Sore hari, tak terasa cahaya yang mampu menyinari hatinya yang tengah di rundung awan gelap. Kedatangan orang yang kini menjadi calon imamnya, tak terasa berarti apapun buat kehidupannya. Ia masih merasa bahwa ia bukanlah milik lelaki itu, karena ia belum pernah mengucapkan kata persetujuan dari kedua bibir manisnya.
Makan dan minum, kini tidaklah menjadi kegiatannya. Kesehatannya pun kini telah ia lupakan. Akibatnya pernah ia ketika tidur mengeluarkan darah dari mulut manisnya. Tak kala batuk yang dulu tidak pernah di undang, kini menjadi teman setia yang selalu menamani hari-harinya.
Berbagai upaya dokter pun tak ada artinya. Bujuk rayu kedua orang tuanya pun tak dapat membuat butiran-butiran obat ini masuk kedalam tubuh. Walau sekedar tuk menegakkan tubuhnya, ia selalu menolaknya.
Kalimat-kalimat ramah nan menyentuh, yang ia dengar dari calon pemimpin keluarganya kelak. Masih terasa pedih di dengarnya, karena teringat hak kebebasan yang telah berani di rengut dengan kejamnya. Kata-kata yang ia keluarkan, tak pernah sampai pada orang yang selalu mendampinginya ini. Karena, kata-kata itu selalu berhenti di kerongkongannya, takut mengunggkapkannya. Ia terlalu takut menempuh resiko itu, seolah ia tak mau di cap sebagai anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Karena telah berani melanggar dawuh sang kepala keluarga.
Disisi lain, lelaki yang melihat keadaan calon istrinya itu pun merasa kasihan dan ingin segera mengakhiri kesedihan itu. Rasa kasih yang timbul ini, hanya bisa ia salurkan lewat mulut manisnya. Karena ia tahu bahwa sang putri lemah ini masih belum bisa menerima keputusan sepihak tanpa sepengetahuannya. Rasa ingin menjadi pemimpin dari mahluk indah ini pun masih membara dalam jiwanya. Keinginannya untuk merubah pendirian calon makmumnya ini pun, masih terasa melalui lautan luas tanpa sebuah pelabuhan yang terlihat. Rencana pernikahan yang akan segera mereka hadapi malah menjadi tembok besar pemisah antara kedua insan ini. Namun, ia sadar. Semua harus melalui proses yang panjang, sehingga ia tetap mempertahankan kekokohan cintanya sampai saat ia akan di terima dengan tangan terbuka oleh bidadari impiannya ini.
Gus Lutfi atau Muhammad lutfi, adalah idaman bagi setiap akhwat yang pernah bertemu dengannya. Gaya hidupnya yang bersahaja tak ada rasa sombong dihati, membuat banyak kyai yang menawarkan putri mereka untuk bersanding dengannya untuk melengkapi sebuah kesunahan dari Sang Khaliq. Namun karena kehendak sang pencipta, ia pun menerima penawaran dari KH. Harun Arrosyid M.Pd.I beserta keluarga untuk meminang putri mereka.
Rasa cinta itu hadir tak kala pandangannya jatuh pada sosok cantik yang terbaring pulas di atas ranjang rumah sakit. Wajah yang nampak asli tanpa sebuah benda kecantikan di wajahnya, serasa membuat bidadari ini tampak lebih indah di banding batu zambrut yang mengkilau terkena sinar mentari. Dan masih banyak hal lain yang ia tangkap dari cerita kedua orang tua yang telah mampu merebut hatinya, untuk berlabuh pada salah satu mar'ah sholihah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]
SpiritualContact: via WA only: 085224018565 Kehidupan kota Jakarta yang begitu berbeda dengan kehidupan pedesaan, banyak membuat anak-anak mudanya berkembang menjadi momok yang menyeramkan. Namun di antara itu semua, terseliplah seorang wanita cantik yang ma...