Dua Puluh Lima

4.1K 355 57
                                    

"Boleh gue gabung? Ralat, boleh gue ambil milik gue?"

"Milik lo? Apa?" tanya Alvin nyolot dengan tangan yang memutih karena mengepal terlalu kuat.

Alex menyeringai lalu mengangkat dagunya ke arah Sena. "Itu milik gue!"

Sena yang merasa ditunjuk oleh Alex langsung menunjuk dirinya sendiri secara spontan disertai wajah linglungnya. "Gue?"

Alvin yang sudah tak bisa menahan amarah langsung berdiri dan menarik kerah Alex dengan kuat. "Maksud lo apa ha?" gertaknya tajam dan tatapan yang mengintimidasi.

Melihat reaksi Alvin seperti ini membuat Alex tersenyum senang. Good, lelaki ini terpancing oleh jebakannya. "Calm down, bos! Calm down," ujarnya sembari melepas genggaman Alvin yang ada pada kerahnya. "Biarin Bu Sena yang milih. Dia milih gue atau elo."

Ha? Apa yang barusan Alex sebut tadi? Bu Sena?

Tunggu-tunggu, sepertinya ini ada yang aneh. Ada makna tersembunyi dibalik panggilan Alex yang terlontar barusan.

Ah, benar. Sena harus mengajar Alex untuk ujian Seni yang dimintai tolong oleh Bu Beti langsung beberapa waktu yang lalu. Kenapa Sena bisa lupa begini? Mungkin, karena akhir-akhir ini ia sedang banyak pikirian. Tapi, kapan ujian seni itu berlangsung?

"Vin, ujian seni lo kapan?" tanya Sena dengan cemas ke arah Alvin.

"Besok. Kenapa?"

Tanpa basa-basi, Sena segera menarik Alex pergi dari restoran itu. Ia sudah lupa bahwa di sana masih ada Alvin yang ia tinggalkan begitu saja, tanpa pamit, tanpa bilang apa-apa. Ia tak peduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah bagaimana caranya ia bisa mengajar Alex yang tidak tahu seni apa-apa untuk melaksanakan ujian besok.

Namun, dari belakang, Alex masih sempat-sempatnya tersenyum mengejek penuh kemenangan kepada Alvin. Yap, kali ini Alex yang menang. Dan itu akan terjadi untuk selamanya. Sedangkan Alvin meninju tangannya ke udara. Kesal.

"Kenapa lo nggak bilang sih kalo besok ujian seni?" dumel Sena sebal ketika mereka berdua sudah berada di dalam mobil Alex.

"Ya gimana mau bilang kalo sibuk KENCAN mulu!"

"Ya suka-suka gue lah mau kencan kek mau ngapain kek. Emang urusan lo apa!" balas Sena sebal.

"Gue yang ngga suka,"

Wajah Sena segera berpaling, menatap jendela mobil Alex yang sudah gelap karena hari sudah petang. Itu ia lakukan bukan tanpa alasan. Ia hanya sedang menyembunyikan semburat merah yang nampak di rona pipinya. Hey, kenapa ia harus baper sih? Memang apa alasannya hingga Alex berkata demikian?

Suasana mobil tampak sunyi. Setelah ucapan Alex barusan, entah mengapa atmosfirnya menjadi canggung. Sangat canggung malah. Hal itu juga tampak dirasakan Alex sendiri.

"Ehem, Sena?"

Sena tak berani menoleh, ia tetap menatap jendela mobil dengan jantung yang tak mau berhenti berdebar.

"Kita mau kemana?"

Kita.

Ah, kata kita. Hanya satu kata yang membuat Sena deg-degan parah. Padahal kata itu sudah sering ia dengar setiap harinya. Namun, ketika kata itu terlontar dari bibir Alex, sesuatu yang berdesir mengalir di seluruh tubuhnya, senang dan seperti terbang melayang.

"Sena? Lo ngelamun apa sih?" kata Alex sembari menatap Sena yang tak mau berbalik menatapnya. Lelaki itu bingung, apa yang salah dengannya hingga perilaku Sena berubah drastis seperti ini?

Akhirnya, lelaki itu memilih untuk menepi dari barisan mobil yang lalu lalang di jalan besar. Setelah itu, Alex menatap Sena dengan intens, bingung harus melakukan apa. Tanpa sadar, tangannya bergerak ke arah dagu Sena dan menuntunnya untuk mengarahkan wajahnya ke hadapannya. "Sena! Wajah lo kenapa merah gini? Lagi demam?"

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang