,”Al huzu’, adalah senda-gurau tersembunyi. Kadang-kala disebut juga senda-gurau atau kelakar.”
Al Baidhawi berkata,”Al Istihza’, artinya adalah pelecehan dan penghinaan. Dapat dikatakan haza’tu atau istahza’tu. Kedua kata itu sama artinya. Seperti kata ajabtu dan istajabtu.”
Dari penjelasan tersebut, dapat kita ketahui makna istihzaa’. Yaitu pelecehan dan penghinaan dalam bentuk olok-olokan dan kelakar.
Penyebab orang melakukan istihza'
Munculnya penghinaan terhadap agama tentu memiliki motivasi atau faktor latarbelakangnya.
Menurut Syaikh Muhammad bin Sa’id al-Qahtoni, setidaknya ada enam faktor seseorang terjerumus ke dalam perilaku istihza’.
Pertama, benci dan dengki terhadap kandungan nilai-nilai agama.
Kedua,celaan atau balas dendam terhadap pelaku kebaikan.
Ketiga, bercanda yang berlebihan dan ingin menertawakan orang lain.
Keempat, sombong dan merendahkan orang lain.
Kelima, taqlid buta terhadap musuh-musuh Allah.
Keenam, cinta harta yang berlebihan sehingga dia akan mencarinya dengan cara apapun.
Sejatinya seluruh faktor tersebut tidak akan muncul dari pribadi orang beriman. Karena pada dasarnya sikap peremehan atau penghinaan terhadap syi’ar-syi’ar Islam hanya akan muncul dari hati orang munafik saja.
Sikap istihza' sangat bertentangan dengan prinsip keimanan. Kedua sikap yang bertentangan tersebut tidak mungkin bisa bertemu dalam diri seseorang. Oleh karena itu, Allah menyebutkan bahwa pengagungan terhadap syiar-syiar agama berasal dari ketaqwaan hati.
AllahTa’ala berfirman :
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS. Al Hajj:32).
jenis istihza'
Secara umum Istihza’ terbagi menjadi dua jenis.
Pertama, Istihzaa’ sharih (penghinaan bersifat eksplisit).
Seperti perkataan orang-orang munafik terhadap sahabat-sahabat Nabi,“ Tidak pernah aku melihat orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut ketika bertemu musuh dibanding dengan ahli baca Al-Qur’an ini (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat)
Kedua, Istihza’ ghairu sharih (penghinaan bersifat implisit).
Jenis ini sangat luas dan banyak sekali cabangnya. Diantaranya adalah ejekan dan sindiran dalam bentuk isyarat tubuh. Misalnya, seperti menjulurkan lidah, mencibirkan bibir, menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya.
Hukum istihza'
Istihza’ adalah tindakan yang sangat berlawanan dengan prinsip keimanan.
Seseorang yang beriman tidak mungkin ada dalam hatinya muncul sikap pelecehan atau peremehan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan agama. Istihzaa’ juga termasuk salah satu dari pembatal-pembatal keislaman.
Para ulama sepakat bahwa pelaku istihza’ fiddien (menghina agama) adalah kafir, keluar dari agama Islam dan hukumannya adalah dibunuh.
Diantara perkataan dan pendapat para ulama terkemuka tentang istihza' adalah :
Ibnu Nujaim mengatakan: “Hukumnya kafir, apabila seseorang menyematkan sifat kepada Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagiNya atau memperolok-olok salah satu dari asma AllahTa’ala.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: ”Hukuman bagi penghina Allah ta’ala jika ia muslim maka wajib dibunuh menurut ijma’ karena perbuatannya menjadikannya kafir murtad dan kedudukannya lebih buruk dari orang kafir asli”
Imam Ahmad bin Hambal berkata, ”Setiap orang yang menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengejek beliau baik muslim ataupun kafir maka dia wajib dibunuh dan saya berpendapat dia dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat.”
Ibnu Hazm mengatakan: “Nash yang shahih telah menyatakan, bahwa siapa saja yang memperolok-olok Allah setelah sampai kepadanya hujjah, maka ia telah kafir.”
Kesimpulannya, dalam hal ini, para ulama tidak ada yang berbeda pendapat bahwa orang yang mencaci maki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika dia seorang muslim maka ia wajib dihukum mati. Perbedaan pendapat terjadi ketika orang yang mencaci maki adalah orang kafir dzimmi.
Imam Syafi’i berpendapat ia harus dihukum bunuh dan ikatan dzimmahnya telah batal.
Imam Abu Hanifah berpendapat ia tidak dihukum mati, sebab dosa kesyirikan yang mereka lakukan masih lebih besar dari dosa mencaci maki.
Imam Malik berpendapat jika orang yang mencaci maki Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam adalah orang Yahudi atau Nasrani, maka ia wajib dihukum mati, kecuali jika ia masuk Islam. Demikian penjelasan dari imam Al-Mundziri.
Bagaimana jika Pelakunya Bertaubat
Para ulama berselisih pendapat tentang orang-orang yang mencela Allah, Rasul-Nya dan kitab-Nya, apakah taubatnya diterima atau tidak ?
1. Taubatnya tidak di terima.
Pendapat ini dipegang oleh masyhur ulama hanabilah bahkan ia dibunuh dalam keadaan kafir, tidak disholatkan dan tidak dido’akan dengan rohmat, serta di kuburkan di suatu tempat yang jauh dari kuburan orang-orang muslim. Karena istihza’ adalah bagian yang cukup serius dan tidak perlu taubat bagi pelaku tersebut.
2. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa taubatnya diterima jika kita mengetahui kejujuran taubatnya dan meyakini serta menetapkan bahwa dirinya salah. Hal ini didasari oleh keumuman dalil tentang diterimanya taubat.
Firman Allah Ta’ala:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosasemuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”( QS.Az-zumar : 53)
Orang yang menghina Allah diterima taubatnya dan tidak dibunuh, dalam hal ini bukan karena berkenaan dengan hak Allah atau hak rasul. Akan tetapi karena Allah mengkabarkan kepada kita dengan pemberian maaf-Nya bagi hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya, karena Allah Maha Pengampun atas segala dosa.
Sedangkan orang yang menghina Rasul itu terklasifikasi dalam dua hal :
Karena perkara syar’i, yaitu karena beliau sebagai utusan Allah Ta’ala. Dan dalam hal ini jika pelaku tersebut bertaubat maka taubatnya diterima.
Karena perkara pribadi, yaitu karena ia adalah salah satu dari para rasul. Dan dari segi ini ia wajib dibunuh karena ini adalah hak rasul. Dan ia dibunuh setelah ia bertaubat meskipun ia adalah muslim.
Pendapat inilah yang yang di pilih oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, karena hal ini adalah hak Rasul. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam kitabnya yaitu Ash Sharimul Masllul ‘Ala Syatimi Rasul.
Tulisan ini merupakan peringatan dan nasihat kepada segenap kaum muslimin dari perbuatan dosa besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Berapa banyak kita dapati bentuk-bentuk penghinaan terhadap syi’ar-syi’ar agama, pelesetan-pelesetan yang berisi sindiran terhadap agama, karikatur-karikatur lelucon yang berisi ejekan dan lain sebagainya.
Na’udzubillah min dzalika.
Bagi siapa saja yang diserahkan mengurusi urusan kaum muslimin, hendaklah cepat tanggap mengambil tindakan terhadap setiap bentuk pelecehan terhadap agama, apapun bentuknya. Karena hal itu termasuk kejahatan yang harus dibasmi, dan pelakunya berhak dihukum dengan hukuman yang berat.

AqidahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang