"Namaku, Grisha Dimitry" orang aneh itu kini berdiri di depan meja Palka dengan tangan terjulur. Palka menatap heran, selain pusing karena bangun tidur ia juga pusing karena tingkah laku Grisha yang di luar tabiat biasanya.
"Kau sakit?" Palka bangkit sambil menonjok kening Grisha dengan tiga jari kanannya, "Atau otakmu sedang terjadi kesalahan teknis, ha?"
Palka menarik tas ranselnya kemudian pergi meninggalkan Grisha yang masih dengan wajah 25 wattnya, sampai cengiran lebarnya itu membuat beberapa orang mengeluh kesilauan.
Bagaimana Palka menjadi begitu kesal? Mereka sudah satu kelas sejak pertama kali masuk di bangku sekolah menengah atas, dan di semester kelima anak itu malah melakukan perkenalan diri lagi. Satu lagi, Grisha sudah sering membuat Palka kesal setengah mati, "Apa aku amnesia sampai begitu cepat melupakanmu? Orang aneh!" Di depan wastafel Palka ngoceh sendiri.
"Palka? Kamu tidak kerasukan kan?" Reiner yang akan keluar dari toilet itu pun menatap heran. Palka menoleh dengan senyum canggung.
"Eh, hehehe,,, tidak, aku sedang berlatih drama, ya drama"
'Situasi yang sulit ini, sudah menjatuhkan harkat dan martabatku. Aku bertingkah konyol di depan orang lain'
"Kenapa, kau masih di sini?"
"Eh?" Reiner buru-buru keluar. Palka garuk-garuk kening. 'Grisha, kamu harus bertanggung jawab'
---
Palka menatap wajah wanita yang sudah melahirkannya itu dengan tatapan enggan. Wanita yang pada dasarnya sudah berangka 50 tahun itu seakan kecantikannya angka 25. Mungkin orang ini sengaja dikutuk Tuhan menjadi awet muda, begitu mindset Palka.
"Jika ibu mau menikah, itu bukan ururanku" Tukas Palka dengan pasrah, dia juga mikir, menjadi single parent bukanlah hal yang mudah. Lagi pula jika ia tetap melarang ibunya itu, mana tahu karma berlaku untuknya.
Christa menatap ke arah lain, "ibu rasa kau tidak senang. Sayang, ibu tak akan menikah tanpa restu darimu"
Palka menatap datar, "Memangnya tadi aku bilang apa?"
Christa tersenyum lebar, menyentuh rahang tegas puteranya itu, "Kau masih seperti dulu rupanya, ibu jadi gemas. Terimakasih, Palka" Terkadang untuk memahami seseorang, kita harus memiliki kamus tersendiri. Tapi seorang ibu dalam memahami anaknya, berasa memiliki alat translate otomatis. Palka memang begitu, dia terlihat cuek tapi di dalam hati tetap menghargai dan meng'iya'kan keputusan orang lain.
"Kau mau tahu siapa orangnya? Itu lho, pengusaha sukses yang memiliki sembilan cabang perusahaan penerbangan, Tuan Feliks Dimitry"
Palka yang sedang menikmati air mineral langsung menyemburkannya dengan kasar. Bukan! Bukan soal sembilan cabang apalah itu. Tapi karena dia tahu orang itu, -ayah kandung Grisha-
"Kau pasti tahulah. Dia juga punya se-"
"Jangan dijelaskan, bu! Aku sudah tahu" Palka membereskan area bibirnya dengan tisu. Christa cengo.
Jadi ibunya akan menikah dengan orang itu? Oke... Dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi nantinya. Palka menatap bosan ke arah ibunya yang kini sedang tersenyum merona, menunggu detik-detik ia akan dinikahi seperti princess layaknya dalam negeri dongeng. 'Hari-hari bosan akan menantimu, Palka!' tukasnya pada diri sendiri.
'Terserahlah, bu. Asal kau merasa bahagia itu sudah cukup bagiku' dan dia rela kok harus matu berdiri jika benar itu sebagai ganti agar ibunya bahagia (?).
"Bu, apa aku boleh pesan makanan? Perutku lapar" Pinta Palka kepada ibunya yang sedari tadi tidak peka pada suara kode-kode dari perut Palka.
"Ah, mungkin karena terlalu bahagia, aku sampai lupa anakku belum makan" Christa buru-buru menarik daftar menu, sedangkan Palka sweatdrop level angkasa, 'belum juga menikah, mungkin ketika sudah menikah kau bahkan tidak ingat dengan nama anakmu sendiri'
KAMU SEDANG MEMBACA
Absolute Command
Fanfiction"Ini adalah perintah mutlak. Dan Tak ada penolakan!!!" Palka harus menemui kenyataannya bahwa ia memiliki saudara tiri yang aneh seperti Grisha. "Selamat pagi, Pak. Maksud kedatangan kami berdua ke sini ingin memberitahukan bahwa aku, Palka dan dia...