Jennie termenung dalam kesendiriannya. Mengingat dengan detail apa yang dijelaskan dokter dan kedua orangtua Taeyong beberapa jam lalu padanya.
Matanya terpejam, merasakan dadanya yang sesak, dan amat sakit. Apakah ini arti dari semua firasat yang dia rasakan sebelumnya. Apakah ini arti dari semua rasa takut yang membelenggunya selama ini. Bahkan air mata Jennie tak bisa lagi menetes. Segalanya telah hancur tak tersisa. Sekedar untuk bangkitpun, Jennie harus meraba dari sisa-sisa harapannya.
Cahaya matahari siang yang mengintip dari sela dedaunan, membuatnya membuka mata. Sadar akan kenyataan saat ini. Diangkatnya jemari tangannya yang masih tersemat cincin. Jennie sadar, ada harapan yang masih harus di perjuangkannya dan ada mimpi yang masih harus dicapainya.
Menguatkan sejenak hatinya, Jennie mulai beranjak dari tempat yang sudah menjadi favoritnya sejak 1 bulan lalu.
"Selamat pagi Taeyong-ssi, Jennie-ssi." Dokter Yunho bersama dua orang perawat memasuki kamar rawat Taeyong saat ini.Jennie yang tengah duduk membaca jurnal di sofa buru-buru berdiri menyambut mereka. "Selamat pagi, Dokter Yunho."
"Jennie-ssi, kami akan mencoba melakukan evaluasi pasca operasi untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya. Kalau Taeyong-ssi sudah merasa lebih baik dan bisa menjawab pertanyaan kami, tentunya."
Sebelum Jennie sempat menjawab, Taeyong lebih dulu menyela. "Tentu, aku bisa. Kenapa kau harus melapor padanya." Tatapan mata itu menyorot tajam, mengisyaratkan ketidaksukaan dengan sangat gamblang.
"Apa hal terakhir yang kau ingat, Taeyong-ssi?" tanya dokter itu seraya membuka catatan pasien yang dibawanya.
"Aku.... tidak tau pasti. Kurasa di tahun kedua Senior High School"
Jennie menelan ludah. "Itu hampir 6 tahun yang lalu, Tae," jawabnya. Dada Jennie semakin sakit mengetahui kenyataan itu, bahkan Taeyong tak mengingat pertemuan pertama mereka.
Pria itu melirik Jennie tajam. "Jangan panggil aku begitu," desisnya tajam.
Jennie tersentak kaget, hatinya kembali berdenyut nyeri. Jennie terdiam sesaat dan meringis masam. Ditundukkannya kepala. "Maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory Of Love (COMPLITED)
Fiksi Penggemar"SEASON KE II DARI MY SWEETHEART" (disarankan untuk membaca MY SWEETHEART untuk memahami karakter tokoh) Senyum itu terus mengembang saat kedua matanya terbuka. Masih dengan orang yang sama, namun, manik mata sehitam jelaga itu menatapnya asing. "Ka...